Akan Tetapi Dia Seorang Wanita yang Bijaksana

Sikap Ummu Sulaim ini menjelaskan kepada kita tentang salah satu (contoh) sikap mulia dari sikap-sikap bijaksana, serta perilaku yang mengagumkan dari seorang wanita yang beriman kepada Allah.

Sikap tersebut adalah sikap Ummu Sulaim yang ditunjukkan kepada suaminya, Abu Thalhah ketika anaknya meninggal dunia. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ath-Thayalisi di dalam musnadnya dengan sanad yang shahih, bahwa Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah dan maharnya adalah keislamannya. Dia terus menjadi istrinya hingga memiliki seorang anak laki-laki.

Abu Thalhah sangat mencintainya. Anak itu sakit, Abu Thalhah sangat khawatir terhadap sakit yang diderita anaknya dan takut (akan terjadi sesuatu) pada anaknya. Kemudian di saat pergi ke tempat Nabi anaknya pun meninggal dunia. Ummu Sulaim berkata,”Jangan ada seorang pun yang memberitahu Abu Thalhah tentang kematian anaknya sehingga aku sendiri yang memberitahukan kepadanya.” Kemudian Ummu Sulaim mengurus anaknya dan membaringkannya.

Abu Thalhah datang dari tempat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- kemudian menemuinya, dia bertanya,”Bagaimana keadaan anakku ?” Dia menjawab,”Wahai Abu Thalhah, semenjak dia sakit, tidak pernah merasa lebih tenang daripada saat ini.” Abu Thalhah berkata, “alhamdulillah.” Selanjutnya Ummu Sulaim menyediakan makan malam untuknya, kemudian Abu Thalhah pun makan. Ummu Sulaim memakai minyak wangi lalu menemui Abu Thalhah dan melakukan hubungan intim.

Setelah mengetahui bahwa Abu Thalhah sudah makan dan sudah menggaulinya, dia berkata, “Wahai Abu Thalhah, bagaimanakah pendapatmu jika sebuah kaum meminjamkan sesuatu kepada kaum yang lain, kemudian kaum tersebut mengambilnya kembali, bolehkah kaum yang dipinjami itu menahannya ?” Abu Thalhah menjawab, “ Tidak.”

Selanjutnya dia berkata, “Sesungguhnya Allah azza wajalla telah meminjamkan kepadamu seorang anak, kemudian Dia mengambilnya, maka harapkanlah pahala melalui anakmu dan bersabarlah.”

Abu Thalhah pun marah seraya berkata, “Engkau membiarkanku hingga aku berbuat apa yang telah aku lakukan tadi, lalu engkau memberitahuku tentang kematian anakku.” Lantas pada pagi harinya dia menghadap Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- memberitahukan hal tersebut kepadanya. Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Semoga Allah memberikan keberkahan kepada kalian berdua atas (apa yang telah terjadi) pada kalian berdua tadi malam…al-Hadis.

Lihatlah wahai para wanita ! Semoga Allah mellindungimu, bagaimana Ummu Sulaim memperbagus akhlaknya dan memperindah sikapnya saat anaknya meninggal dunia. Tidak tampak padanya keluh kesah dan kemarahan. Dia tidak segera memberitahukan kepada suaminya yang pada waktu itu tidak berada di rumah, bahwa anaknya yang sangat dia cintai telah meninggal dunia.

Karena kalau tidak seperti ini, pasti dia akan menjadikan suaminya gelisah dan membuatnya tidak bisa makan, tidur, dan menggaulinya dengan tenang. Akan tetapi, dia seorang wanita yang bijaksana, tidak terlihat pada wajahnya sedikitpun kesedihan dan duka karena kematian anaknya. Dia mempersiapkan diri untuk menyambut suaminya setelah menyiapkan makanan untuknya, sehingga ketika hati suaminya telah merasa tenang akan keadaan anaknya, dan telah memenuhi hajatnya, dia telah memperlakukan sesuatu untuknya dengan perlakuan yang sebaik-baiknya agar mendapatkan jawaban yang lebih baik.

Sesungguhnya kita sangat membutuhkan adanya wanita-wanita seperti ini di dalam masyarakat muslim. Karena, jika di dalam sebuah rumah terdapat sikap bijak (hikmah) dan penuh kecerdasan, niscaya ketentraman akan turun, rahmat Allah menyelimuti, sebuah hubungan akan menjadi harmonis, dan kasih sayang pun mewarnai.

Adapun rumah yang di dalamnya terdapat kebodohan, dipenuhi dengan amarah karena suatu sebab yang sepele, perkelahian, pertengkaran, dan panasnya hati. Maka rumah tersebut akan mudah terbakar (hancur) dengan api perkelahian dan panasnya hati. Karena yang memegang kendali rumah tangga pada waktu itu adalah setan yang terlaknat, dan itulah yang sangat disukainya, sebab dia mengetahui bahwa hal itu adalah faktor penyebab hancurnya rumah tangga dan perceraian antara suami dan istri.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita, setiap pasangan hidup dari kalangan kaum muslim untuk menghiasi dirinya dengan sifat dan sikap bijaksana dalam menghadapi setiap problem yang muncul dalam kehidupan rumah tangga. Amin

Wallahu a’lam

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

Durusun Min Hayati Ash-Shahabiyat, Dr. Abdul Hamid as-Suhaibani, (ei.hal, 130-132)

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Instagram @hisbahnet,
Chanel Youtube Hisbah Tv

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *