Soal :
Aku mendapati kerancuan, yaitu bahwa sebagian orang mengatakan, sesungguhnya berzina sebelum menikah merupakan dosa kecil, karena hukuman bagi pelakunya adalah didera 100 kali deraan, dan 100 kali deraaan itu sedikit. Aku berharap kepada Anda berkenan memberikan penjelasan disertai dalil yang shohih dan beberapa perkataan para ulama terkait masalah tersebut.
Jawab :
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada orang yang tidak ada lagi nabi setelahnya, beserta keluarga dan para sahabatnya dan orang-orang yang mengambil petunjuknya.
Kita berlindung kepada Allah dari berkata-kata tentang agama Allah tanpa ilmu, bagaimana seorang muslim berani mengatakan perkataan demikian ?!
وليس يصح في الأذهان شيءٌ *** إذا احتاج النهارُ إلى دليل
Saudaraku yang mulia, tak diragukan bahwa berzina termasuk dosa besar, baik berzina dengan seorang gadis maupun berzina dengan wanita yang telah menikah. Perbuatan tersebut termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Allah ta’ala berfirman,
ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra : 32)
buruk, dan Allah juga mengabarkan tentang jalannya, perbuatan tersebut merupakan jalan yang akan menghantarkan kepada musibah dan penderitaan serta kehinaan, hal tersebut merupakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang lemah iman, orang-orang yang sedikit rasa malunya, orang-orang yang sedikit takwanya, orang-orang yang sedikit rasa takutnya kepada Allah azza wajalla.
Dan Allah ta’ala berfirman,
الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زانٍ أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nuur : 3)
Dan Allah azza wajalla berfirman mengenai balasan dan hukuman bagi pezina, penetapan pedihnya siksa yang akan menimpa pelakunya setelah Allah menyebutkan kesyirikan, membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya dan zina, seraya berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69)
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqan : 68-69)
Allah mengaitkan antara zina, menyekutukan Allah, dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya. Dan Allah menetapkan balasan (bagi pelaku) perbuatan tersebut “kekekalan di dalam siksa yang berlipat ganda”.
Di dalam shahihain, dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu– bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن، ولا يسرق السارق حين يسرق وهو مؤمن
“Tidaklah seorang pezina berzina ketika ia berzina ia seorang mukmin, dan tidaklah pencuri mencuri tatkala ia mencuri ia seorang mukmin.” (HR. Al-Bukhari, 2475 dan Muslim, 57)
Makna hadis tersebut yakni bahwa tidaklah akan berzina sementara ia sempurna imannya. bahkan, pelakunya telah terjatuh kepada kefasikan dan kemaksiatan yang besar bila pelakunya tidak menganggap perbuatan tersebut halal. Adapun bila pelakunya menganggap halal perbuatan zina, maka ia telah kafir, wal iyadzu billah. Karena, keyakinan bahwa zina itu halal merupakan bentuk pendustaaan terhadap kitab Allah dan sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, maka alangkah cerobohnya ungkapan perkataan seperti itu dengan kata-kata yang terkandung di dalamnya penghalalan terhadap perbuatan zina atau menganggap remeh perkara tersebut. (Dijawab oleh Dr. Muhammad bin Abdul Aziz al-Mubarak, Staf Pengajar di Al-Imam Muhammad bin Sa’ud Islamic University)
Sumber : Fatawa wa istisyaa-raat wau-qi’ al-Islam al-Yaum, www.islamtoday.net, maktabah syamilah.
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet