Syirik, Zina dan Homoseksual Termasuk dalam Perbuatan Keji (bag.2)
Orang yang menikah ada dua macam, yaitu orang yang berpegang kepada hukum dan syariat Allah yang disyariatkan melalui Rasul-Nya, atau orang yang tidak berpegang kepada hukum Allah. Pada saat itu, ia adalah musyrik. Ia tidak boleh menikah kecuali dengan orang musyrik yang sama dengannya.
Apabila dia berpegang kepada hukum Allah tetapi kemudian menyelisihinya dan menikah dengan wanita yang diharamkan oleh Allah maka pernikahannya tidak sah dan dia berzina. Dengan demikian akan jelas makna ayat tersebut :
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina”
Hukum ini merupakan ketetapan dan hukum yang jelas di dalam al-Qur’an. Ia juga hukum fithrah dan konsekwensi akal.
Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengharamkan hamba-Nya yang shaleh menikah dengan pasangan yang tidak bertanggung jawab atau pasangan bagi pelacur.
Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan fithrah kepada manusia untuk mencela perbuatan itu dan menganggapnya sebagai perbuatan keji.
Oleh karena itu, apabila mereka berlebih-lebihan dalam mencela seseorang, mereka mengatakan sebagai suami pelacur. Allah mengharamkan bagi seorang muslim untuk menjadi seperti itu.
Dengan demikian, nampak hikmah dari hukum tersebut dan jelas pula makna dari ayat di atas.
Di antara perkara yang memperjelas hukum tersebut, dan hukum ini adalah hukum yang sesuai dengan syariat Islam, adalah tindak pidana dari seorang wanita akan membawa kerusakan pada tempat tidur saumi dan kerusakan pada nasab yang dijadikan oleh Allah –سبحانه وتعالى – untuk menunaikan maslahat-maslahat mereka.
Allah menjadikan nasab sebagai bagian dari nikmat Allah kepada mereka. Sedangkan perbuatan zina dapat menyebabkan bercampurnya air mani dan ketidakjelasan dalam nasab.
Oleh karena itu di antara keistimewaan hukum syariat adalah mengharamkan pernikahan wanita yang berzina sehingga dia bertaubat dan membersihkan dirinya sendiri.
Wanita yang berzina adalah wanita yang kotor, seperti yang telah dijelaskan di muka. Allah–سبحانه وتعالى – menjadikan pernikahan dengan tujuan mewujudkan kasih sayang, rahmah, mawaddah dan cinta yang murni.
Bagaimana mungkin wanita yang kotor dapat dicintai oleh laki-laki yang bersih sebagai pasangan baginya. Kata Zauj (suami/pasangan) disebut sebagai zauj karena terjadi izdiwaj (keserupaan) yang berarti kemiripan.
Dua pasangan itu adalah dua orang yang serupa. Sedangkan ketidaksesuaian terjadi antara orang yang baik dan orang yang kotor, baik secara syara maupun secara logika.
Pertentangan itu menghalangi keserupaan, saling menyayangi dan saling mencintai. Jadi, pendapat ini adalah pendapat yang baik sekali. Ia melarang laki-laki menjadi suami bagi seorang pezina.
Maka bagaimanakah dengan orang yang membolehkan seorang laki-laki menikah dan bersetubuh pada suatu malam dengan wanita pezina padahal ia telah disetubuhi oleh laki-laki pezina pada malam sebelumnya, kemudian dia berkata bahwa air mani pezina tidak pantas untuk dihormati.
Kalaulah kita terima hal itu tetapi air mani dari suami adalah harus dihormati, maka bagaimana ia dapat bertemu dengan air mani dari pezina dalam satu rahim yang sama ?
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – menjadikan orang-orang yang berzina, baik laki-laki maupun wanita, sebagai laki-laki atau wanita keji. Allah menjadikan jenis lain dari perbuatan ini sebagai perbuatan yang suci, yaitu apabila dilakukan secara halal. Pelakunya disebut orang yang ‘junub’ (yang jauh) karena dia jauh dari bacaan al-Qur’an, shalat dan masjid. Dia dilarang melakukan semua itu sehingga bersuci dengan air.
Demikian pula, apabila perbuatan itu haram hukumnya dan menjauhkan hati dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – , bahkan perbuatan itu dapat menghalangi dirinya dari iman. Dia dapat menjadi orang yang suci dengan bertaubat dan menyucikan badannya dengan air.
Kaum Nabi Luth berkata :
أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini ; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri (Qs. Al-‘Araf : 82)
Kata-kata di atas mirip dengan firman Allah tentang Ashabul ukhdud (orang-orang yang membuat parit) :
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (Qs. Al-Buruj : 8)
Firman Allah :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْل
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya…(Qs. Al-Maidah : 59)
Demikianlah, orang musyrik menyiksa ahli tauhid karena semata-mata memurnikan tauhidnya dan karena dia tidak mencampuri tauhidnya dengan syirik. Demikian pula halnya dengan orang yang melakukan bid’ah, dia menyiksa orang yang mengikuti sunnah karena memurnikan pengikutannya terhadap Rasul dan karena dia tidak mencampurinya dengan pendapat-pendapat lain atau dengan sesuatu yang bertentangan dengan sunah Rasul.
Kesabaran orang yang bertauhid dan yang mengikuti Rasul terhadap siksaan yang dilakukan oleh orang yang melakukan perbuatan syirik dan bid’ah lebih baik , lebih bermanfat dan lebih mudah bagi dirinya daripada kesabarannya terhadap siksaan yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepadanya karena mengikkuti orang-orang syirik dan bid’ah.
Jika harus bersabar, maka bersabarlah terhadap kebenaran,
ia adalah kesabaran yang dipuji akibatnya.
Wallahu A’lam
Sumber :
Ighatsatul Lahfan Min Mashaidisy Syaithan, Ibnul Qayyim al-Jauziyah (ei, 133-135)
Amar Abdullah bin Syakir
Bagian pertama dari artikel ini bisa dibaca di : https://www.hisbah.net/syirik-zina-dan-homoseksual-termasuk-dalam-perbuatan-keji-bagian-1/
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Youtube HisbahTv,
Follow Instagram Kami Hisbahnet dan alhisbahbogor