Pendahuluan
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-hidup bersama istri-istrinya dengan bahagia. Kehidupan mereka adalah praktik yang benar terntang firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (an-Nisa : 19)
Tak aneh jika Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bangga dengan kehidupan rumah tangganya. Beliau bersabda,
وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Dan aku adalah suami yang paling baik terhadap keluarganya di antara kalian.”
Kendati demikian, bukan berarti rumah tangga Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tidak pernah menghadapi problem. Hanya saja, problemnya kecil atau jarang sehingga tidak kelihatan jika kaum muslimin tidak mencermati bagian yang besar dan yang kecil, yang umum dan yang khusus, dari kehidupan Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Problem jarang terjadi, kendati rumah tangga berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, banyak istri, sering menghadapi peristiwa besar, dan hanya ada sedikit keturunan yang menyambung yang terputus dan membetulkan yang salah. [1]
Setiap kali muncul problem, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-segera menyelesaikannya dengan bijaksana, rasional, kasih sayang, dan kesadaran. Beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menggunakan cara-cara yang akan saya bahas secara detail sesuai dengan kemampuan saya. Saya mencurahkan segenap daya dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.
Saya melakukan usaha ini karena melihat sangat pentingnya permasalahan seperti itu dalam rangka meningkatkan derajat keluarga muslim menuju kemuliaan, dan menjaga peran keluarga dalam memajukan generasi Islam. Dengan demikian, tercapailah tujuan-tujuan mulia yang didamba-dambakan oleh masyarakat Islam.
**
Tersenyum dan senyum yang penuh cinta
Salah satu cara Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menangani problem keluarga adalah dengan senyum dan kelakar. Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-melihat bahwa problem tertentu tidak dapat diselesaikan dengan amarah, lebih-lebih dengan kekerasan. Oleh sebab itu, sering kali beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menghadapi problem dengan senyum penuh cinta atau kelakar yang mengubah suasana. Banyak sekali problem yang tak punya solusi kecuali dengan senyum dan kelakar. Solusi ini mampu mencairkan suasana dan meredakan ketegangan yang menyebabkan problem memuncak dan sulit diselesaikan.
Dalam sunnah nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-yang suci banyak kita temukan bagaimana Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menyelesaikan masalah dengan senyum. Di sini saya akan menyebutkan satu contoh saja.
Dari Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, katanya, “Aku berkata kepada Rasulullah, ‘ Seandainya Anda singgah di lembah yang penuh pepohonan yang sudah dimakan hewan gembalaan, di mana Anda akan menggembalakan unta ?’ Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menjawab,’Di pepohonan yang belum dimakan hewan gembalaan.’” Dalam riwayat Abu Nuaim ada tambahan : Aisyah berkata,”Seperti itulah aku.” Maksudnya, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tidak menikahi gadis perawan selain Aisyah (HR. Bukhari no. 5077)
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata, “Pada suatu hari, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menjumpaiku lalu aku bertanya, ‘Di mana Anda hari ini ?’ Rasulullah menjawab, ‘Humaira, aku berada di rumah Ummu Salamah.’ Aku berkata, ‘Tidak bosankah Anda dengan Ummu Salamah ?”
Aisyah berkata, “Lalu Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tersenyum, dan aku berkata, ‘Rasulullah, beritahu aku, seandainya Anda menemukan dua ladang, satunya sudah pernah dipakai untuk menggembalakan hewan dan satunya lagi belum, manakah yang Anda gunakan ?’ Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menjawab, ‘Yang belum pernah digunakan untuk menggembalakan hewan.’ Aku berkata, ‘Aku tidaklah seperti istri-istri Anda yang lain. Semua istri Anda pernah menjadi milik orang lain, kecuali aku.’” Aisyah berkata, “Kemudian Rasulullah tersenyum.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqaat al-Kubra, vol.8, hlm.55)
Pertanyaan-pertanyaan Aisyah di atas adalah wajar, sebab muncul dari lubuk hati yang penuh cinta. Namun, bisa saja suami memandang pertanyaan macam itu sebagai bentuk campur tangan terhadap urusannya. Ia berasumsi bahwa cinta istrinya telah melampaui batas. Selanjutnya suami dan istri ribut berdebat dan bersilat lidah. Keadaan demikian menyebabkan problem kian membesar dan keraguan makin menebal menggantikan rasa saling percaya di antara keduanya. Bila ini berlanjut maka perceraian tinggal menunggu waktu. Dalam situasi seperti di atas, tak ada solusi yang tepat selain senyum dan kelakar, kendati pertanyaan-pertanyaan seperti itu melelahkan suami.
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Al-Asaalib an-Nabawiyah Fi Mu’alajaat al-Musykilaat az-Zaujiyah, Dr. Dr. Abdussami’ Anis, ei, hal. 83-86.
Catatan :
[1] Abbas Mahmud al-Aqqad, ‘Abqariyyatu Muhmmad’, hlm. 125
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor