Cara Agar Dicintai Allah Ta’ala

Ketika seorang muslim ditanya, “Apakah Anda mencintai Allah ta’ala?”, pasti ia akan menjawab, “Ya”, dengan yakin dan tanpa ada keraguan. Karena ia tahu bahwa ini adalah perkara yang diketahui oleh setiap muslim. Iman seseorang tidak sempurna kecuali dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga menjadikan aku lebih dicintai melebihi kecintaannya kepada anaknya, bapaknya dan seluruh manusia.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda tentang manisnya iman,

أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

“Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi ada pertanyaan yang lebih penting.

Apa dasar kecintaan Anda kepada Allah ta’ala?

Semua orang mengaku mencintai Allah ta’ala, baik itu ahli tauhid maupun ahli bid’ah, atau bahkan orang kafirpun mengaku mencintai Allah ta’ala. Kebanyakan orang akan terdiam ketika mendapati pertanyaan seperti ini, karena mungkin pertanyaan tersebut masih asing di telinga mereka, apakah cinta kepada Allah butuh dasar atau dalil?

Jawabnya, iya. Tidakkah kita mendengar firman Allah ta’ala:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu…” Ali Imran: 31)

Allah mensyaratkan kecintaanNya dengan cara mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Siapa saja yang tidak mentaati Rasulullah, serta mengambil petunjuk-petunjuknya dan beribadah kepada Allah sesuai dengan ajaran beliau, maka Allah tidak akan mencintainya, walaupun ia mengaku mencintai Allah ta’ala.

Firman Allah subhanahu wata’ala,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Orang yang tidak berusaha untuk bertaubat, maka ia juga tidak dikatakan berusaha meraih kecintaan Allah. Dan masih banyak lagi hal-hal yang menjadi sebab kecintaan Allah kepada kita.

Kecintaan Allah subhanahu wata’ala adalah sesuatu yang teragung, wajib bagi setiap muslim bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Ia merupakan tingkatan yang tinggi, oleh karenanya seorang hamba tidak akan dapat mendapatkannya hanya dengan pengakuan di mulut saja tanpa ada pengorbanan dan kesungguhan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَيِّنَةُ عَلَى الْـمُدَّعِيْ

“Sebuah bukti wajib bagi orang yang mengklaim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana seorang hamba meraih kecintaan Allah ta’ala?

Kecintaan Allah ‘azza wajalla dapat diraih dengan cara bertauhid, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah serta tidak berbuat syirik, beriman dengan nama-nama dan sifat-sifatNya tanpa menyelewengkan maknanya, ikhlas beramal karenaNya, membenarkan semua nabi-nabiNya serta mencintai mereka, membenarkan semua kitabNya, beriman kepada qodho dan qodar, mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, berjalan menuju Allah sesuai petunjuk Rasulullah, karena semua jalan selain jalannya Rasulullah itu tertutup, tidak mungkin akan sampai kepada Allah kecuali dengan jalan beliau, membela dan mendakwahkan agama Islam, karena Islam adalah agama yang benar, yang Allah tidak menerima agaman selainnya.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلامُ

“Agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam.” (QS. Al Imran: 19)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al Imran: 85)

kepada mereka. Bagaimana mungkin bersatu antara cinta kepada Allah dan cinta kepada musuh-musuhNya.

Allah ta’ala berfirman,

لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali ‘Imran: 28)

Sumber : http://saaid.net/Minute/486.htm

Penulis : Nawaf bin Taufiq Al-Abid

Penerjemah : Imam Jamal Sodik

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *