Segala puji bagi Allah, Dzat yang satu-satunya berhak diibadahi, tidak ada sekutu bagiNya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad yang menyeru kita kepada untuk mengesakan Allah ta’ala dalam peribadatan kita dan merealisasikannya dalam kehidupan kita.
Pembaca yang budiman,
Setelah seorang muslim mempelajari dan merealisaikan tauhid, takut dan menjauhi syirik maka hendaklah dia menyebarkan dan mendakwahkan tauhid ini kepada orang lain karena tidaklah sempurna keimanan seseorang melainkan dengan berdakwah kepada tauhid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3)
Maka di samping seseorang harus bertauhid dia juga harus berdakwah kepada tauhid tersebut, kalau tidak niscaya keimanannya kurang sempurna. Dan tidak diragukan bahwa orang yang menempuh jalan tauhid, dia tidak menempuh jalan tersebut melainkan dia memandang bahwa tauhid adalah jalan yang paling utama. Dan jika ia benar dalam keyakinannya tersebut niscaya dia akan mendakwahkan dan menyebarkan keyakinanya tersebut.
Pembaca yang budiman,
Dakwah kepada لا إله إلا الله adalah termasuk kesempurnaan tauhid. Tidak sempurna tauhid kecuali dengannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS. Yusuf :108)
Yang dimaksud “Jalanku” adalah apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berupa syari’at.
“Aku meyeru kepada jalan Allah.”
Hal ini karena da’i ada dua; pertama, da’i yang menyeru kepada jalan Allah yaitu da’i yang ikhlas yang berniat menunjuki manusia ke jalan Allah. Kedua, da’i yang menyeru kepada selain Allah yang kadang-kadang dia menyeru kepada dirinya sendiri dengan cara berdakwah kepada kebenaran (al-haq) tetapi tujuannya supaya dihormati dan dimuliakan, oleh sebab itu engkau akan melihat dia marah kalau manusia tidak melakukan apa yang dia perintahkan. Kadang pula dia menyeru/berdakwah kepada pemimpinnya sebagaimana yang terjadi di sebagian besar negara di mana di dalamnya terdapat ulama-ulama sesat yang selalu membenarkan perilaku pemerintah walaupun salah dan menyelisihi syariat.
Barang siapa yang berdakwah kemudian manusia tidak mau menerima dakwahnya dan bahkan menjauhinya, maka janganlah berputus asa, dan janganlah meninggalkan dakwah, karena seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang dengan perantara dakwahnya maka itu lebih baik baginya daripada ia mendapatkan unta merah (barang paling berharga). (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, apabila dia berdakwah sementara dakwahnya tersebut tidak diikuti maka tidak mengapa dia marah karena kebenaran tidak diikuti bukan karena dirinya tidak diikuti. Dan apabila ada satu orang yang menerima dakwahnya maka itu sudah mencukupi, apabila tidak ada yang menerimanya maka dia telah terbebas dari kewajibannya (dakwah).
Kemudian, cukuplah dengan adanya dakwah kepada kebenaranan dan memperingatkan dari kebatilan terdapat kejelasan bagi manusia bahwa hal ini adalah benar dan yang ini adalah salah. Karena ketika tidak ada seorang pun yang menjelaskan kebenaran dan kebatilan, maka dengan berlalunya waktu kebenaran akan berbalik menjadi kebatilan dan kebatilan menjadi kebenaran.
Bersambung, insya Allah.
Sumber : Al-Qoul al-Mufid, Bab. Dakwah Kepada Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (edisi Arab), cet. Daar Ibnul Jauzi.
Penyusun: Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Fans Page hisbah.net