Hukum Seputar Shalat Untuk Wanita (Bagian 2)

Pada tulisan sebelumnya telah penulis sebutkan beberapa hukum khusus bagi kaum wanita terkait dengan masalah shalat. Satu di antaranya bahwa pada dasarnya Anda sebagai hamba perempuan Allah tidaklah terlarang untuk ikut serta datang ke masjid dalam rangka mengikuti shalat berjama’ah. Hanya saja, ketika engkau melakukan shalat-shalat wajib tersebut di rumahmu itu adalah lebih baik, sebagaimana yang dituturkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nah, berikut adalah masih ada kaitannya dengan kehadiran Anda di masjid untuk shalat berjama’ah dan satu poin tentang beda antara wanita dan laki-laki dalam kasus shalat berjama’ah.

Adab ke Masjid bagi Kaum Wanita

Bila seorang wanita keluar ke masjid untuk melaksanakan shalat, hendaklah ia memperhatikan beberapa adab berikut ini :

  1. Hendaknya menutup aurat dengan baju dan hijab secara sempurna ‘Aisyah berkata:

كان النِّساءُ يصلِّين مع رسول الله ثمَّ ينصرفن متلفعاتٍ بمروطهنَّ ما يُعرفن من الغلس

Dulu kaum wanita shalat (berjama’ah) bersama Rasulullah. (Seusai salam) mereka segera beranjak pergi (meninggalkan tempat) dalam keadaan menutupi wajah-wajah mereka dengan kain, mereka tak dikenali karena kondisi malam yang masih cukup gelap (Muttafaq ‘alaihi)

  1. Keluar rumah dengan tidak mengenakan wewangian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا تمنعوا إماء الله مساجد الله وليخرجن تفلاتٍ” رواه أحمد وأبو داود.

Janganlah kalian mencegah hamba perempuan Allah (dari mendatangi) masjid-masjid Allah, hendaklah mereka keluar dalam keadaan tafulat (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

 

Makna “ tafulat “, yakni,   غير متطيبات (tidak mengenakan minyak wangi). Imam Muslim meriwayatkan hadis Zaenab istri Ibnu Mas’ud:

إذا شهدت إحداكن المسجد فلا تمس طيباً

Jika salah seorang dari kalian (kaum wanita) hendak hadir ke masjid (untuk shalat) maka janganlah ia mengenakan wewangian.

Imam asy-Syaukani di dalam Nail al-Authar mengatakan dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa keluarnya kaum wanita ke masjid itu hanya dibolehkan bila tidak diiringi dengan sesuatu yang berpotensi menimbulkan fitnah atau yang dapat mendorong terjadinya fitnah seperti Bukhur. Dan, beliau mengatakan, ‘dan terdapat beberapa riwayat hadis bahwa izin bagi kaum wanita dari kaum lelaki untuk pergi ke masjid dengan catatan bila mana keluarnya mereka (kaum wanita) tersebut tidak mendorong timbulnya fitnah baik karena (mengenakan) minyak wangi atau, berdandan atau apapun bentuk berhias. Selesai perkataan beliau.

  1. Hendaknya tidak keluar dalam keadaan berhias dengan pakaian dan perhiasan Ummul Mukminin Aisyah-semoga Allah meridhainya berkata:

لو أنَّ رسول الله رأى من النساء ما رأينا لمنعهنَّ من المسجد كما منعت بنو إسرائيل نساءها, متفق عليه .

Kalaulah Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- melihat kondisi kaum wanita seperti yang kami lihat (di zaman kami ini) niscaya beliau akan melarang mereka (kaum wanita tersebut) dari ikut hadir ke masjid, seperti halnya bani Israil memencegah wanita mereka. (Muttafaq ‘Alaih)

Imam Syaukani –dalam Nailul Autar– mengomentari ucapan Aisyah, “لو رأى ما رأينا” (kalaulah beliau menyaksikan apa yang kami saksikan), yakni, berupa bagusnya pakaian yang dikenakan mereka (kaum wanita), (betapa) luar biasa perhiasan yang mereka kenakan, dan betapa luar biasanya pula mereka bertabarruj. Karena, dulu (pada zaman Nabi) kaum wanita keluar rumahnya (menuju ke Masjid) hanya dengan mengenakan kain yang dapat menutup kepala dan wajah mereka serta mengenakai pakain yang berbahan cukup tebal.

Al-Imam Ibnul jauziy-semoga Allah merahamtinya- di dalam kitab, “Ahkamu an-Nisa” hal. 39 mengatakan, “hendaknya seorang wanita waspada dari keluar rumah sebisa mungkin, agar dirinya selamat dan tidak membuat khalayak tidak selamat kerena dirinya. Bila mana mengharuskannya untuk keluar dengan seizin suaminya, hendaklah ia keluar rumah dalam keadaan biasa. Hendaknya ia mengambil jalan pada tempat-tempat yang lengang, tidak berjalan di jalan-jalan umum, pasar-pasar, hendaknya ia menjaga suaranya agar tidak terdengar, dan hendaknya pula ia berjalan di tepi-tepi jalanan bukan di tengahnya. Selesai perkataan beliau.

Demikianlah beberapa adab yang hendaknya engkau perhatikan. Sekali lagi, penulis katakan, “ engkau hadir ke masjid untuk ikut serta shalat berjama’ah tidak ada masalah, namun hendaklah engkau perhatikan adab-adab ketika kehadiranmu di masjid.

Beda antara wanita dan laki-laki dalam shalat berjama’ah

  1. Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ (3/477) mengatakan:

ويخالف النساء الرجال في صلاة الجماعة في أشياء أحدها : لا تتأكد في حقهن كتأكدها في الرجال الثاني: تقف إمامتهن وسطهن الثالث : تقف واحدتهن خلف الرجل لا بجنبه بخلاف الرجل الرابع : إذا صلين صفوفا مع الرجال فآخر صفوفهن أفضل من أولها

Kaum wanita menyelisihi kaum lelaki dalam kasus shalat berjam’ah dalam beberapa perkara;

Pertama, tidak sedemikian ditekankan bagi kaum wanita untuk melakukannya. Berbeda dengan kaum lelaki di mana hal ini sangat ditekankan bagi mereka.

Kedua, imam dilakangan kaum wanita berdiri di tengah-tengah makmumnya.

Ketiga, jika seorang wanita sendirian menjadi makmum dalam salat berjama’ah dengan imam seorang lelaki, maka ia (si wanita) berdiri di belakang laki-laki tersebut, ia tidak berdisi di samping lelaki tersebut. Berbeda halnya dengan lelaki yang hanya seorang saja (bila ia menjadi makmum dalam shalat berjama’ah)

Keempat, bila beberapa wanita shalat beberapa shaf berjama’ah bersama dengan kaum laki-laki, maka shaf (barisan) yang akhir mereka lebih baik dari barisan yang pertama.

Sumber :

Diringkas oleh Amar Abdullah bin Syakir dari bahasan أحكام تختص بالمرأة في صلاتها dalam kitab Linnisa-i Faqath Ahkamu Syar’iyyah-Aadaab Islamiyah-Nasha-ih Wa Taujihaat, pengarang : Abdullah bin Ahmad al-Alaf al-Ghamidi. Penerbit : Daar ath-Tharafain.

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *