Nasab beliau radhiyallahu ‘anhu dan kelahirannya
Beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At Taimiy, bertemu nasabnya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Murrah bin Ka’ab.
Abu Bakar dilahirkan tahun 573 M, tiga tahun setelah tahun Gajah.[1]
Islamnya beliau
Islamnya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu terlahir dari perjalanan panjang dalam pencarian agama yang dipandang benar olehnya. Dan yang selaras dengan pemikirannya bersama fithrah yang selamat, dan memenuhi panggilan keinginannya. Dari Abu Dardaa’ radhiyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
«إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ: كَذَبْتَ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: صَدَقَ، وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُونَ لِي صَاحِبِي» مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian, maka kalian ucapkan : Engkau berdusta. Dan Abu Bakar mengatakan : Dia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) jujur. Dan membantuku dengan jiwanya dan hartanya. Apakah kalian tinggalkan bagiku sahabatku? Beliau berkata dua kali.”[2]
Dan ini seperti yang telah disebutkan bahwasanya beliau radhiyallahu ‘anhu adalah orang pertama yang masuk Islam.
Dan Ibrahim An Nakha’i berkata : Orang pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dan Ibnu ‘Abbas pernah ditanya : “Siapakah orang yang pertama beriman?” Maka beliau menjawab : “Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tidakkah engkau mendengar perkataan Hassaan :
إِذَا تَذَكَّرْتَ شَجْوًا مِنْ أَخِي ثِقَةٍ *** فَاذْكُرْ أَخَاكَ أَبَا بَكْرٍ بِمَا فَعَلَا
خَيْرَ الْبَرِيَّةِ أَوْفَاهَا وَأَعْدَلَهَا *** بَعْدَ النَّبِيِّ وَأَوْلَاهَا بِمَا حَمَلَا
وَالتَّالِيَ الثَّانِيَ الْمَحْمُودَ مَشْهَدُهُ *** وَأَوَّلَ النَّاسِ مِنْهُمْ صَدَّقَ الرُّسُلَا
عَاشَ حَمِيدًا لِأَمْرِ اللَّهِ مُتَّبِعًا *** بِأَمْرِ صَاحِبِهِ الْمَاضِي وَمَا انْتَقَلَا
Jika Engkau teringat akan kesedihan saudara yang kau percayai *** Maka ingatlah saudaramu Abu Bakar dengan apa yang dilakukannya
Manusia paling baik, paling menepati janji, dan paling adil *** Setelah Nabi, dan manusia yang paling utama dengan apa yang ia bawa
Yang setelahnya, yang kedua yang terpuji sifatnya *** Dan manusia pertama yang membenarkan para Rasul
Hidup mulia dengan perintah Allah, mengikuti *** Perintah sahabat lamanya, dan tidak beralih[3]
Pujian Terhadap Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
Berkata ‘Ali Al-Madiny : “Sesungguhnya Allah memuliakan agama ini dengan Abu Bakar pada hari Ar-Riddah. Dan dengan Ahmad bin Hanbal di hari Al-Mihnah.[4]
Dan berkata Al Muzni : “Abu Bakar hari Ar–Riddah, ‘Umar hari As-Saqiifah, ‘Utsman hari Ad-Daar, ‘Ali hari Ash-Shiffiin, dan Ahmad bin Hanbal hari Al-Mihnah.[5]
Berkata As-Suddy dari ‘Abdukhair dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata : “Manusia yang paling banyak pahalanya di dalam Mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, karena beliau adalah orang pertama yang mengumpulkan Al-Qur’an yang ada diantara dua sisi mushaf.” sanadnya hasan.[6]
Dan Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tidak melakukan semua itu kecuali dengan langkah ijtihad yang benar, yang datang dari nashihat beliau untuk Allah, rasul-Nya, kitab-Nya, para Imam kaum muslimin, dan kaum muslimin pada umumnya. Dan jika penulis mengamati apa yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, penulis memastikan bahwasanya itu dianggap sebagai keutamaan dan kemuliaan beliau, serta merupakan perbuatan teragung dalam amar ma’ruf nahi munkar; dimana ada dampak buruk dalam meninggalkan perbuatan tersebut, seperti halnya hilangnya sebagian dari Al-Qur’an.
Sikap-Sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar(*)
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memiliki sikap-sikap dalam amar ma’ruf nahi munkar dan selainnya. Dan hal itu menunjukkan besarnya kedudukan beliau dan kejujuran beliau kepada Allah ‘azza wa jalla. Dan di antara sikap-sikap ini adalah sebagai berikut. Dan contoh-contoh ini bukan merupakan pembatasan :
Sikap Pertama : Pembelaan beliau radhiyallahu ‘anhu terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan pertolongannya untuk beliau
Dari ‘Urwah bin Az-Zubair rahimahullah berkata : Aku berkata kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash : ”Kabarkan padaku tentang kejadian terdahsyat yang dilakukan orang-orang musyrik kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di sisi Ka’bah, tiba-tiba datang ‘Uqbah bin Mu’ith, kemudian mengambil pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan melilitkan pakaiannya di lehernya kemudian mencekiknya dengan cekikan yang kuat. Maka datanglah Abu Bakar mengambil pundak ‘Uqbah bin Mu’ith dan mendorongnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berkata :
أَتَقْتُلُونَ رَجُلا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ
“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena Dia menyatakan: ‘Tuhanku ialah Allah Padahal Dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu ’ (Ghafir : 28).”[7]
Dengan sikap menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap musuh-musuh Allah ini, jelas bagi kita bahwasanya beliau radhiyallahu ‘anhu sahabat yang paling pemberani.
Sikap Kedua : Menginfaqkan hartanya radhiyallahu ‘anhu di jalan Allah ta’ala untuk membebaskan para hamba sahaya
Ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, beliau orang terkaya di antara orang-orang kaya Quraisy, memiliki harta yang banyak. Dan di hari beliau masuk Islam di rumahnya ada 40.000 dirham atau dinar, maka beliau menggunakan seluruh hartanya untuk ketaatan kepada Allah. Diantaranya, infaqnya untuk memerdekakan para hamba sahaya : Beliau radhiyallahu ‘anhu telah memerdekakan banyak hamba sahaya, dan yang terjaga di antara mereka tujuh hamba sahaya : Bilal, ‘Amir bin Fuhairah, Zunairah, Al-Hindiyyah dan anak perempuannya yang keduanya adalah hamba sahaya milik seorang wanita dari Bani ‘Abdu ad-Daar, dan seorang budak perempuan dari Bani Mu-mil, dan Ummu ‘Ubais, semoga Allah meridhai semuanya. Dan para hamba sahaya ini, kebanyakannya disiksa karena keislamannya. Maka Allah menyelamatkan mereka melalui Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan mulailah beliau radhiyallahu ‘anhu terus menginfakkan hartanya dalam bakti kepada Islam dan kaum muslimin.[8]
Sikap Ketiga : Sikapnya radhiyallahu ‘anhu setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam[9]
Kaum muslimin pada hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditimpa musibah yang agung, goncangan yang dahsyat, yang menghilangkan kesadaran kebanyakan dari mereka. Hingga ‘Umar mengingkari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menghadap kepada manusia kemudian memuji Allah dan menyanjungnya dan berkata : “Amma ba’du, barangsiapa diantara kalian yang menyembah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya Muhammad telah meninggal, dan barangsiapa di antara kalian yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup dan tidak mati. Allah ta’ala berfirman :
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar : 30)
Dan Allah subhanahu berfirman :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran 144)
Maka demi Allah seakan-akan manusia belum pernah tahu bahwasanya Allah telah menurunkan ayat tersebut hingga membacanya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, dan berkata ‘Umar : Demi Allah tidaklah hal itu kecuali setelah aku mendengar Abu Bakar membacanya maka aku menjadi lemas, dan membebaniku kedua kakiku hingga aku terjatuh ke bumi ketika mendengarnya membaca ayat tersebut, aku menyadari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat.”
Dan periwayat hadits mengatakan : “Maka orang-orang seluruhnya menerimanya, tidaklah aku mendengar seorangpun kecuali membaca ayat tersebut, dan orang-orang terisak tangis.”[10]
Sesungguhnya musibah itu agung, perkara itu besar, peristiwa itu tinggi, dan pertentangan yang nyata; tetapi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dengan keutamaan dari Allah ta’ala telah menyelesaikan masalah, dan menyatukan hati-hati dan mengokohkannya. Dan tidak sanggup melakukan hal ini kecuali orang yang diberi hati yang teguh, keberanian yang tinggi, akal yang baik, dan hikmah yang mendalam, radhiyallahu ‘anhu wa ardhaahu.
Sikap Keempat : Sikapnya radhiyallahu ‘anhu terhadap orang-orang murtad dan orang-orang yang tidak menunaikan zakat
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat murtad dari agama banyak dari wilayah-wilayah Arab, muncullah kemunafikan, orang-orang yang memusuhi agama, dan mereka membedakan antara shalat dan zakat. Mereka mengingkari kewajiban zakat dan kewajiban menunaikannya. Dan inilah yang terjadi pertentangan di dalamnya. Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memutuskan, kemudian disepakati oleh seluruh sahabat, agar memerangi orang-orang murtad dan yang tidak menunaikan zakat.[11]
Maka dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, dan beliau menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah setelahnya, dan keluar dari Islam orang-orang yang keluar dari Islam dari orang-orang Arab, Umar berkata kepada Abu Bakar: “Bagaimana engkau memerangi manusia sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illallah’, maka barangsiapa yang telah mengatakan ‘Laa Ilaaha Illallah’, maka telah terjaga dariku hartanya dan jiwanya kecuali dengan haknya, dan perhitungannya di sisi Allah?! Kemudian Abu Bakar berkata: “Demi Allah, akan aku perangi siapapun yang membedakan antara shalat dan zakat; sesungguhnya zakat adalah hak harta, demi Allah jika melarangku dari ‘Iqaal[12] yang dulu mereka tunaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan aku perangi mereka karena larangannya. Maka ‘Umar bin Al Khattab berkata: “Maka demi Allah tidaklah hal itu melainkan aku melihat bahwa Allah ‘azza wa jalla telah melapangkan dada Abu Bakar untuk berperang, maka aku mengetahui bahwa itu adalah kebenaran”.”[13]
Dan di dalam sikap Abu Bakar dalam ihtisab (amar ma’ruf nahi munkar) yang bijak ini ada dalil yang paling jelas akan keberaniannya radhiyallahu ‘anhu, dan keterus-terangannya dalam mengatakan kebenaran.[14]
Wafatnya radhiyallahu ‘anhu
Beliau radhiyallahu ‘anhu wafat di sore hari, malam Selasa, delapan hari terakhir dari bulan Jumada Al-Aakhirah tahun 13 H. Wafat di usia 63 tahun. Dimakamkan di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.[15]
Sumber : http://www.alhesba.com/site/trajim/434-2014-01-28-14-46-22.html
Penerjemah : Triadi Wicaksono
Artikel : www.hisbah.net
Fans Page hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet
Footnote :
[1] Lihat : Usdu Al-Ghaabah Fii Ma’rifati Ash Shahabah, karya Ibnul Atsir Al-Jazari, dan Al-Ishaabah Fii Tamyiiz Ash Shahaabah karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy dan selainnya.
[2] Al-Bukhari, Kitab Fadhaa-il Ashhaabi An Nabiy no. 3661
[3] Al-Bidaayah Wan Nihaayah karya Al-Hafizh Ibnu Katsir 94/69-730
[4] Taarikh Baghdad (4/418), Taarikh Dimasyq (7/240)
[5] Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah Al-Kubra karya As-Subki (2/27)
[6] Taarikh Al-Islam karya Adz-Dzahabi (3/115)
[7] Shahiih Al-Bukhari (4/5) no. 3654
[*] Dinukil sikap-sikap ini dari Kitab : “Mawaaqifu Ash-Shahaabah radhiyallahu ‘anhum Fii Ad-Da’wati Ilallahi Ta’aala” karya Asy Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al -Qahthani hafizhahullah, dengan perubahan.
[8] Lihat: Siirah Ibni Hisyaam (1/340), Al-Ishaabah Fii Tamyiizi Ash-Shahaabah (2/243), Al-Kaamil Fii At-Taarikh karya Ibnul Atsir (2/290), Al-Bidaayah Wan Nihaayah (3/58), Taarikh Al-Khulafaa karya As-Suyuuthi hlm. 38
[9] Lihat: Mawaaqif Hakiimah dalam Al-Bukhari beserta Al-Fath (Fathul Baari), (7/149), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (1/31), Ahmad dalam Az-Zuhd Wa Ma’naahu, hlm. 164
[10] Lihat : Al-Bukhari beserta Al Fath Al-Fath (Fathul Baari), (3/113) no. (1241-1242)
[11] Lihat : Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim (1/202), Al-Bidaayah Wan Nihaayah (6/311), Taarikh Al-Islaam karya Adz-Dzahabi, ‘Ahdu Al-Khulafa-i Ar-Raasyidiin hlm. 27, At-Taarikh Al-Islaamy karya Mahmud Syakir (3/67)
[12] ’Iqaal: Tali yang digunakan untuk mengikat Unta, dan ‘Anaaq: Anak kambing yang baru dilahirkan. Lihat : An-Nihaayah Fii Ghariibil Hadiits karya Ibnul Atsiir (3/280), (3/311)
[13] Muslim (1/51) no. 20, Al-Bukhari beserta Al-Fath (Fathul Baari), Kitaab Az-Zakaah (3/262) no. 1399
[14] Lihat : Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim (1/211)
[15] Taarikh Ath-Thabari karya Al Imam Abu Ja’far Ath-Thabari (3/420)