Adapun apa yang kamu dapatkan dari shalatmu, maka semuanya adalah baik. Kamu dan saudara-saudaramu, kaum Muslimin mendapatkan manfaatnya. Bukankah kamu suka Allah Subhaanahu Wata’ala mengampuni dosa-dosa yang kamu lakukan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepadamu apa yang dapat menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat?’ Mereka menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Menyempurnakan wudhu dalam kondisi tidak suka, memperbanyak langkah menuju masjid-masjid, menunggu (datangnya waktu) shalat selepas (menunaikan) shalat. Itulah ribath!” (HR. Muslim)
Bila Allah Subhaanahu Wata’ala mengampuni dosamu, maka saudara-saudaramu, kaum Muslimin juga senang sebab mereka menyukai (kebaikan) untukmu sebagaimana menyukai (kebaikan) untuk diri mereka sendiri.
Sesungguhnya manfaat shalat jauh lebih agung daripada yang dapat dihitung oleh seseorang atau dicatat dengan pena. Karena ia adalah perintah Ilahi, dengannya kamu menyembah Allah Subhaanahu Wata’ala sebagai suatu ibadah.
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ
“Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang telah beriman, ‘Hendaklah mereka mendirikan shalat.” (Ibrahim : 31)
Sebagaimana Allah Subhaanahu Wata’ala juga menggabungkan semua kebaikan di dalam shalat dengan perkataan yang sangat menyentuh dan ungkapan yang sangat ringkas. Dia Subhaanahu Wata’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.” (Al-‘Ankabut: 45)
Seseorang boleh menghitung-hitung keistimewaan shalat sekehendak hatinya dalam batasan ini, dan jika tidak mampu menghitungnya secara sempurna, maka paling tidak, menyebutkan sebagiannya.
Bila kamu berhasil mengatasi penyakit keji dari dirimu dan memangkas habis akar-akarnya dari tingkah lakumu, maka dien (agama)mu akan menjadi bersih, jiwamu menjadi suci, hatimu menjadi baik, seluruh anggota badanmu menjadi sehat dan urusanmu menjadi lurus. Dan bila kamu hilangkan kemungkaran dan memutus tali-talinya, berarti kamu telah menghabisi virus mematikan di dalam bangunan masyarakatmu. Sehingga dengan begitu, kamu telah mengamankan dienmu, diri dan keluargamu.
Shalat adalah penolongmu di kala dalam kesulitan dan pengurai belenggu berbagai rintangan. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman,
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (Al-Baqarah: 45).
Shalat adalah ketenangan bagi pikiran dan jasmanimu dari berbagai kesibukan hidup dan kepenatan kerja. Ia adalah faktor utama penguat hubungan antar sesama Muslim, persamaan hak antar sesama manusia, terjaganya peraturan, timbulnya rasa tinggi di atas segala yang ada di dunia, kosongnya hati dari hawa nafsu, sucinya jiwa dari rasa permusuhan dan tipu daya, terjaganya lisan, terpeliharanya mata dan pendengaran, sikap rendah hati dan sopan, terbiasanya diri menunaikan hak-hak, dan melakukan kewajiban dalam kondisi semangat maupun terpaksa.
Tidak diragukan lagi, shalat memiliki banyak manfaat secara medis, yang direfleksikan dari gerakannya yang spesial, baik ketika berdiri, ruku’, sujud dan duduk, sesuai dengan cara kita beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala, sekalipun faidah-faidah ini luput dari pengetahuan kita.
Kaum Muslimin terdahulu menerima perintah-perintah Allah Subhaanahu Wata’ala tanpa mencari apa alasannya dan apa yang mewajibkannya. Mereka menunaikannya dengan tanpa bertanya dan meminta penjelasan. Akan tetapi lemahnya iman di dalam jiwa mendorong para penyuluh agama dalam rangka membimbing para pemula dan menunjukkan jalan hidayah kepada mereka untuk memberdayakan pikiran dan memaksakan diri dalam menggali keutamaan-keutamaan dan keistimewaan-keistimewaan yang tersimpan dalam agama Islam dan meletakkannya di hadapan mata mereka ibarat meletakkan uang di telapak tangan mereka. Sekalipun begitu, hanya sedikit yang mau mengambil pelajaran dan mau bersyukur.
Wallahu A’lam
Sumber :
Dinukil dari “Limaadza Nushalli ?”, karya : Abdur Ra’uf al-Hinawi
Amar Abdullah bin Syakir