Maksiat hanya akan membawa kepada keburukan, orang melakukan maksiat akan mengundang murka Allah SWT. Oleh karena itu jika pada suatu tempat ada maksiat yang dilakukan secara terang-terangan lalu tidak ada seorangpun yang mencegahnya, dikhawatirkan murka Allah akan turun kepada mereka semua.
Paling tidak orang yang melakukan maksiat akan tercegah untuk mendapatkan kedudukan dan pahala yang Allah berikan kepada orang-orang beriman.
Berikut beberapa dampak negatif lanjutan dari artikel-artikel sebelumnya yang disebabkan oleh maksiat yang disebutkan oleh Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitab ‘Al-Jawabul Kafi’
Maksiat akan mengeluarkan seseorang dari cakupan ‘ihsan’
Dalam hadits Jibril Nabi SAW ditanya tentang apa yang dimaksud dengan ‘ihsan’ beliau menjawab:
أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim).
Ini adalah derajat tertinggi seorang muslim setelah islam dan iman. Sehingga orang yang sudah sampai kepada tingkatan ‘ihsan’ dalam beribadah kepada Allah akan beribadah seakan-akan ia melihat Allah SWT, andai ia tidak melihatnya, ia meyakini bahwa Allah SWT senantiasa akan melihatnya, mengetahui apa yang ia lakukan bahkan apayang terlintas dihatinya. Ia yakin bahwa Allah melihat setiap gerak geriknya, ia tak akan berani berbuat dosa karena Allah melihatnya, ia tak akan berani meniggalkan suatu kewajiban yang Allah wajibkan karena Ia yakin Allah melihatnya. Yang ada di hatinya hanyalah Allah, Allah dan Allah. Orang yang sudah mencapai derajat ini dinamakan dengan ‘muhsin’. Allah berfiman:
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (muhsin).” (QS. Ali-Imran: 134).
Inilah kemuliaan tertinggi yang dicapai oleh seorang hamba yang muhsin, yaitu dicintai oleh Allah SWT. Semua orang bisa mengaku cinta kepada Allah, namun tidak semua orang mendapatkan cinta Allah SWT. Lalu apa yang didapatkan oleh orang yang dicintai oleh Allah??
Nabi SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
“…Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya.” (Bukhari No. 6502)
Perbuatan maksiat dapat mengeluarkan seseorang dari cakupan ‘ihsan’. Karena jika ihsan sudah masuk kedalah hati seorang mukmin, ia akan mencegahnya dari maksiat. Seseorang tidak akan menyembah Allah sampai-sampai ia seakan-akan melihatnya kecuali jika hatinya dipenuhi oleh rasa cinta, takut, dan harapan kepada Allah SWT. Dan jika rasa ini sudah mendominasi atau memenuhi relung hati seseorang, ia akan mencegah orang tersebut dari perbuatan maksiat. Sehingga orang yang berbuat maksiat, bisa menjadi tanda bahwa ia sudah keluar dari cakupan ‘ihsan’.
Orang yang bermaksiat dikhawatirkan akan keluar dari barisan orang-orang beriman
Orang yang bermaksiat apalagi jika maksiatnya adalah dosa besar dikhawatirkan akan tereliminasi dari barisan orang-orang beriman dan tidak bisa mendapatkan pahala atau keutamaan orang-orang beriman.
Nabi SAW bersabda:
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah pezina itu berzina ketika dia dalam keadaan beriman, & tidaklah pencuri itu mencuri ketika dia dalam keadaan beriman, tidaklah dia meminum khamr ketika meminumnya sedangkan dia dalam keadaan beriman, & tidaklah dia merampas suatu rampasan yg berharga & menjadi daya tarik manusia ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR. Nasai No.4787).
Jika seseorang sudah tidak termasuk golongan beriman, ia tidak akan mendapatkan pahala dan keutamaan yang Allah peruntukkan bagi orang-orang beriman, padahal keutamaan orang-orang yang beriman banyak sekali disebutkan didalam Al-Qur’an, diantaranya:
-
Mendapatkan pahala yang besar
“Dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’ 146).
-
Di bela oleh Allah SWT.
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. Al-Hajj: 38)
-
Didoakan dan dimintakan ampun oleh para malaikat.
“(malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.” (QS. Ghafir: 7).
-
Mendapatkan kekuatan.
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun: 8).
-
Mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
Ini semua adalah keutamaan-keutamaan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman, dan masih banyak lagi keutamaan lainnya yang disebutkan diberbagai ayat. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa keutamaan-keutamaan orang-orang beriman disebutkan dalam Al-Qur’an sekitar 100 keutamaan yang masing-masing keutamaan lebih baik dari dunia dan seisinya.
Dipetik dari kitab ‘Al-Jawabul Kafi’
Disusun ulang oleh: Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet
1 Komentar