الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
( Qs.al An’am : 82)
Al Hafizh ibnu Katsir – rahimahullah- mengatakan,
أي: هؤلاء الذين أخلصوا العبادة لله وحده لا شريك، له، ولم يشركوا به شيئا هم الآمنون يوم القيامة، المهتدون في الدنيا والآخرة
“ yakni : mereka orang-orang yang mengikhlashkan ibadah hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu baginya, dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun, merekalah orang-orang yang merasa aman pada hari kiamat dan yang mendapatkan petunjuk di dunia dan di akhirat.”
Dari Abdullah, ia mengatakan, tatkala turun ayat, ‘
{ وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ }
“ (dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ) para sahabat beliau – shallallahu ‘alaihi wasallam- mengatakan, “ siapakah orangnya di antara kita yang tidak berbuat zhalim terhadap dirinya ? maka turunlah ayat,
{ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ } [لقمان: 13]
“sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Qs. Luqman : 13) (HR. Al-Bukhari, no.4629 )
dalam al Musnad, imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Abdullah, ia mengatakan, tatkala turun ayat ini
{ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ }
“Hal tersebut terasa berat dirasakan oleh orang-orang, dan mereka mengatakan, wahai rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak menzhalimi dirinya ? beliau menjawab, “ sesungguhnya bukan seperti yang kalian sangka ! belumkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh seorang hamba yang shalih, “
{ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ } إنما هو الشرك”
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” ( Qs. Luqman : 13), sesungguhnya yang dimaksud dengan hal tersebut adalah “ kesyirikan”.
Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari hadits Muhammad bin Ma’la ( ia berkata ) : menceritakan kepada kami Ziyad bin Khoitsamah dari Abu Dawud dari Abdullah bin Umar, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : barasiapa diberi lalu ia bersyukur, tidak diberi lalu bersabar, berbuat zhalim lalu ia beristighfar ( memohon ampun ), dizhalimi lalu ia memaafkan “ dan beliau diam, para sahabat berkata, “ wahai rasulullah apa yang akan ia dapatkan ? beliau berkata,
{ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ } ]
“mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Qs.al An’am : 82)
Abu Ja’far ath Thobari di dalam tafsirnya, “ Jami’ al Bayan fii Ta’wiil al Qur’an “ mengatakan, “ para ahli ta’wil berbeda pendapat tentang sesuatu yang Allah beritakan, dalam ayatnya, yakni :
“الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم”
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman.”
Sebagian mereka mengatakan, “ ini adalah fashlul Qodha “ dari Allah antara Ibrahim – khalilullah dan orang yang mendebatnya dari kaumnya yang menyetukan Allah, tatkala Ibrahim mengatakan kepada mereka, “
وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ [الأنعام : 81]
“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui? ( Qs.al An’am : 81)
Maka Allah berfirman apa yang Dia sebutkan sebagai pemutus antara ibrahim dan orang-orang musyrik tersebut “ Orang-orang yang membenarkan Allah dan mengikhlashkan ibadah kepadaNya dan tidak mencapuradukan peribadahan mereka dan pembenaran mereka kepadanya dengan kezhaliman, yakni : dengan “ kesyirikan”, ia tidak melakukan penyekutuan dalam ibadahnya sedikitpun, kemudian mereka menjadikan ibadahnya murni bagi Allah adalah lebih berhak mendapatkan rasa aman dari siksaNya yang tidak disukai hambaNya dari pada orang-orang yang menyekutukanNya dengan patung-patung di dalam peribadatan mereka, maka mereka ini adalah orang-orang yang ketakutan terhadap azabnya yang tidak disukai. Di dunia, mereka merasa ketakutan sebagai akibat murka Allah kepada mereka. Sedangkan di akhirat mereka benar-benar akan merasakan pedihnya siksa Allah.
Pelajaran dari ayat :
Di antara pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat tersebut di atas yaitu :
- Ayat ini mengindikasikan adanya model keimanan kepada Allah, yaitu : ada keimanan yang murni, yaitu : keimanan yang tidak dicampuri oleh unsur kesyirikan sedikitpun dan ada keimanan yang tidak murni, yaitu : keimanan yang bercampur dengan kesyirikan.
- Keimanan yang murnilah yang akan mendatangkan keuntungan kepada pelakunya.
- Di antara keuntungan yang akan didapatkan oleh orang yang beriman dengan keimanan yang murni adalah rasa aman dan petunjuk.
- Orang yang mencampuradukkan keimanan mereka dengan kesyirikan, tidaklah termasuk orang yang akan mendapatkan keamanan dan tidak pula mendapatkan petunjuk.
- Mencapur adukan keimanan dengan kesyirikan merupakan kezhaliman.
- Peringatan kepada seorang hamba agar tidak mengotori kemurnian imannya dengan kesyirikan.
Sumber :
- Tafsir al Qur’an al ‘Azhim, Abu al Fida Isma’iil bin Umar bin Katsir al Qurosyi ad Damsyiqi ( 700 – 774 H), tahqiq : Sami bin Muhammad Salamah, pent. Daar ath Thoyyibah Linnasyr wa at Tauzi’, cet. II tahun 1999 M / 1420 H.
- Jami’ al Bayan Fii Ta’wiili al Qur’an, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Gholib al Aamaliy, Abu Ja’far ath Thobari ( 224 – 310 H), tahqiq : Ahmad Muhammad Syaki, pent. Muassasah ar Risalah, Cet.I tahun 2000 M / 1420 H
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah
Twitter @hisbahnet, Google+ Hisbahnet