Bertakwalah kepada Allah dan bersyukurlah pada-Nya atas nikmat berupa anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.
Anak merupakan cobaan dan ujian bagi hamba-hamba-Nya. Di antara mereka ada yang anaknya menjadi penyejuk mata. Di sisi lain, ada yang anaknya hanya menjadi penyesalan di dunia dan akhirat. Karena, tidak mendidik dan tidak menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai orang tua. ia menyia-nyiakan hak yang telah ditetapkan oleh Allah untuk anak, sehingga anak-anaknya pun menyia-nyiakan hak yang ditetapkan oleh Allah untuk orang tuanya. Tidak ada gunanya si anak bagi orang tuanya di dunia maupun di akhirat. Jadilah dia orang yang rugi.
Perlu diingat bersama, bahwa Allah telah menitipkan anak dan keluarga kepada kita. Allah juga memerintahkan kita untuk menjaga mereka dari berbagai kerusakan, dan mengarahkannya pada kebaikan.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang padanya ada para malaikat yang keras lagi kasar yang tak pernah mendurhakai Allah pada segala yang Allah perintahkan pada mereka dan senantiasa melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (at-Tahrim: 6)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka yang amat mengerikan. Hal ini tidak mungkin dilakukan melainkan dengan menjaga diri dan keluarga dari berbagai kerusakan dan senantiasa melakukan kebaikan. Namun, sudahkah kita mewujudkan semua ini? Sudahkah kita menjaga, mengarahkan, dan mendidik anak-anak semaksimal mungkin? Sudahkah kita tunaikan semua faktor yang mendatangkan kebaikan bagi mereka? Sudahkah kita mengawasi gerak-gerik dan diam mereka? Sudahkah kita memerhatikan seluruh tindak-tanduk, baik ucapan, perbuatan, pulang, maupun pergi mereka? Ataukah kita justru melalaikan semua itu, tenggelam dalam kesibukan mencari serpihan dunia, atau merasa malas mengawasi dan tak pernah memperdulikannya?
Kalau bukan kita yang mengurusi mereka, siapa lagi?
Kalau bukan kita yang mendidik dan memperbaiki akhlak, siapa lagi?
Adakah orang lain yang tidak memiliki hubungan apapun dengan anak, akan melakukan semua itu?, sedangkan kita tidak tahu bagaimana pemikiran dan akhlak mereka.
Allah menitipkan anak-anak kepada kita agar kita benar-benar mendidik dan senantiasa menjaga mereka serta menunaikan amanat ini. Hal ini karena pada umumnya anak-anak itu lemah, membutuhkan uluran tangan. Mereka belum mampu memberikan kebaikan untuk dirinya sendiri. Maka dari itu, takutlah kepada Allah akan tanggungjawab ini, karena kelak Allah akan menanyainya.
Jika kita perhatikan keadaan masyarakat kita, kebanyakan orang mempunyai ambisi terhadap harta lebih besar daripada perhatiannya terhadap keluarga. Dia menyibukkan badan dan pikiran untuk harta, agar dapat menghasilkan harta lebih banyak, mengembangkan, mengelola, dan menjaganya. Adapun keluarga, tidak pernah diperhatikan. Tidak pernah pula ia tanyakan. Ia tidak pernah juga mencari tahu tentang aktivitas dan teman anak-anaknya.
Ini kesalahan besar! Ambisi untuk memperbaiki keluarga lebih wajib dan harus lebih nyata. Memerhatikan anak-anak lebih penting karena kebaikan mereka adalah kebaikan generasi masa depan, sedangkan rusaknya mereka adalah kerusakan generasi mendatang. Apakah kita rela nanti akan tumbuh dari kita generasi-generasi yang melalaikan agama dan akhlak mulia?
Sumber :
Disarikan dari “Ri’ayatul Aulad”, dalam adh-Dhiya’ul Lami’ minal Khuthabil Jawami’ hlm. 98—100, karya : Syaikh Muhamamd bin Shalih al-Utsaimin, semoga Allah. Dengan gubahan
Penulis: Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet