Terkadang suami senang menyendiri dan tidak suka bergaul dengan orang lain atau kerabat. Ia lebih memilih tinggal di rumah sepulang dari kerja. Sementara istri mengeluhkan dan tidak bisa menerima perilaku seperti ini. Ia ingin keluar rumah dan berinteraksi dengan masyarakat serta para kerabat.
Bisa jadi pula, istri-lah yang intertrovert, tidak suka bermasyarakat dan bergaul. Ia enggan mendampingi suami menghadiri acara keluarga, di mana ketidak hadirannya ini memicu permasalahan dan perselisihan.
Kami katakan kepada kedua suami dan istri ini, bergaul dengan masyarakat banyak manfaatnya, di samping juga mengandung banyak madharat. Orang yang beruntung adalah yang dapat memetik manfaat pergaulan dan meninggalkan pergaulan yang merugikan diri dan keluarganya.
Dalam hadis disebutkan,
عَنْ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ اَلْمًؤْمِنً الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرً عَلَى اَذَاهُمْ
Umar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –meriwayatkan dari Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau bersabda, “Seorang mukmin yang berbaur dengan orang lain dan bersabar atas gangguan mereka adalah lebih baik daripada (orang mukmin) yang tidak berbaur dengan orang lain dan tidak bersabar atas gangguan mereka (HR. al-Bukhari dan dalam al-Adab al-Mufrad, no. 388)
Wallahu A’lam
Sumber :
Al-Mafatih Adz-Dzahabiyah li ihtiwa’ Al-Musykilat Az-Zaujiyah, Nabil bin Muhammad Amahmud, ei, hal. 94
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor