Akhwat Kok Jadi Selebgram? (Bag 2)

Pada bagian pertama telah kita paparkan bahwa pembahasan tentang muslimah bukan pembahasan satu sudut, namun sebuah bentuk kerjasama dan bahu membahu dalam menjalankan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya.

Maka pada bagian ini, kita akan memasuki inti tema, mengapa diangkat dan apa pengaruhnya, baik bagi individu muslimah itu sendiri maupun bagi umat islam secara umum.

Jaman berkembang dengan cepat, bahkan terlalu cepat untuk diikuti satu persatu, sehingga keadaan ini sedikit banyaknya mempengaruhi tatanan kehidupan kita sebagai kaum muslimin, salah satunya yaitu media sosial.

Instagram sebagai salah satu media sosial terpopuler cukup banyak dapat memberikan dampak negatif pada seseorang, sebab instagram sebagai media berbagi foto dan video, dan padanya banyak konten-konten negatif bertebaran, maka seyogyanya seorang muslim sangat berhati-hati jika memang menggunakannya.

Trend berlomba-lomba mendapatkan follower dan like sebanyak-banyaknya adalah salah satu yang merusak sebagian pemuda-pemudi kita, mereka rela melakukan sesuatu yang mengundang takjub meski itu melanggar norma-norma demi follower dan like tadi. Dan sebagian kaum muslimah berhijab lebar yang familiar disebut akhwat terjebak dan tertipu dengan fatamorgana trend negatif ini, sebagian mereka tanpa rasa malu dan sungkan lagi memajang foto diri mereka, memposting kegiatan mereka secara live, dst. Padahal sebagaimana yang mereka juga pahami, bahwa berhijab bukan hanya sebatas menutup tubuh, namun ia merupakan jalan untuk memperbaiki hati dan diri.

Dan seorang muslimah secara asal tidak dibenarkan untuk keluar rumah kecuali untuk kebutuhan penting, sebagaimana firman-Nya:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al Ahzab: 33)

 

Namun sebab penggunaan media sosial yang tak terontrol ini, seorang yang berada didalam rumahnya, bahkan didalam kamarnya pun dapat mengundang mata seluruh orang di dunia tanpa harus keluar darinya.

Dan fenomena ini tidaklah terjadi kecuali karena kadar rasa malu seseorang itu kurang, karena jika rasa malu dan kehormatan itu ada dan dijaga, maka tidak ada alasan bagi seorang wanita yang memantapkan dirinya untuk berhijab lebar untuk menjaga dirinya namun disatu sisi masih memajang dirinya dengar harga follower dan like semata.

Sifat malu adalah fitrah wanita,sebagaimana yang dihikayatkan oleh Al Qur’an tentang 2 orang wanita kakak beradik yang hendak menghampiri Nabi Musa ‘Alaihissalaam:

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا ۚ فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”. (QS Al Qasas: 25)

 

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa rasa malu merupakan fitrah yang turun temurun terjaga, dan tidaklah ada orang yang menanggalkan rasa malunya kecuali hal tersebut menunjukkan kerendahan martabat dirinya:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ.  رواه البخاري

“Sesungguhnya dari apa yang dijaga umat manusia dari para nabi terdahulu adalah ungkapan:

“Apabila engkau tidak malu, silahkan lakukan semaumu”. (HR Al Bukhari)

Sebagian mungkin masih berkilah:

“Mengapa kami tidak boleh memajang foto? Bukankah kami telah memakai hijab sempurna bahkan menutup wajah kami dengan cadar?!”

Maka kita katakan:

“Standar hijab syar’i bukan hanya pada point menutup aurat, namun juga tentang meniadakan sikap ingin diperhatikan, maka baiknya segera jujur pada diri sendiri, alasan apa selain ingin dilihat pada setiap pajangan foto itu?”

Kemudian tentang wajah yang sudah tertutup cadar:

“Sebagian orang diberikan Allah Ta’ala mata yang indah, dan pada mata ini terdapat bahasa yang terkadang lebih menarik daripada ungkapan lisan, maka pada foto-foto selfie akhwat bercadar, bahasa mata inilah yang memainkan peran negatif menarik hati-hati lemah dan sakit dari kaum lelaki”

Maka setelah semua ini, masih relakah engkau memajang tanpa ada privasi lagi apa yang engkau tutup rapi itu?

Muhammad Hadhrami, Mahasiswa Fakultas Syari’ah LIPIA JAKARTA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *