Pembaca yang budiman….
Berziarah kubur adalah sesuatu yang disyari’atkan di dalam agama berdasarkan (dengan dalil) hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan ijma’ (kesepakatan).
Dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beliau bersabda :
إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
”Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan”. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan oleh Imam Abu Daud (2/72 dan 131). Persoalannya adalah apa yang disyariatkan dan apa pula yang terlarang ? inilah bahasan tulisan ini.
Yang disyariatkan adalah :
- Dilakukan kapan saja. Karena tidak adanya dalil yang menunjukkan tentang adanya waktu khusus atau afdhol ( paling utama) untuk berziarah kubur.
Ketika Syaikh Doktor Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan ditanya tentang waktu/hari yang afdhal untuk berziarah, beliau berkata : “Tidak ada waktu khusus dan tidak ada waktu tertentu untuk berziarah kubur”. Lihat Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan : 2/166.
2. Memberi salam kepada penghuni kubur (muslimin) dan mendo’akan kebaikan bagi mereka.
3. Tidak berjalan di atas kuburan dengan mengenakan sandal. Hal ini berdasarkan hadits Basyir bin Khashashiah :
بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِيْ إِذْ حَانَتْ مِنْهُ نَظَرَةٌ فَإِذَا رَجُلٌ يَمْشِيْ بَيْنَ الْقُبُوْرِ عَلَيْهِ نَعْلاَنِ فَقَالَ يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau memandang seorang laki-laki yang berjalan diantara kubur dengan mengenakan sandal, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda : “Wahai pemilik (yang memakai) sandal celakalah engkau lepaskanlah sandalmu”. Maka orang itu memandang tatkala ia mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ia melepaskan kedua sandalnya dan melemparkannya. Diriwayatkan oleh Abu Daud 2/72, An-Nasa`i 1/288, Ibnu Majah 1/474, Al-Hakim 1/373 dan dia berkata : “Sanadnya shahih”, dan disepakati oleh Adz-Dzahaby dan dikuatkan (diakui) oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bary 3/160).
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan diantara kuburan dengan sandal” (Fathul Bary 3/160). Berkata Syaikh Al-Albany : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan di atas kuburan dengan memakai sandal. Lihat Ahkamul Janaiz 252).
4. Tidak duduk atau bersandar pada kuburan.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Marbad radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
لاَ تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan melakukan shalat padanya”. Dikeluarkan oleh Imam Muslim 2/228.
5. Dibolehkan bagi peziarah untuk mengangkat tangannya ketika berdo’a untuk penghuni kubur.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam keluar pada suatu malam, maka aku (‘Aisyah) mengutus Barirah untuk membuntuti kemana saja beliau (Rasulullah) pergi, maka Rasulullah mengambil jalan ke arah Baqi’ Al-Garqad kemudian beliau berdiri pada sisi yang terdekat dari Baqi’ lalu beliau mengangkat tangannya, setelah itu beliau pulang, maka kembalilah Barirah kepadaku dan mengabariku (apa yang dilihatnya). Maka pada pagi hari aku bertanya dan berkata :
Wahai Rasulullah keluar kemana engkau semalam ? Beliau berkata : “Aku diutus kepada penghuni Baqi’ untuk mendo’akan mereka. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/92) dan sebelumnya oleh Imam Malik pada kitabnya (Al-Muwatha` (1/239-240)).
6. Ketika mendo’akan penghuni kubur tidak menghadap kekuburan melainkan menghadap kiblat. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melarang ummatnya shalat menghadap kubur dan karena do’a adalah intinya ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah”. Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy (4/178,223) dan Ibnu Majah (2/428-429).
Adapun beberapa hal yang terlarang yaitu :
1) Berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang yang dicintainya dipekuburan atau di dekat sebuah kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa berdo’a dipekuburan atau pada kuburan seseorang tertentu afdhal (lebih utama) dan lebih mustajab daripada berdo’a di mesjid. Dan ini adalah bid’ah munkarah, haram hukumnya.
2) Berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mengambil perantara jah (kedudukan) penghuni kubur atau haknya. Seperti dia berkata : “Aku memohon pada-Mu wahai Rabbku berikanlah …(sesuatu)… dengan jah (kedudukan) penghuni kuburan ini atau dengan haknya terhadap-Mu, atau dengan kedudukannya disisi-Mu” ; atau yang semisalnya. Dan ini adalah bid’ah muharramah dan haram hukumnya, sebab perbuatan tersebut adalah sarana/jalan yang mengantar kepada kesyirikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
3) Menyembelih untuk penghuni kubur,
4) Menunaikan nadzar kepadanya,
5) Memberikan persembahan kepada penghuni kubur yang disertai dengan keyakinan dan perasaan cinta dan atau berharap dan atau takut terhadap penghuni kubur
6) Meminta pertolongan untuk mendapatkan kebaikan (Isti’anah) atau untuk lepas dari kesulitan (istighotsah) pada penghuni kubur,
7) Thawaf pada kuburan,
8) dan ibadah lainnya yang ditujukan untuk penghuni kubur.
9) Shalat dikuburan, meskipun tidak menghadap padanya, berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry :
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi ini semuanya adalah mesjid (tempat shalat) kecuali pekuburan dan kamar mandi”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no.317, Ibnu Majah 1/246 no.745, Ibnu Hibban 8/92 no.2321.
10 Menjadikan kuburan sebagai tempat peringatan, dikunjungi pada waktu-waktu tertentu dan pada musim-musim tertentu untuk beribadah disisinya atau untuk selainnya.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat peringatan dan janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan dimanapun kalian berada bershalawatlah kepadaku sebab shalawat kalian akan sampai kepadaku”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/367, Abu Daud no.2042. (Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz dan kitab Min Bida’il Qubur).
11. Melakukan perjalanan (bersafar) dengan maksud hanya untuk berziarah kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ وَلَفْظُهُ ” إِنَّمَا يُسَافَرَ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِيْ وَمَسْجِدِ إِيْلِيَاءَ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid : Al-Masjidil Haram dan Masjid Ar-Rasul dan Masjid Al-Aqsho”. Dikeluarkan oleh Imam Bukhary dan Muslim dengan lafazh “safar itu hanyalah kepada tiga mesjid (yaitu) Masjid Al-Ka’bah dan Mesjidku dan Masjid Iliya`”.
12. Membaca Al-Qur`an dikuburan.
Membaca Al-Qur`an dipekuburan adalah suatu bid’ah dan bukanlah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Bahkan petunjuk (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam adalah berziarah dan mendo’akan mereka, bukan membaca Al-Qur`an.
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surah Al-Baqarah”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 780.
Pada hadits ini terkandung pengertian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memerintahkan ummatnya agar membaca Al-Qur`an di rumah-rumah mereka (menjadikan rumah-rumah mereka sebagai salah satu tempat membaca Al-Qur`an), kemudian beliau menjelaskan hikmahnya, yaitu bahwa syaithan akan lari dari rumah-rumah mereka jika dibacakan surah Al-Baqarah.
13. Mengeraskan suara di kuburan.
Qais bin Abbad mengatakan, “Adalah shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menyukai merendahkan suara dalam tiga perkara : dalam penerangan, ketika membaca Al-Qur`an dan ketika di dekat jenazah-jenazah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.11201. Lihat Min Bida’il Qubur hal.88.
14. Memasang payung. Lihat Min Bida’il Qubur hal 93-94.
15. Menanaminya dengan pohon dan kembang.
16. Menyiraminya dengan air
17. Menaburkan kembang padanya.
18. Berziarah kubur setelah hari ke-3 dari kematian dan berziarah pada setiap akhir pekan kemudian pada hari ke-15, kemudian pada hari ke-40 dan sebagian orang hanya melakukannya pada hari ke-15 dan hari ke-40 saja. (Kitab Ahkamul Jana`iz).
19. Menziarahi kuburan kedua orang tua setiap hari jum’at (kitab Ahkamul Jana`iz).
20. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari ‘Asyura`. (Al-Madkhal 1/290).
21. Mengkhususkan ziarah pada malam nisfu sya’ban (Al-Madkhal 1/310, Talbis Iblis hal.429).
19. Bepergian ke pekuburan pada 2 hari raya ‘Ied (‘Iedhul Fithri dan ‘Iedhul Adha). (Ahkamul Jana`iz hal.325).
20. Bepergian kepekuburan pada bulan-bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan (Ahkamul Jana`iz hal.325).
21. Mengkhususkan berziarah kubur pada hari senin dan kamis (Kitab Ahkamul Jana`iz hal.325).
22. Berdiri dan diam sejenak dengan sangat khusyu’ di depan pintu pekuburan seakan-akan meminta izin untuk masuk, kemudian setelah itu baru masuk ke pekuburan (Ahkamul Jana`iz hal.325).
23. Membacakan surah Al-Fatihah untuk para mayit. (kitab Ahkamul Jana`iz 325).
34. Mengusap-usap kuburan dan menciumnya. (Iqtidha` Ash-Shirathal Mustaqim karya Ibnu Taimiyah, Al-I’tishom karya Asy-Syathiby).
35. Berziarah kekubur para nabi dan orang-orang shaleh dengan maksud untuk berdo’a disisi kuburan mereka dengan harapan terkabulnya do’a tersebut. (Ar-Raddu ‘Alal Bakry hal.27-57).
36. Keluar dari kuburan (pekuburan) yang diagungkan dengan cara berjalan mundur. (Al-Madkhal 4/238). Allahu a’lam ( Abu Umair )
Sumber : disarikan dari berbagai sumber