Beberapa Kisah Ihtisab Umar bin Khathab


Ketika kita ingin mencari sosok seseorang yang patut untuk diteladani dalam taqwanya kepada Allah subhanahu wata’ala terutama dalam sifat tegasnya dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar, maka sudah seyogyanya kita melihat kepada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimana mereka menimba ilmu langsung dari beliau. Dan diantara para sahabat yang paling terkenal dengan sifat tegas dan beraninya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Yang kali ini kita akan menyebutkan beberapa kisah beliau dalam melaksananakan kewajiban yang satu ini. Namun alangkah baiknya sebelum kami memaparkan beberapa kisah beliau dalam amar ma’ruf nahi munkar, kita mengenal beliau secara singkat.

Nasab Umar bin Khatthab :

Umar bin Al-Khatthab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay.
Beliau bertemu nasab dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di kakek beliau yang bernama Ka’ab bin Lu’ay. beliau akrab disebut dengan Abu Hafsh, beliau juga diberi sebutan oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Al-Faruq.

Imam Nawawi menyebutkan : “Umar bin Al-Khatthab lahir 13 tahun setelah ‘Amul fiil”.[1]

Imam Ad-Dzahabi mengatakan: “Beliau masuk islam ditahun ke-6 kenabian dan ketika itu umur beliau 27 tahun”.[2]

Masuk Islamnya Umar bin Khatthab:

Masuk islamnya Umar bin Khatthab menjadi suatu tonggak besar dalam kekuatan kaum muslimin saat itu dan berpengaruh besar terhadap dakwah islamiyah. Kisah masuk Islamnya beliau sangat masyhur diantaranya yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, namun kita tidak akan memaparkannya disini supaya tidak panjang lebar, berikut persaksian seorang sahabat tentang pengaruh masuk islamnya Umar bin Al-Khatthab:

قال عبد الله بن مسعود -رضي الله عنه-: “كان إسلام عمر فتحاً، وهجرته نصراً، وإمارته رحمةً، واللَّه ما استطعنا أن نُصلّي حول البيت ظاهرين حتى أسلم عمر، فلما أسلم عمر قاتلهم حتى تركونا نصلي”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Masuk islamnya Umar adalah suatu kejayaan, dan hijrahnya adalah kemenangan, dan kepemimpinan beliau adalah sebagai rahmat, demi Allah kami tidak berani shalat di depan ka’bah secara terang-terangan sampai Umar masuk Islam, setelah ia masuk Islam, iapun memerangi mereka sampai mereka membiarkan kita shalat (di depan ka’bah)”.

Beliau juga berkata :

“ما زلنا أعِزَّة منذ أسلم عمر”

“Senantiasa kami menjadi orang-orang yang mulia sejak masuk islamnya Umar”.[3]

Ihtisab beliau dalam melarang wanita-wanita mengangkat suara dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Diriwayatkan dari Saad radiallahu ‘anhu, Umar meminta izin masuk untuk menemui baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada ketika itu, beberapa orang wanita Quraisy sedang berbincang dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan suara yang tinggi. Ketika mendengar suara Umar meminta izin wanita-wanita itu berlari menuju ke balik tabir (berhijab). Rasulullahpun mengizinkannya masuk dan beliau tertawa. Umar berkata: “Semoga Allah menjadikanmu selalu tersenyum wahai rasulullah”. Rasulullah berkata: “Saya heran terhadap wahita-wanita yang tadi bersamaku, ketika mereka mendengar suaramu mereka langsung lari kebalik tabir. Umar berkata: “Engkau lebih pantas mereka takuti wahai Rasulullah”. Kemudian Umar berkata kepada para wanita tadi: “Wahai wanita-wanita yang menjadi musuh dirinya sendiri apakah kalian takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah?” mereka menjawab: “Iya, engkau lebih keras dan kasar daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah bersabda ;

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ قَطُّ سَالِكًا فَجًّا إِلَّا سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ

“Demi yang jiwaku ada ditangannya, tidaklah setan menemukanmu melewati suatu jalan kecuali ia melewati jalan selain jalanmu”.[4]

Ini menunjukkan sikap tegas beliau ketika menegur para wanita yang menurutnya kurang santun ketika mengangkat suara dihadapan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga menunjukkan betapa takutnya setan kepada beliau karena sudah tidak mendapat celah untuk menggodanya.

Ihtisab beliau kepada keluarga beliau sebelum orang lain :

Umar radhiyallahu ‘anhu selalu bersikap tegas terhadap keluarganya, setiap kali beliau ingin memerintah atau melarang kaum muslimin untuk berbuat suatu selalu beliau memulainya dari kelularga beliau dan mulai menasehati mereka, serta mengingatkan mereka untuk tidak melanggarnya.

قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: عَنْ سَالِمٍ، قَالَ: “كَانَ عُمَرُ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَنَهَى النَّاسَ عَنْ شَيْءٍ جَمَعَ أَهْلَهُ، فَقَالَ: إِنِّي نَهَيْتُ النَّاسَ عَنْ كَذَا وَكَذَا، وَإِنَّ النَّاسَ يَنْظُرُونَ إِلَيْكُمْ نَظَرَ الطَّيْرِ -يَعْنِي: إِلَى اللَّحْمِ-، وَأُقْسِمُ بِاللَّهِ لا أَجِدُ أَحَدًا مِنْكُمْ فَعَلَهُ إِلا أَضْعَفْتُ عَلَيْهِ الْعُقُوبَةَ”

Berkata Ubaidullah bin Umar dari Salim Ia berkata: Umar radhiyallahu ‘anhu jika ia naik mimbar dan melarang manusia dari sesuatu ia mengumpulkan keluarganya seraya berkata: “Saya melarang orang melakukan begini dan begini, dan sesungguhnya mereka melihat kalian sebagaimana burung melihat -maksudnya melihat daging- (mencari-cari kesalahan kalian), dan aku bersumpah tidaklah aku menemukan salah seorang dari kalian melakukannya kecuali aku akan menghukumnya dengan dua kali lipat.”[5]

Demikianlah sikap tegas Umar radhiyallahu ‘anhu kepada keluarganya, dimana ia memulai dari keluarga baru kemudian setelah itu meluas kemasyarakat, karena masyarakat akan selalu melihat kepada keluarga seorang dai, jika mereka sendiri tidak menjadi contoh yang baik maka kemungkinan besar mereka akan menyepelekan seruan dai tersebut.

Ihtisab Umar radhiyallahu ‘anhu kepada seorang pemuda sedangkan beliau sedang menahan sakit setelah tertikam:

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Amr bin Maymun cerita tertikamnya Umar radhiyallahu ‘anhu oleh seorang majusi dan diantara makna isinya adalah datangnya seorang pemuda kepada Umar radhiyallahu ‘anhu Sedang beliau lemah tak berdaya setelah ditikam dengan pisau oleh seorang majusi, pemuda tersebut seraya memuji Umar dan menyebutkan kelebihan-kelebihan beliau kemudian setelah ia beranjak pergi Umar melihat baju pemuda tersebut menyentuh tanah, Umarpun meminta seseorang untuk memanggil pemuda tadi kembali, setelah ia menghadap Umar kembali, Umar berkata:

يَا ابْنَ أَخِي! ارْفَعْ ثَوْبَكَ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ، وَأَتْقَى لِرَبِّكَ

“Wahai anak saudaraku,angkatlah bajumu karena itu lebih awet untuk bajumu, dan lebih bertaqwa kepada tuhanmu.”[6]

Itulah beberapa kisah tentang tegasnya Umar bin Khatthab dalam amar ma’ruf nahi munkar, dan masih banyak lagi kisah-kisah ihtisab beliau. Beliau merupakan sosok seorang mukmin yang tangguh, tegar dalam yang haq, berani dalam kebenaran, namun disamping itu beliau juga bijaksana dalam mengambil kebijakan, tepat dalam mengambil keputusan, selalu berpikir panjang dan tidak bertindak tanpa memikirkan akibatnya. Beberapa kali ayat Al-Qur’an turun membenarkan perkataan beliau, menunjukkan kalau Allah subhanahu wata’ala ridho terhadap beliau, sehingga penyebutan kisah-kisah, sifat, dan biografi beliau akan senantiasa hidup sehingga kaum muslimin menjadikan beliau sebagai tauladan yg baik dalam segala hal terutama dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.


Penyusun : Arinal Haq

Sumber : www.almohtasb.com

Artikel : www.hisbah.net


[1] Lihat: Tariikhul Khulafa’, karya Imam As-Suyuthi.

[2] Lihat: Tariikhul Khulafa’, karya Imam As-Suyuthi.

[3] Thabaqaat kubro, karya Ibnu Sa’ad (203/3)

[4] Shahih Bukhari (126/4) No. 3294, Shahih Muslim (1863/4) No. 2396.

[5] Tarikh Thabari (207/4)

[6] Shahih Bukhari (15/5) No.3700

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *