Anda Muslimah? Jaga Jarak dengan Lelaki Bukan Mahram!

Tidak diragukan lagi bahwasanya diantara tujuan disyariatkannya hijab adalah guna menjaga kehormatan wanita muslimah agar tidak terjerumus kepada fitnah dan hal-hal yang Allah haramkan seperti zina.

Namun apakah cukup dengan menjulurkan hijab ke seluruh tubuh untuk menjaga kehormatan? Tentunya tidak. Buktinya banyak saudari-saudari kita yang berpakaian syar’i namun masih terjerumus kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan penghantar menuju zina.

Banyak diantara mereka yang masih biasa saling telepon dengan lelaki yang bukan mahram, banyak diantara mereka yang betah berlama-lama berbicara dengan ikhwan tanpa ada keperluan yang jelas, bahkan banyak diantara mereka yang memiliki pasangan tanpa pernikahan alias pacar, yang sebagian mereka menamakannya dengan ‘pacaran islami’.

Mengapa hal itu terjadi padahal mereka sudah memakai hijab? Jawabannya, karena memakai hijab adalah baru langkah awal menuju iffah, sedangkan mereka tidak mengambil langkah selanjutnya, yaitu menjaga jarak dari lelaki yang bukan mahram.

Oleh Karena itu Allah tidak hanya memerintahkan wanita muslimah untuk menjulurkan hijab saja, tetapi juga memerintahkan untuk menundukkan pandangan.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, Agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”.” (QS. An-Nur: 31)

Allah memerintahkan wanita muslimah untuk menundukkan pandangannya guna menutup pintu pertama menuju zina. Karena pandangan bagaikan kunci bagi hati. Seringkali pandangan mata menyisakan rasa di dada yang sulit untuk di hilangkan.

Berapa banyak akhwat yang tersiksa karena batinnya menginginkan sosok seorang lelaki yang pernah ia pandang sehingga ia sulit melupakannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,

يَا عليُّ لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُوْلَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ

“Wahai Ali, janganlah engkau mengikutkan pandangan dengan pandangan yang lain, sesungguhnya boleh bagimu pandangan pertama, dan tidak boleh bagimu pandangan berikutnya.” (HR. Abu Dawud)

Maksudnya adalah jika seseorang tidak sengaja jatuh pandang kepada lawan jenis maka tidak mengapa untuk yang pertamakali karena ketidaksengajaannya, namun tidak boleh baginya melanjutkannya dengan pandangan kedua.

Berbicara kepada lelaki yang bukan mahram tidak dibolehkan jika tidak ada keperluan yang mendesak. Karena pembicaraan juga menjadi pintu yang sangat berpotensi untuk membuka kesempatan menuju perzinahan.

Mungkin pertamakalinya seorang akhwat berkomunikasi dengan lelaki dikarenakan keperluan tertentu, namun seringkali jika ia tidak bisa mengendalikan nafsunya pembicaraan tidak hanya di sekitar hal yang diperlukan saja, melainkan melebar ke hal-hal yang bukan darurat. Bahkan bisa sampai saling bercanda diantara mereka berdua. Sehingga si perempuan juga mulai melembutkan suaranya di depan sang lelaki.

Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. Ahzab: 32)

Berkata Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya, “Allah memerintahkan agar perkataan mereka singkat sekedar keperluan, jelas maksudnya, dan tidak boleh dengan cara yang dapat menarik hati dengan berlemah lembut.”

Jika para istri Nabi saja, yang mereka adalah para ibu bagi orang-orang mukmin dilarang melembutkan suaranya kepada para sahabat, maka bagaimana lagi dengan seorang perempuan biasa kepada lelaki biasa? Tentunya larangannya lebih lagi.

Berbicara yang dilarang tidak hanya pembicaraan secara langsung, tetapi masuk juga di dalamnya adalah berbicara lewat telepon ataupun lewat chatting jika tidak ada keperluan yang darurat. Bahkan berbicara lewat media sosial bisa dikategorikan dengan khalwat yang dilarang oleh agama. Seringkali dua orang yang belum pernah bertatap muka berpacaran melalui telepon.

Yakinlah saudariku bahwasanya selama saudari menahan diri dari segala hal yang dimurkai-Nya, Ia akan memberikan saudari dengan yang lebih baik. Tentunya saudari tidak mau jika nantinya mendapatkan suami yang mempunyai masalalu yang tidak baik dengan perempuan lain. Maka saudari juga harus menjaga diri dengan harapan Allah yang maha adil mempertemukan saudari dengan lelaki sholeh yang saudari inginkan.


Penyusun : Arinal Haq

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

1 Komentar

  1. afwan stau sy yg tdk blh itu bicara , memandang dgn syahwat hehe maaf jk salah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *