Aqidah Ahlu Sunnah Terkait Para Shabat Nabi (bag.2)

Pembaca yang budiman,

Pada bagian pertama tulisan ini, telah disebutkan bahwa, jalan yang ditempuh ahlu sunnah wal jama’ah terkait dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sikap pertengahan antara berlebihan dan menyepelekan, antara orang-orang yang bersikap berlebihan yang mengangkat kedudukan sebagian sahabat hingga pada tingkatan yang tidak pantas kecuali bagi Allah atau bagi RasulNya.

Keyakinaan ahlu sunnah wal jama’ah akan keadilan para sahabat dan keutamaan mereka muncul dari adanya pujian dan sanjungan Allah terhadap para sahabat Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam  yang disebutkan di dalam kitabNya, juga adanya sanjungan Nabi terhadapat mereka, yang menunjukkan bahwa Allah mengkaruniakan kepada mereka berbagai keutamaan, Allah memberikan kepada mereka sifat yang mulia yang dengan hal tersebut mereka mendapatkan kedudukan yang mulia lagi tinggi  di sisiNya.

Oleh karena itulah maka tak seorang pun boleh untuk menyebutkan sedikit pun dari keburukan mereka, tidak boleh juga mencela seorang pun di kalangan mereka. Karena tindakan mencela atau mencaci mereka membahayakan pelakunya. Apa bahayanya ? inilah poin selanjutnya yang dibahas oleh  Syaikh Dr. Bandar asy-Syuwaiqiy dalam makalahnya. Marilah kita perhatikan dengan seksama apa yang beliau sebutkan dalam makalahnya tersebut,

Bahaya Mencaci Para Sahabat Nabi semoga Allah meridhai mereka semunya.

Beliau menyebutkan, “Tidak diragukan bahwasanya termasuk kehinaan yang besar dan tanda seseorang tidak mendapatkan taufiq adalah seseorang menjadikan jalan hidupnya dan upaya yang selalu dilakukannya adalah mencela dan mencaci para sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang merupakan makhluk yang mulia, sungguh Allah azza wajalla telah berfirman,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر : 10]

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang (Qs. Al-Hasyr : 10)

Maka hal ini mengharuskan adanya sikap ridha terhadap mereka dan menyebut-nyebut keutamaan mereka dan menghindarkan diri dari segala ucapan dan tindakan buruk terhadap mereka. Tidak ada celah bagi seorang pun untuk mencela mereka atau membenci mereka. Karena sedemikian banyak dan beraneka ragam keutamaan mereka ; merekalah orang-orang yang telah menolong agama ini dan menyebarluaskannya, merekalah yang telah memerangi orang-orang musyrik, merekalah orang-orang yang telah menukilkan al-Qur’an, as-Sunnah dan hukum-hukum, mereka telah mengorbankan diri, darah dan harta mereka di jalan Allah. Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat NabiNya shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tidaklah ada yang mencela dan membenci mereka melainkan ia seorang munafiq yang sakit hatinya.

Bahkan, barangsiapa yang menjadikan hal ini (mencela, mencaci maki dan membenci para sahabat) sebagai jalan hidup dan kebiasaannya, sungguh hakekatnya ia telah menciderai agama islam yang hanya dapat kita ketahui melalui mereka. Oleh karena itu, al-Imam Abu Zur’ah ar-Raziy mengatakan, “sungguh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lah yang telah menukilkan al-Qur’an dan Sunnah ini kepada kita. Hal yang mereka (para pencela, pencaci, pembenci para shahabat) inginkan (dengan tindakannya tersebut) tidak lain hanyalah melukai para sakasi kita untuk membatalkan al-Kitab dan Sunnah … merekalah orang-orang zindiq.

Dan, Imam Abu Nu’aim semoga Allah merahmatinya di dalam kitab “al-Imamah”, mengatakan, ‘ tidaklah mencari-cari borok para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ketergelinciran mereka, serta menyimpan apa yang terjadi pada mereka untuk menimbulkan kebencian melainkan orang-orang yang terfitnah hatinya dalam urusan agamanya.

Dan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam awal kitabnya, “ minhaj as-Sunnah” mengatakan, “Hal demikian itu adalah bahwa orang pertama umat ini merekalah yang telah menegakkan agama dalam bentuk pembenaran, pengilmuan, pengamalan dan pendakwahan. Maka, mencaci maki mereka merupakan cacian terhadap agama yang mewajibkan untuk berpaling dari apa yang Allah telah wahyukan kepada para Nabi. Dan, inilah yang merupakan maksud pertama dari orang yang menampakkan bid’ah at-Tasyyu’, tujuan mereka sebenarnya adalah upaya untuk memalingkan manusia dari jalan Allah, dan membatalkan apa yang telah datang kepada Rasul dari Allah azza wajalla.

Wallahu a’lam  

Bersambung, insya Allah…

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Diterjemahkan secara bebas dari ‘Aqidatu Ahli as-Sunnah Fii ash-Shahabah Wa al-Qarabati ; Syubuhaatun Wa Rududun, hal. 3-4, makalah yang disampaikan oleh Syaikh Dr. Bandar asy-Syuwaiqiy dalam forum Seminar Nasional “Mencintai Sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-, yang diselenggarakan oleh Pondok Pesanteren al-Ukhuwah, Sukoharjo, di Hotel Syariah, Solo pada hari Senin-Kamis, tanggal 12-15 Dzul Qa’dah 1437 H/15-18 Agustus 2016.

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *