Ketika seorang da’i berantusias untuk mengajak orang-orang sekitarnya melaksanakan amalan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar (amar ma’ruf nahi mungkar), terkadang ia lupa akan dirinya sendiri. Sehingga terkadang timbul pertanyaan; adakah amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri?
Sebenarnya jika kita merenungi isi Al-Qur’an kita akan mendapatkan bahwa isinya penuh dengan perintah dan larangan. Orang yang takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan taat akan segala perintah dan larangannya akan merasa bahwa dirinya adalah orang pertama yang dituntut untuk tunduk kepada seluruh larangan dan perintah Allah sebelum menyuruh orang lain, sehingga ia akan memperhatikan dirinya dahulu, namun bukan berarti ia meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar dengan alasan dirinya sendiri belum bisa istiqamah.
Ketika kita melaksanakan perintah Allah disaat malas menggandrungi diri kita ataupun menahan hawa nafsu dari segala larangan Allah walaupun hawa nafsu bergejolak, maka sebenarnya saat itu kita sedang amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri. Sehingga amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri itu ada, justru ia lebih ditekankan sebelum mengajak orang lain.
Allah berfirman:
وَأَمَّا مَن خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفسَ عَنِ ٱلهَوَىٰ . فَإِنَّ ٱلجَنَّةَ هِيَ ٱلمَأوَىٰ .
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at: 40 41).
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa syarat mendapatkan surga adalah takut kepada Allah, dan menahan hawa nafsu; yaitu segala sesuatu yang disenangi oleh jiwa manusia dan bertentangan dengan agama.
Allah mencela orang-orang yang mengajak orang lain kepada kebaikan namun lalai terhadap dirinya sendiri, Allah berfirman:
أَتَأمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلبِرِّ وَتَنسَونَ أَنفُسَكُم وَأَنتُم تَتلُونَ ٱلكِتَٰبَ أَفَلَا تَعقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir.?” (QS. Al-Baqarah: 44).
Ibnu Juraij menafsirkan, “orang-orang ahlul kitab terdahulu (Yahudi & Nasrani) dan orang-orang yang munafik mengajak orang lain berpuasa dan shalat sedang diri mereka sendiri tidak melaksanakan apa yang mereka ajak itu, oleh karena itu mereka dicela oleh Allah. Maka dari itu, orang yang mengajak kepada kebaikan hendaknya menjadi orang yang paling pertama melakukannya.”
Diantara cara yang sering digunakan setan untuk menggelincirkan seorang dai adalah dengan membesar-besarkan kesalahan orang lain dimatanya dan meremehkan kesalahannya dimatanya, bahkan bisa jadi ia tidak menyadari akan kekurangan dirinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hurairah radhyallahu’anhu, “seorang diantara kalian melihat kotoran dimata saudaranya namun ia lengah terhadap kayu besar yang ada di depan matanya.”
Seorang pepatah mengatakan, “semut yang jauh tampak terlihat dan gajah didepan mata tak tampak.”
Ini adalah gambaran bagi orang yang melihat kekurangan-kekurangan orang lain namun ia tak sadar akan kekurangan-kekurangan dirinya yang bisa jadi jauh lebih parah dibanding orang lain.
Kesimpulannya adalah amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri itu ada dan lebih ditekankan sebelum amar ma’ruf nahi mungkar kepada orang lain. Ketika kita bangun untuk shalat subuh dan melawan hawa nafsu yang menarik kita untuk melanjutkan tidur, maka saat itu kita sedang melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri, ketika kita menahan pandangan dari wanita yang tidak halal untuk kita pandang, maka saat itu kita sudah melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri kita sendiri.
Penulis: Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet