Anda Termasuk Jenis Pelaku Kemaksiatan Yang Mana ?
Saudaraku, bandingkanlah dua ilustrasi berikut ini :
Pertama, seorang pemuda yang mana kemaksiatan menguasai hatinya dan menguasai pemikirannya. Ia melakukan strategi dan mengerahkan segenap kemampuan serta pikirannya untuk mendapatkan jalan menuju kesana.
Kemudian ia berusaha untuk itu dengan anggota tubuhnya dan mungkin mengorbankan sebagian hartanya atau kedudukannya. Ketika anggota tubuhnya berpisah dengan kemaksiatan tersebut, gema kemaksiatan itu masih selalu memanggil-manggilnya dalam benaknya.
Ia merasa senang saat mengingatnya. Tatkala ia bertemu dengan para sahabatnya, ia membangga-banggakan apa yang pernah dilakukannya dan menceritakan apa yang pernah diperbuatnya.
Ketika ia kehilangan kesempatan untuk melakukan kemaksiatan, ia bersedih dan menyesali apa yang lepas darinya. Jika jiwanya menyuruhnya untuk bertaubat, maka itu hanyalah selintas saja yang segera hilang dan dicairkan oleh munculnya nafsu untuk berbuat maksiat.
Kedua, seorang pemuda yang membenci kemaksiatan dan pelaku kemaksiatan. Ia menghabiskan waktunya guna mentaati Kekasihnya (Allah). Tetapi suatu saat ia mengalami kelemahan manusiawi sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan.
Tidaklah ia berpisah dengan kemaksiatan tersebut hingga hatinya menyala-nyala karena rasa penyesalan dan kesedihan. Ia merasa sakit dan sedih serta mengangkat kedua tangannya kepada Kekasihnya sebagai orang yang bertaubat dan beristighfar. Saat ia mendengar orang yang menasehati maka hatinya gemetar, kemaksiatannya benar-benar nampak di depan matanya dan setelah itu tak henti-hentinya ia bertanya : Apa jalan keluarnya ? Apa solusinya ? Ia menjauhi segala jalan yang membawanya kepada kemaksiatan. Demikianlah keadaannya saat ia berpisah dengan kemaksiatan.
Kemudian, setelah itu, ia menghina dan membenci jiwanya. Ia merasa bahwa jiwanya itu jauh dari jalan orang-orang yang shaleh dan menuduhnya sebagai golongan orang yang bodoh dan munafik.
Maka dia itu termasuk golongan yang difirmankan oleh Allah عَزَّوَجَلَّ :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ [آل عمران : 135]
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Qs. Ali Imran : 135)
Katakan dengan nama Allah, apakah keduanya itu sama ? Manakah di antara keduanya itu yang lebih dekat kepada rahmat Allah ?, Raja yang Maha Mengetahui dan Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang ?
Makna demikian inilah yang diisyaratkan oleh al-Hafizh Ibnul Qayyim –رَحِمَهُ اللهُ -.
Ia berkata : “Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- hanyalah mengampuni seorang hamba, apabila terjadinya dosa tersebut kerena dikalahkan oleh syahwat dan karena kuatnya kecenderungan. Jadi ia melakukan dosa padahal ia membencinya dan tidak ada keinginan dalam hatinya untuk meneruskan kemaksiatan tersebut. Maka ini, maghfirah Allah dan pengampunan-Nya dapat diharapkan.
Karena Allah mengetahui kelemahan-kelemahannya dan syahwat telah mengalahkannya serta bahwasanya Dia mengetahui setiap saat apa yang ia tidak punya kesabaran untuk itu. Orang ini, apabila melakukan dosa, ia merasa hina lagi bersungkur kepada Tuhannya, ketakutan, berkecamuk dalam dadanya syahwat nafsu pada dosa dan kebencian keimanan padanya.
Jadi ia memenuhi panggilan nafsu sekali tempo dan panggilan iman dalam banyak tempo. Adapun orang yang membangun urusannya untuk tidak merenungi dosa, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak meninggalkan syahwatnya karena Allah, dan justru ia adalah orang yang bergembira lahir batin apabila melakukan dosa. Inilah yang dikhawatirkan dapat menghalangi dirinya untuk bertaubat dan tidak mendapatkan taufik untuk bertaubat. (Miftah Dar as-Sa’adah, 1/283)
Ia mengatakan : “Gembira dengan kemaksiatan membuktikan rasa sangat senangnya dengan kemaksiatan tersebut, bodoh akan kedudukan Dzat yang dia maksiati dan bodoh akan pengaruh buruk serta besarnya bahaya kemaksiatan. Rasa gembiranya terhadap kemaksiatan tersebut menutupi dirinya, sedangkan merasa gembira dengan kemaksiatan itu lebih berbahaya daripada melakukan kemaksiatan itu sendiri. Orang yang beriman tidak pernah merasakan kelezatan bermaksiat selamanya dan tidak bergembira dengannya.
Bahkan setiap ia melakukan kemaksiatan, pasti kesedihan merasuki hatinya. Tetapi syahwat yang memabukkan menghalangi dirinya untuk merasakan kesedihan tersebut. Kapan saja hatinya kosong dari kesedian tersebut dan semakin besar rasa gembiranya, maka hendaklah ia mempertanyakan keimanannya dan menangis karena kematian hatinya. Sebab jika sekiranya hatinya hidup, niscaya perbuatan dosa yang dilakukannya pasti membuatnya sedih, membuatnya marah dan menyulitkan dirinya.
Hati yang tidak merasakan semua itu, berarti hati itu telah mati ; sebab mayat yang terluka tidak merasakan kesakitan. (Madajij as-Salikin, 1/201)
Al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’abul Iman dari Ibnu As-Sammak bahwasanya ia berkata : “Manusia itu terbagi menjadi tiga golongan : Pertama, golongan yang bertaubat dari dosanya, membawa dirinya untuk menjauhi dosanya, ia tidak ingin kembali kepada keburukan yang pernah dilakukannya walaupun sedikit.
Inilah orang yang luas hatinya; Kedua, golongan yang melakukan suatu dosa, kemudian menyesal, berbuat dosa tapi bersedih, berbuat tapi menangis. Ini dapat diharapkan dan dikhawatirkan ; Ketiga, golongan yang berdosa tapi tidak menyesal dan tidak pula bersedih, berdosa tetapi tidak menangis. Orang seperti ini jauh dari jalan Surga dan cenderung ke Neraka.
Diriwayatkan dari Yunus bin Awwam bin Al-Hausyab bahwa ia berkata, “Telah dikatakan bahwa gembira dengan dosa itu lebih berat daripada melakukan dosa itu sendiri.”
Karena itulah periksalah dirimu, wahai saudaraku, dan lihatlah keadaanmu dalam hubungannya dengan kemaksiatan: Apakah anda termasuk orang yang bergembira dengan kemaksiatan, mencarinya dan berusaha mendapatkannya ?
Waspadalah ! Jangan sampai kelezatan syahwat melalaikanmu dari pahitnya dosa, dan jangan sampai api hawa nafsu membakar atom keimanan dan keshalihan dalam hatimu.
Wallahu A’lam
Sumber :
Sabilu an-Najati Min Syu’mi al-Ma’shiyati, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy (ei, hal.8-12)
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor