Dari Abu Hurairah, semoga Allah meridhainya, ia berkata, bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ
Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun malam untuk menunaikan shalat tahajjud kemudian membangunkan istrinya. Jika menolak, ia memercikkan air ke wajah istrinya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam untuk melaksanakan shalat tahajjud kemudian membangunkan suaminya, jika menolak, ia memercikan air ke wajah suaminya (HR. Abu Dawud dan an-Nasai)
Penjelasan :
النضح artinya adalah membasahi dan menyiram dengan air. Kata-kata ينضح من بول الغلام artinya kencing anak kecil laki-laki disiram dengan air, seperti dikatkan oleh penulis kitab al-Mishbah al-Munir juz 2 hal 609
Ibnul Jauzi –semoaga Allah merahmatinya berkata dalam kitab “Ahkam an-Nisa” hal. 44, “Waktu paling utama untuk melaksanakan shalat tahajjud adalah pertengahan malam, sedangkan pertengahan akhir malam lebih utama dari awal malam. Tidak baik bagi wanita melakukan sesuatu yang dapat menghalangi kewajibannya memenuhi hak suami, atau yang dapat mempengaruhi (melemahkan) badannya sehingga suaminya tersakiti (dengan tidak maksimal melayaninya). Jika seorang istri tahu bahwa suaminya senang shalat malam, maka ia boleh membangunkannya. Demikian pula, jika seorang suami tahu bahwa istrinya senang shalat malam, maka ia boleh membangunkannya. Kemudian Ibnul Jauzi menyebutkan hadis tersebut.
Sumber :
Dinukil oleh Amar Abdullah bin Syakir dari “ Syarh al-Arba’un al-Uswah Min al-Hadits al-Waridah Fi an-Niswah”, karya : Mansur bin Hasan al-Abdullah.