Alasan Klasik 6 Saya Malu Memakai Hijab Syar’i

Mungkin bagi kita yang memiliki keluarga religius atau tinggal di lingkungan yang menjalankan agama semuanya terasa mudah dan biasa saja, namun bagi sebagian lain atau bahkan kebanyakan orang, menjalankan perintah agama dengan taat itu sangat berat dan penuh tantangan lagi rintangan, jangankan karena cemoohan tetangga, terkadang yang menggerus semangat beragama itu datang dari keluarga sendiri.

Untuk Allah Ta’ala menetapkan pertolongan-Nya bagi mereka yang serius untuk tegak diatas jalan kebenaran, sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Ankabut: 69)

 

Rasa malu adalah baik, dan fitrah seorang manusia, namun bukan malu pada tempatnya jika ternyata ia digunakan untuk membenarkan tindakan yang keliru, karena malu dari hal yang jelek bukan kebenaran. Apalagi untuk meninggalkan kewajiban hanya karena penilaian manusia yang bersifat relatif, bisa jadi sekarang mereka mencemooh, kemudian disebabkan keteguhanmu mereka berpikir dan menarik ucapan mereka, dan orang-orang yang bersamamu di atas kesalahan tidak akan selamanya seiya sekata denganmu, semua bisa berubah dalam sekejap, untuk itu setiap orang harus memiliki sikap dan prinsip, kemudian didukung dengan ketegasan dan keteguhan hati dalam memegangnya, Ulama memberikan petuah:

رضا الناس غاية لا تدرك

“Ridho semua orang atasmu adalah tidak mungkin untuk dicapai”

Maka sebuah hal normal didunia ini ada lovers dan haters, yang jelas apa yang kau lakukan dengan berhijab ini untuk menggapai ridho ilahi, yang mana jika ridho sang khalik yang didapat, maka IA akan menjadikan hati makhluknya cinta kepadamu, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

“Barangsiapa yang mencari ridho Allah walaupun dengannya manusia membencinya, maka Allah akan ridho kepadanya dan menjadikan manusia juga turut ridho kepadanya. Dan barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan cara yang mengundang kemarahan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan menjadikan manusia juga murka dengannya” (HR Ibnu Hibban)

Jadi, mulailah untuk jujur dengan diri sendiri tentang kebutuhan diri dengan Sang Ilahi, bukan kepada siapapun selain-Nya, karena malu untuk membawa kebenaran dan terus menerus mempertahankan kesalahan jelas tidak baik untuk kedepannya, terutama masa depan di akhirat kelak.

Jadi, sampai kapan terus memikirkan penilaian manusia?

Muhammad Hadhrami Achmadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *