Persiapan merupakan hal wajar sebelum seseorang hendak menempuh perjalanan. Bahkan, persiapan itu merupakan keharusan. Apalah jadinya bila seorang yang hendak melakukan perjalan panjang sementara ia tidak mempersiapkan diri dengan menyiapkan bekal apa saja yang akan dibutuhkannya nanti dalam perjalanan? nampaknya ia akan kerepotan dan kesulitan. Ya, kalau diperjalanan ada yang memberikan bantuan atau pertolongan. Mungkin saja kesulitan itu akan hilang. Namun, apakah kita tahu bahwa diperjalan kita nantinya akan ada yang bermurah hati memberikan pertolongan kepada kita?.
Hal ini memberikan Gambaran kepada kita akan pentingnya sebuah persiapan sebelum menempuh perjalanan jauh. Demikian halnya ketika seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, maka persiapan sangat dibutuhkan. Jika persiapan itu tidak diupayakannya maka kemungkinan besar kegagalan yang akan menyapanya. Lain halnya bila persiapan secara baik telah dilakukan, maka peluang untuk sukses itulah yang nampak di depan mata.
Kematian itu juga ternyata ada ujian, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah azza wajalla:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)
Maha suci Allah yang menguasai (segala) kerajan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara yang lebih baik amalnya. Dan dia maha perkasa lagi Maha Pengampum. (Qs. Al-Mulk : 1-2)
Maka dari itu, merupakan keharusan bagi setiap yang hidup untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Bahkan, persiapan itu dilakukan harus secara optimal. Mengapa? paling tidak ada dua alasan :
Pertama, kematian itu sesuatu yang pasti datangnya. kematian itu datangnya secara tiba-tiba, dan tak seorang pun yang mengetahui kapan kedatangannya. Ia adalah bagian dari perkara ghaib yang hanya Allah saja yang mengetahuinya kapan kedatangannya, di mana saja seorang tengah berada mungkin ia datang secara tiba-tiba. Allah azza wajalla mengabarkan:
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh. (Qs. An-Nisa : 78)
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang Hari Kiamat; dan Dia menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tak seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Luqman : 34)
Kedua, kematian merupakan perjalanan yang panjang. Perjalanan yang hanya Allah yang tahu secara pasti berapa lamanya. Bahkan itu adalah perjalanan menuju kehidupan yang kekal abadi. Allah azza wajalla berfirman:
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.(Qs. Al-Ankabut : 64)
Persiapan Setiap Saat
Oleh karena itu, maka persiapan harus dilakukan setiap saat, tidak mengenal waktu karena kematian itu juga tidak kenal waktu dan tempat kedatangannya, ia menjemput kapan saja dan dimana saja hanya Allah yang tahu saatnya dan tempatnya. Oleh karenanya, Rasulullah –shallallahu ‘alahi wasallam– mengisyaratkan hal ini di dalam hadisnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: ” اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ “
Dari Ibnu Abbas- semoga Allah meridhonya-, ia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada seorang lelaki dan beliau memberikan wejangan kepadanya, “manfaatkallah sebaik mungkin lima perkara sebelum (datang) lima perkara ; (yaitu) masa mudamu sebelum tiba masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. Al-Hakim di dalam al-Mustadrak, no.7846).
Dan, untuk mendorong serta mengingatkan manusia agar selalu mempersiapkan diri menghadapi kematian dan kehidupan setelahnya, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– sering memerintahkan agar banyak mengingat kematian itu sendiri. Karena dengannya seorang turus teringatkan dengan kehidupan hakiki lagi abadi setelah kehidupan fana di dunia ini sehingga ia pun akan termotivasi dan terdorong untuk mempersiapakan dirinya dengan mengumpulkan bekal-bekal perjalanannya sebanyak mungkin.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: ((قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ)) .
Dari Abu Hurairah-semoga Allah meridhainya-, ia berkata, adalah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– sering mengatakan, “perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur(pemutus) kenikmatan/kelezatan. (HR. Ibnu Hibban di dalam Shahihnya, no.2995).
Penghancur/pemutus kelezatan yang dimaksud yaitu kematian. Tidak diragukan bahwa kematian itu akan memutus kelezatan kehidupan di dunia. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan.
Apa bekal yang harus dipersiapan?
Pembaca yang budiman, lalu apa bekal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi kematian dan perjalanan yang panjang setelahnya sehingga ia akan sampai pada tujuannya dengan aman dan merengkuh kehidupan yang membahagiaan di tempat tujuannya?
Amal Shaleh yang dilandasi dengan keimanan yang benar kepada Allah itulah bekalnya yang harus dipersiapkan. Itu merupakan bentuk nyata dari ketakwaan yang merupakan sebaik-baik bekal dalam mengarungi kehidupan. Allah azza wajalla berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. An-Nahl : 97)
Semakin banyak amal shaleh yang dilakukannya, timbangan amal baiknya di akhirat kelak semakin berat pula. Semakin berat timbangan kebaikannya, semakin ringan timbangan keburukannya, maka orang yang demikian ini keadaannya, ia akan mendapatkan keberuntungan, Allah azza wajalla berfirman,
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ.
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami. (Qs. Al-A’raf : 8-9)
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ.
Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (Qs. Al-Mukminun : 102-103)
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ. فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ. وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ. فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ.
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah (Qs. Al-Qari’ah : 6-9)
Akhirnya, semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk beramal shaleh. Aamiin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad-shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis: Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet