Buletin Hisbah Th. IV/Jum’at IV/04 Rabi’ul Awwal 1433 H/27 Januari 2012 M

Berbicara tentang pengertian As-Sunnah, di benak orang yang terlintas hanya pengertian dengan arti:

“apabila dikerjakan memperoleh pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa dan tidak memperoleh pahala.”

Sunnah yang dimaksud bukanlah sunnah menurut istilah fiqih yang merupakan lawan dari makruh -yaitu sebuah amalan yang apabila dilakukan akan mendapatkan pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapatkan dosa-. Berikut pengertian As-Sunnah baik secara bahasa maupun istilah:

1. Sunnah secara bahasa

Sunnah secara bahasa bermakna metode (at-thoriqoh) (Lisanul ‘Arab 13/226), jalan (sabiil). Salah satu dalil yang menunjukkan makna ini adalah hadits dari Abu ‘Amr Jarir ibn ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam sunnah yang baik, maka bagi dia pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya. Barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang jelek, maka atasnya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)

2. Pengertian As-Sunnah Menurut Syari’at

As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam  dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam. (Taisir Musthalahul Hadits hal. 15)

3. As-Sunnah menurut  istilah ahli ushul fiqih

Al-Amidi mengatakan: “Apa-apa yang datang dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam berupa dalil-dalil syariat, yang bukan dibaca (maksudnya bukan Al-Qur`an) dan bukan mu’jizat.” (Al-Ihkam 1/169)

4. As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’)

 Ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah. (Fat-hul Baari (XIII/245-246)

5. As-Sunnah menurut  istilah  ulama Salaf

Para ulama Salaf mengatakan bahwa As-Sunnah artinya mengamalkan Al Qur`an dan hadits serta mengikuti para pendahulu yang shalih serta ber-ittiba’ (berteladan) dengan jejak mereka. (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/428, Ta’zhimus Sunnah, hal. 18)

Ibnu Rajab radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dan para khalifahnya baik berupa keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hadits no. 28)

6. Sunnah menurut istilah ulama ahli hadits.

Yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqriir (ketetapan) beliau shollallohu ‘alaihi wasallam, sifat jasmani, atau sifat akhlak, perjalanan setelah bi’tsah (diangkat sebagai Nabi), dan terkadang masuk juga sebagian sebelum bi`tsah. Sehingga arti as-Sunnah di sini semakna dengan al-Hadits.

Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain:

  • Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang ada hubungannya dengan tasyri’, sebagaimana sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam:

“Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” HR. At-Tirmidzi (no. 2317), Ibnu Majah (no. 3976)

Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukur habislah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Bukhari no. 5893) Dari Abu Hurairah t, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. al-Bukhori, no. 5787)

  • Hadits fi’li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya radhiyallahu ‘anhumtentang wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.

Contoh: Dari ‘Utsman bin ‘Affan bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam (apabila berwudhu’), beliau menyela-nyela jenggotnya. HR. At-Tirmidzi (no. 31), Ibnu Majah (no. 430), Shahih Ibnu Majah (no. 345)

  • Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam  dan beliau shollallohu ‘alaihi wasallam  membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.

Contoh: Dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu “Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam  bersabda kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu setelah selesai shalat Shubuh, ‘Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga?’ Ia menjawab, ‘Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu’ siang atau malam mesti dengan wudhu’ itu aku shalat (sunnah) beberapa raka’at yang dapat aku laksanakan.” (HR. Al-Bukhari: 1149 dan Muslim: 2458)

Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu’) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayammum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu’ dan shalatnya, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, “Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah.” Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau mendapatkan dua ganjaran.”  (HR. Abu Dawud: 338-339, an-Nasa-i: I/213 dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Dari keterangan di atas, jelaslah bagi kita makna As-Sunnah yang sebenarnya. Dengan demikian pengertian itu, berarti adalah mengikuti jejak Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam secara lahir dan batin, dan mengikuti jalan hidup orang-orang terdahulu dari generasi awal umat ini dari kalangan Al-Muhajirin dan Al-Anshar. Apa jadinya jika seseorang menggunakan makna as-sunnah dengan makna “mendapatkan pahala jika melakukannya dan tidak mendapatkan pahala bila tidak melakukannya?”. Tentu orang akan mempermudah dalam urusan agama bisa jadi sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam hilang sedikit demi sedikit darinya bahkan hal-hal  baru dalam agama akan muncul.

Padahal Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wajib atas kalian berpegang teguh dengan Sunnahku & Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yg telah mendapatkan petunjuk (HR. Ahmad: IV/126-127 dan Abu Dawud: 4607)

Maka dari itu untuk mengikuti sunnah Rasul shollallohu ‘alaihi wasallam adalah kewajiban bagi umat ini tanpa adanya pengurangan atau melebih-lebihkan maknanya. Mentaati Rasul shollallohu ‘alaihi wasallam maka menjadi bagian mentaati Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Artinya : “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [An-Nisaa : 80]

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam sampai di akhir hayat kita, amin.

Wallahu ‘alam bish-shawaab


Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *