Ketika berbicara tentang remaja zaman sekarang, pasti sering kita dengar istilah ‘pacaran’. Yaitu suatu ikatan hubungan antara lawan jenis guna untuk saling berbagi cinta dan kasih tanpa ikatan pernikahan. Islam telah mengatur hubungan antara lelaki dan perempuan dengan pernikahan dan mengharamkan perzinahan. Termasuk segala jalan yang menghantarkan kepadanya. Sehingga pacaran juga dilarang dalam Islam karena termasuk mendekati zina.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلاتَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
As-Sa’di menyatakan: “Larangan mendekati zina lebih keras daripada sekedar larangan berbuat zina, karena larangan mendekati zina juga mencakup seluruh hal yang menjadi pembuka peluang dan pemicu terjadinya zina.” (Tafsir As-Sa’di, 457)
Namun sebagian orang mencari celah untuk menghalalkan pacaran dengan macam-macam alasan guna melanggengkan hubungan mereka;
Syubhat pertama, adalah untuk saling menasehati atau saling berta’awun (tolong-menolong) dalam kebajikan dan ketakwaan antara muslim dan muslimah yang mereka sebut dengan istilah ‘Pacaran Islami’. Mereka mengganti kata ‘sayang’ dengan kata ‘akhi’ atau ‘ukhti’, Mereka juga saling mengajak beribadah, seperti saling menelepon membangunkan untuk shalat tahajjud. Bahkan ada diantara sesama penghafal Al-Qur’an yang terjebak kedalam pacaran islami saling menyetorkan hafalan lewat telepon dan sebagainya yang hakekatnya adalah ingin mendengar suara kekasihnya. Sehingga seakan-akan status yang mereka jalin adalah hal positif yang dibenarkan oleh agama karena tujuannya baik.
Sayangnya mereka yang menyuarakan atau mempraktekkan ‘pacaran islami’ tidak menyadari atau sengaja menutup mata bahwa hubungan itu sendiri dilarang oleh Islam bagaimanapun caranya, walaupun mengajak kepada kebaikan sekalipun karena dengan cara yang salah.
Seandainya seseorang yang berpacaran Islami ditanya, ketika mengajak pacarnya berbuat baik apakah ia ikhlas mengharap ridho Allah ta’ala ataukah ia ingin menampakkan perhatian dan kesholehannya kepada sang pacar? Seandainya ia menjawab ikhlas karena Allah, maka ia sama dengan orang yang mencuri untuk bersedekah, walaupun niatnya baik namun prakteknya salah, dan ia tetap terjatuh kepada sesuatu yang haram. Seandainya ia menjawab jawaban yang kedua, berarti ia menggunakan agama sebagai alat untuk menarik hati pacarnya. Dan intinya antara pacaran umum dengan pacaran Islami adalah sama. Karena tidak ada istilah pacaran dalam Islam.
Awal ketertarikan antara lelaki dan perempuan seringkali diawali dari pandangan. Sehingga banyak sekali nash yang memerintahkan untuk menjaga pandangan agar tidak membuka keinginan untuk melangkah lebih lanjut. Karena pandangan adalah awal mula alat bagi setan untuk menjerumuskan seseorang dalam perbuatan zina.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.” (QS. An-Nur: 30-31)
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan syahwat atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi. Adapun jika tidak sengaja maka tidak masalah.
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu‘anhu berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Syubhat kedua, mungkin sebagian orang mengatakan bahwa ketika ia pacaran ia tidak melakukan apa-apa, apalagi sampai berzina, sentuhan saja tidak, tapi Cuma sekedar percakapan biasa guna saling sharing atau saling bertukar fikiran.
Sebagaimana telah kami jelaskna diatas bahwasanya islam mengharamkan segala perbuatan yang membuka pintu menuju zina bahkan walaupun hanya sekedar pandangan. Karena ketika hawa nafsu dituruti, ia tidak akan berhenti disitu, tetaip ia akan meminta yang lebih. Ketika seseorang menuruti hawa nafsunya untuk memandang wanita yang tidak halal baginya, maka hawa nafsu tersebut akan minta untuk terus mendekatinya, berbicara dengannya, sampai kepada puncaknya yaitu berzina.
Pepatah arab berkata:
فَنَظْرَة فَابْتِسَامَة فَكَلَام فَمَوْعِد فَلِقَاء
“Mulai dari pandangan, kemudian senyuman, ucapan, janjian, dan kemudian pertemuan.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَتَمَنَّى وَتَشْتَهِيْ، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya.” (HR. Al-Bukhari, no. 6243).
Ibnu Batthal menjelaskan: “Zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan.” (Syarh Shahih Al- Bukhari, 9/23).
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan zina mata, zina telinga dan sebagainya adalah zina maknawi yang pelakunya mendapat dosa namun tidak dicambuk atau dirajam seperti zina hakiki yang dilakukan oleh kemaluan.
Syubhat ketiga, terkadang dengan berpacaran islami, kedua belah pihak tidak saling bertemu, tapi berhubungan melalui telepon. Walaupun pada hakekatnya mereka tidak bertemu, namun mereka bisa masuk kedalam larangan zina lisan dan khalwat. Karena satu sama lain seringkali saling melembutkan suara dan bernikmat-nikmat dengan mendengar suara pasangannya tanpa diketahui oleh orang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad & Tirmidzi)
Islam juga melarang wanita melembutkan suara ketika berbicara dengan lelaki karena bisa menimbulkan sesuatu di hati sang lelaki.
Allah berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا.
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS. Al-Ahzab: 32)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita.” (HR. Al-Bukhari 5096, Muslim 2740)
Alangkah beratnya tantangan godaan bagi remaja dalam menjaga iffahnya. Sebagai orang yang normal, ia mempunyai keinginan terhadap lawan jenis namun ia belum biasa menyalurkannya. Oleh karena itulah remaja yang tetap tegar menjaga dirinya dari pandangan sampai hatinya ditengah-tengah maraknya godaan dan bergejolaknya keinginan, Allah golongkan ia dengan tujuh golongan orang yang mendapatkan naungan di hari kiamat.
Dua dari tujuh golongan yang dijanjikan akan mendapatkan naungan di hari kiamat adalah:
وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ
“…Pemuda yang tumbuh (dengan senantiasa) beribadah kepada Allah serta laki-laki yang diajak oleh wanita yang berpangkat dan jelita (tetapi) ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Lalu bagimana solusinya?
Islam memberi cara yang halal dan mulia bagi pria ataupun wanita untuk menjalin hubungan yang diridhai oleh Allah subhanahu wata’ala, bahkan hubungan tersebut sebagai pelengkap separuh agama dan terhitung sebagai bentuk ibadah disisi-Nya. Yaitu dengan menikah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصّومِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Semoga Allah ta’ala memberikan ketegaran kepada para remaja untuk menjaga kehormatan dan kemuliaannya, dan semoga Allah ta’ala memberi kemudahan bagi para remaja yang ingin menikah untuk segera menikah.
Penyusun : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet