Shalat Awwabin (Antara Riwayat Lemah Dan Riwayat Shahihah)

Kata “Shalat” tentunya tidak asing lagi di telinga para pembaca yang budiman. Namun, kata ‘Awwabin’ boleh jadi ada di antara sebagian kita -Kaum Muslimin- yang belum mengetahui apa maksudnya.

Awwabin adalah orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah ﷻ dengan selalu mentaatinya dan bertaubat dari perbuatan dosa. (Lihat, Syarhu Shahih Muslim, 6/30 dan Bahjatun Nazhirin, 2/310)

Siapa yang membaca sunnah Nabawiyah ia bakal mendapati adanya penyebutan ungkapan, صَلَاةُ اْلأَوَّابِيْنَ (shalat awwabin). Sabagai contohnya adalah tiga contoh riwayat berikut ini.

Contoh pertama, Riwayat Muhammad in Al Munkadir

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ أَنَّهُ يُحَدِّثُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ : مَنْ صَلَّى مَا بَيْنَ الْمَغْرِبِ إِلَى صَلَاةِ الْعِشَاءِ فَإِنَّهَا صَلَاةُ اْلأَوَّابِيْنَ

Dari Muhammad bin Al Munkadir dia menyampaikan hadis dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau ﷺ bersabda, ‘Barangsiapa shalat (pada waktu) antara shalat Maghrib dan shalat Isya maka sesungguhnya itu adalah shalat awwabin.

Contoh kedua, Riwayat Utsman bin Abi Saudah

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي سَوْدَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ : صَلَاةُ اْلأَوَّبِيْنَ أَوْ قَالَ : صَلَاةُ اْلأَبْرَارِ رَكْعَتَيْنِ إِذَا دَخَلْتَ بَيْتَكَ وَرَكْعَتَيْنِ إِذَا خَرَجْتَ.

Dari ‘Utsman bin Abi Saudah bahwa Rasulullah ﷺ “Shalat Awwabin-atau beliau ﷺ bersabda, “Shalat orang-orang yang taat (kepada Allah ﷻ ) adalah (shalat) dua rakaat ketika kamu masuk rumahmu dan dua rakaat ketika kamu keluar.”

Contoh ketiga, Riwayat Zaed bin Arqam

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ : صَلَاةُ اْلأَوَّابِيْنَ حِيْنَ تَرْمَضُ الْفِصَالِ

Dari Zaed bin Arqam رَضِيَ اللهُ عَنْهُ bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat awwabin (di waktu dhuha) adalah ketika anak-anak onta mulai kepanasan (karena cahaya matahari).

 

Tentantang Riwayat Muhammad in Al Munkadir

Riwayat Muhammad in Al Munkadir di atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Mubarak dalam kitab Az Zuhd, no. 1259 dari Abu Sharkhr, dari Muhammad bin Al Munkadir, dari Rasulullah.

Riwayat ini Lemah

Hadis ini lemah karena sanadnya mursal (tidak bersambung).

Muhammad bin Al Munkadir adalah seseorang dari generasi Tabi’in, sehingga ia tidak pernah bertemu Rasulullah ﷺ dan tidak pernah mendengar hadis dari beliau. Juga karena ada rawi (orang yang meriwayatkan hadis) yang bernama Abu Shakhr Humaid bin Ziyad. Rawi ini, riwayat hadisnya dinyatakan lemah oleh sebagian ulama ahli hadis, seperti Yahya bin Ma’in dan An Nasai (Lihat, kitab Tahdzibut Tahdzib, 3/36)

Hadis ini dilemahkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaniy رَحِمَهُ اللهُ dalam kitab Silsilatul Ahadis Adh Dha’ifah, 10/133, no. 4617)

 

Tentang Riwayat Utsman bin Abi Saudah

Riwayat Utsman bin Abi Saudah di atas dikeluarkan juga oleh Imam Ibnul Mubarak رَحِمَهُ اللهُ dalam kitab Az Zuhd, no. 1279 dari Utsman bin Abi Saudara dari Rasulullah ﷺ .

Riwayat ini Lemah

Hadis ini juga lemah karena sanadnya mursal (tidak bersambung).

Utsman bin Abi Saudah adalah seorang dari generasi Tabi’in, sehingga dia tidak pernah bertemu Rasulullah ﷺ dan tidak pernah mendengar hadis dari beliau ﷺ .

Hadis ini juga dinyatakan lemah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitab Silsilatul Ahadis Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah, 8/263, no. 3789.

 

Tentang Riwayat Zaed bin Arqam

Riwayat Zaed bin Arqam di atas dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam Shahihnya no.1780 dari jalur peiriwayatan Al Qasim Asy Syaibaniy.

Riwayat lengkap hadis ini adalah sebagai berikut :

Imam Muslim berkata :

وَحَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالاَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ – وَهُوَ ابْنُ عُلَيَّةَ – عَنْ أَيُّوبَ عَنِ الْقَاسِمِ الشَّيْبَانِىِّ أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلاَةَ فِى غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ. إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ « صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ ».

Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ibnu Numair, kedua berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail-dia adalah Ibnu ‘Ulayyah- dari Ayyub dari Al Qasim Asy Syaibaniy bahwa Zaed bin Arqam melihat sekelompok orang yang akan mengerjakan shalat dhuha, maka ia berkata (kepada mereka), ‘Tidakkah kalian telah mengetahui bahwa shalat ini di selain waktu ini lebih utama. Sungguh, Rasulullah ﷺ telah bersabda,

« صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ ».

“Shalat awwabin (di waktu dhuha) adalah ketika anak-anak onta mulai kepanasan (karena cahaya matahari).

Hadis ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shahihnya no. 2539. Ibnu Hibban berkata :

أَخْبَرَنَا أَبُوْ يَعْلَى حَدَّثَنَا أَبُوْ خَيْثَمَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أَيُّوْبَ عَنِ الْقَاسِمِ الشَّيْبَانِي : عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمِ أَنَّهُ رَأى قوما يصلون الضحى في مسجد قباء فقال : لقد علموا أن الصلاة في غير هذه الساعة أفضل إن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ( صلاة الأوابين حين ترمض الفصال )

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ya’la (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah (ia berkata) telah menceritakana kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Ayyub dari Al Qasim Asy Syaibaniy : dari Zaed bin Arqam bahwa ia melihat sekelompok orang mengerjakan shalat Dhuha di masjid Quba, maka ia berkata, Kalian telah mengetahui bahwa shalat ini (yakni, shalat Dhuha) (yang dilakukan) di selain waktu ini adalah lebih utama, sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah bersabda,

« صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ ».

“Shalat awwabin (di waktu dhuha) adalah ketika anak-anak onta mulai kepanasan (karena cahaya matahari).

 

Riwayat ini Shahihah

Baik riwayat yang dikeluarkan imam Muslim di dalam shahihnya maupun yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di dalam shahihnya merupakan riwayat yang shahihah.

Tentang riwayat yang dikeluarkan oleh imam Muslim, Syaikh Al Albani di dalam Irwaul Ghalil 2/220 (hadis no. 466) mengatakan, hadis : (صلاة الأوابين حين ترمض الفصال) HR. Muslim adalah shahih. Beliau juga menshahihkannya di dalam kitabnya As Silsilah Ash Shahihah 3/153, hadis no. 1164 dan di dalam Shahih Wa Dha’if Al Jami’ Ash Shaghir, hadis no. 7263.

Tentang riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban, Syaikh Syu’aib Al Arnauth di dalam tahqiqnya terhadap shahih Ibnu Hibban (6/280) mengatakan, ‘Sanadnya Shahih sesuai persyaratan keduanya (Bukhari dan Muslim).’

 

Kesimpulan :

Jadi, dari tiga contoh yang disebutkan di atas, kita mengetahui bahwa contoh pertama dan kedua, yaitu riwayat Muhammad bin Al Munkadir dan riwayat ‘Utman bin Abi Saudah yang dikeluarkan oleh Imam Ibnul Mubarak merupakan riwayat yang lemah.

Kelemahan dua hadis (riwayat) ini menjadikannya tidak boleh atau tidak bisa dijadikan sebagai argumenttasi dan sandaran untuk untuk menetapkan dianjurkannya shalat sunnah antara shalat Maghrib dan shalat Isya yang disebut sebagai shalat awwabin atau shalat sunnah dua rakaat ketika masuk rumah dan dua rakaat ketika keluar rumah.

Ditambah lagi bahwa shalat ini tidak ada seorang shahabat Nabi ﷺ pun yang melakukannya, sehingga sebagian dari para ulama menyatakan bahwa shalat ini termasuk bid’ah (yang diada-adakan dalam agama) dan semua bid’ah adalah sesat (Lihat kitab Bahjatun Nazhirin, 2/311 dan Bughyatul Mutathawwi’, hal. 130)

Adapun contoh ketiga, yaitu riwayat Zaed bin Arqam yang dikeluarkan oleh imam Muslim dan Ibnu Hibban merupakan riwayat yang shahihah terkait dengan shalat awwabin.

Cukuplah hadis shahih yang dijadikan sebagai argumentasi kuat untuk menetapkan keberadaan shalat yang disebut sebagai shalat awwabin yang waktunya adalah di waktu shalat dhuha ketika matahari mulai meninggi dan sinarnya mulai panas.

Hadis shahih ini menunjukkan bahwa shalat dhuha semakin di akhirkan dari awal waktunya maka semakin besar keutamaannya, selama tidak dikhawatirkan akan terlewatkan, misalnya karena ada kesibukan. (Lihat kitab Fathu Dzil Jalali Wal Ikram, 2/250)

Shalat pada waktu ini dinamakan shalat para awwabin karena pada waktu ini biasanya manusia sedang disibukkan dengan urusan dan perniagaan dunia, akan tetapi para hamba Allah ﷻ yang shaleh dan selalu kembali kepadanya memanfaatkan waktu ini untuk beribadah dan berdzikir kepada Allah ﷻ (Lihat kitab Taudhihu Al Ahkam, 2/445)

Akhirnya, semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk golongan awwabin dan diberi taufik oleh Allah untuk melakukan sunnah-sunnah Nabinya ﷺ di antaranya adalah shalat Dhuha yang dilakukan di waktu yang paling utama. Amin

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *