Kecemburuan dalam kehidupan rumah tangga merupakan satu perkara yang dituntut ada dari kedua belah pihak, suami dan istri. Pasalnya, ia adalah bukti cinta dan sayang masing-masing suami dan istri kepada yang lain.
Kecemburuan menjadikan pendamping merasa memiliki kedudukan dan kehormatan yang dapat mengeratkan hubungan suami istri, mengembangkannya dan melepaskannya dari belenggu stagnan dan rutinitas.
Jadi, kecemburuan merupakan unsur pembaharu yang mampu menstimulisasi semangat hidup.
Ini bila kecemburuan berjalan di atas jalur normalnya. Namun, jika melebihi batas hingga membelenggu suami atau istri, membatasi urusan-urusan pribadi, menanyakan semua perkara yang besar maupun kecil, dan akhirnya sampai taraf kecurigaan, yaitu taraf sikap tidak sehat yang mendorong pelakunya memata-matai semua kesalahan, maka khayalan-khayalan negatif menerawang dan memberikan gambaran-gambaran halusinasi yang tidak ada dasarnya dalam realita.
Oleh sebab itu, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- melarang seorang muslim yang pulang dari perjalanan jauh masuk menemui istrinya kecuali setelah memberitahu mereka, agar setan tidak menyalahgunakan kecemburuan ini.
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pernah singgah di Aqiq, lalu beliau melarang rombongan menemui istri mereka pada malam beliau tiba tersebut.
Tetapi dua pemuda melanggar larangan beliau. Akhirnya, masing-masing dari keduanya melihat apa yang tidak ia suka (HR. Ahmad)
Seorang pujangga menggubah syair yang menggambarkan kecemburuan dan berbagai dimensinya berikut ini,
Betapa indah kecemburuan di saat yang tepat
Dan alangkah buruk kecemburuan di setiap saat
Siapa selalu mencurigai pendamping hidupnya
Mengikuti sakwa sangka tentang dirinya
Hampir ia mendorongnya melakukan keburukan dengan orang yang dikhawatirkannya
Atau ia memajangnya sebagai santapan mata-mata
Cukuplah kehormatannya yang bersih dan agamanya
Menjadi penjaga kelurusan dirinya
Jangan pernah perlihatkan keraguanmu
Akibatnya, orang akan mengikuti tali perangkap setan
terkadang wanita terjatuh dalam perangkap penyakit cemburu akibat emosinya yang tak terbendung. ketika kedua bibir suami mengucapkan nama perempuan secara spontan, atau dalam satu topik pembicaraan kecuali khayalan jahatnya membayangkan adanya hubungan istimewa yang terjadi antara wanita pemilik nama ini dan suaminya.
Kemudian ia mengawasi setiap gerak-gerik sang suami. Kegundahan dan pikiran-pikiran buruk menguasai tindak tanduknya.
Ia mulai melakukan identifikasi resmi dan terang-terangan melemparkan tuduhan kepada suaminya dan kebersihannya.
Menghadapi kecemburuan buta ini, suami merasa dirinya sebagai tahanan yang dikepung dari berbagai penjuru. ia pun berusaha melepaskan diri dengan lari dari penderitaan ini, dengan demikian, berarti istri telah menghancurkan rumah tangganya dan menjauhkan dirinya dari kebahagiaan yang mulai mengarah kepadanya.
Benarlah pepatah arab yang berbunyi, “Kecemburuan buta wanita adalah kunci talak(cerai) nya”.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menggambarkan kepada kita wanita yang terjatuh dalam pengaruh kecemburuan. Beliau bersabda,
إِنَّ الْغَيْرَاءَ لَا تَدْرِي مَا أَعْلَى الْوَادِي مِنْ أَسْفَلِهِ
“Sesungguhnya wanita yang sangat pencemburu tidak bisa membedakan bagian atas lembah dan bagian bawahnya”.
Wanita yang terus memburu langkah-langkah suaminya itu meyakini kecemburuan ini berkat kecerdasan dirinya. Ia tak tahu bahwa kecerdasannya pertama kali yang lari meninggalkan dirinya bila kecemburuan telah parah. Senada dengan ini, Pencelet berkata, “Kecemburuan adalah batu besar, di mana kecerdasan wanita hancur bila bertabrakan dengannya.”
Wallahu A’lam
Sumber :
Ya Ma’syaran Nisa’ Rifqan Bir Rijal, Dr. Najah binti Ahmad Zhahir (ei, hal.106-109)
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor