Nafkah yang Baik

Suami bertanggung jawab penuh terhadap nafkah keluarga, yang mana ia harus menjamin sandang, papan, pangan, pengobatan, pendidikan, dan segala hal untuk memudahkan kehidupan keluarga. Secara syar’i alokasi harta ini wajib atas suami. Tidak boleh kurang dan meremehkan hal ini, apa pun keadaannya. Secara syar’i, istri tidak dituntut menafkahi keluarga, bahkan sekalipun istri kaya harta, baik karena profesinya maupun yang lain.

Agar nafkah harta diterima di sisi Allah ta’ala, maka harus diniatkan ikhlas karena-Nya dan tidak dipergunakan untuk suatu keharaman, serta menggunakannya secara bijak, tidak boros tidak pula pelit.

Allah ta’ala berfirman,

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ ‌قَوَامٗا ٦٧ [الفرقان: 67]

Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya. (al-Furqan : 67)

Allah ta’ala juga berfirman,

يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٖ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ ‌وَلَا ‌تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ [الأعراف: 31]

Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (al-A’raf : 31)

Rasulullah-صلى الله عليه وسلم-bersabda,

إِنَّ الْمُسْلِمَ ‌إِذَا ‌أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

Sesungguhnya seorang muslim apabila ia memberikan nafkah kepada keluarganya sedang ia mengharap pahala darinya, maka itu akan dinilai sedekah baginya (HR. Al-Bukhari)

Hadist ini mengingatkan pentingnya mengharap pahala dari nafkah dan tidak menyesali nafkah yang telah diberikan kepada keluarganya.

Rasulullah-صلى الله عليه وسلم-bersabda,

” إِنَّكَ ‌مَهْمَا ‌أَنْفَقْتَ عَلَى أَهْلِكَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّكَ تُؤْجَرُ فِيهَا، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ “

Apapun yang kamu nafkahkan untuk keluargamu, maka engkau akan mendapat pahala darinya, hingga suapan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” (HR. Ahmad)

Rasulullah-صلى الله عليه وسلم-juga bersabda,

«‌دِينَارٌ ‌أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ»

Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, untuk memerdekakan budak, disedekahkan ke orang miskin, atau dinafkahkan ke keluarga. Yang paling besar pahalanya adalah nafkah untuk keluarga.” (Shahih Muslim)

Zainab, istri Ibnu Mas’ud -رضي الله عنها-bertanya kepada Rasulullah-صلى الله عليه وسلم- apakah boleh memberi nafkah kepada suaminya yang fakir, maka beliau bersabda,

“نَعَمْ، وَلَهَا أَجْرَانِ؛ أَجْرُ الْقَرَابَةِ، ‌وَأَجْرُ ‌الصَّدَقَةِ”

Iya, baginya dua pahala, pahala kekerabatan dan pahala sedekah (Shahih al-Bukhari)

Hadist ini menjadi dalil bolehnya istri memberi hartanya kepada suami, dan jika suami fakir, maka baginya dua pahala.

Wallahu A’lam

Sumber :

Dinukil dari “ Tis’un Wa Tis’una Fikrah li Hayah Zaujiyah Sa’idah”, karya : Dr. Musyabbab bin Fahd al-Ashimi (ei, hal. 186-188)

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Subscribe Chanel Youtube Kami
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *