10 Hari Dzulhijjah Dalam Sunnah Nabawiyah

Imam Al Bukhari (dalam shahihnya, 969), Imam Ahmad (dalam musnadnya, 3228, 3139 dan 1968), Abu Dawud (dalam sunannya, 2438), Ibnu Majah (dalam sunannya, 1727) dan At Tirmidzi (dalam sunannya, 757), meriwayatkan dan ini adalah lafazh miliknya dari Ibnu Abbas -semoga Allah meridhainya- bahwa Rasulullah ﷺ bersabda

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذَهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ فَقَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Tidak ada hari di mana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : 10 hari dari bulan Dzulhijjah.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah ? Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apa pun.”

Dan, imam Ad Darimiy (di dalam sunannya, 1814) meriwayatkan dengan lafazh

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِي عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ , قِيْلَ : وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ : وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ, إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

Tidak ada amal yang dilakukan pada suatu hari yang lebih utama daripada amal yang dilakukan pada 10 hari Dzulhijjah. Dikatakan (kepada Nabi), Tidak juga jihad di jalan Allah ? Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apa pun.”

Isnadnya, ‘Hasan’.

Yang dimaksud dengan 10 hari dalam hadis ini adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah seluruhnya.

Dan, imam Muslim di dalam shahihnya (1176) meriwayatkan dari ‘Aisyah -semoga Allah meridhainya- , bahwa ia berkata

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ صَائِمًا فِى الْعَشْرِ قَطُّ

Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa pada 10 hari sama sekali.

 

Yang dimaksud dengan 10 hari dalam hadis ini adalah 9 hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Karena, hari ‘Ied, yaitu hari ke-10 dari bulan Dzulhijjah bukan hari untuk berpuasa sebagaimana dinashkan oleh sunnah nabawiyah dan kesepakatan para ulama.

Abu Zakariya An Nawawiy Asy Syafi’ -semoga Allah merahmatinya- di dalam Syarah Shahih Muslim 8/320 terkait dengan hadis no, 1176, setelah hadis ini beliau mengatakan, “Yang dimaksud dengan Al ‘Asyr (10 hari) adalah 9 hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka mengatakan, ‘dan ini termasuk hal yang ditakwil’. Selesai perkataan beliau رَحِمَهُ اللهُ.

Yakni, dimutlakan seluruhnya, sedangkan yang dimaksudkan adalah yang paling banyak.

Dan, Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali di dalam kitabnya Latha if Al Ma’arif (Hal.279) mengatakan, “dan ini sebagaimana dikatakan, ‘berpuasa 10 hari Dzulhijjah’, padahal puasa yang dilakukan adalah 9 hari.

Oleh karena itu, Ibnu Sirin memakruhkan jika dikatakan, “Berpuasa 10 hari bulan Dzulhijjah”, dan beliau mengatakan, ‘Selayaknya dikatakan, ‘Berpuasa 9 hari’.

Sementara, kalangan yang tidak memakruhakkannya, mereka adalah Jumhur, mengatakan, ‘Puasa yang disandarkan kepada 10 hari adalah puasa yang mungkin dilakukan pada 10 hari tersebut, yaitu hari-hari selain hari Nahr (penyembelihan). Dimutlakan penyebutannya dengan 10 hari, karena itu adalah jumlah bilangan yang terbanyak dari 10 hari. Selesai perkataan mereka.

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Khaashah Bi-Ayyami ‘Asyr Dzilhijjah Al Uwal, 1, Abdul Qadir bin Muhammad bin Abdurrahman Al Junaid, hal.2-3

Amar Abdullah bin Syakir

 

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *