Jangan Makan Riba dengan Berlipat Ganda !
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (130) وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (131) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (132)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat
(Qs. Ali Imran : 130-132)
Di sini kami akan menyinggung tentang arti ‘berlipat ganda’.
Hal ini dikarenakan pada masa sekarang ini ada orang-orang yang ingin berkamuflase di belakang teks ini. Mereka memelintir tesk ini dengan mengatakan bahwa yang diharamkan adalah riba yang berlipat ganda (أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً) ; adapun yang 2 %, 4 %, 7 %, dan 9 % bukan termasuk dari ( أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً). Hal itu tidak masuk dalam wilayah pengharaman.
Kata (أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً) berlipat ganda adalah deskripsi bagi fakta, bukan sebagai syarat yang berhubungan dengan hukum. Teks yang terdapat pada surat Al-Baqarah di bawah ini mengandung kepastian pengharaman sumber dasar riba, apa pun itu –tanpa batas dan tanpa ikatan-.
Allah ta’ala berfirman,
وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَ
ا
Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) (Qs. Al-Baqarah : 278)
Jika kita telah selesai dalam menetapkan prinsip dasar riba, kita telah menyelesaikan pembahasan tentang karakteristiknya. Untuk itulah kita nyatakan bahwa pada hakekatnya riba tidak hanya atribut sejarah bagi praktek-praktek riba yang terjadi di jazirah Arab. Lebih dari itu, yang dimaksud dengan hakekat larangan di sini adalah pada esensi riba itu sendiri. Maksudnya adalah karakteristik yang melekat pada sistem riba yang menjijikan, berapa pun nilai bunganya.
Sistem riba mempunyai pengertian pengaturan sirkulasi perputaran uang berdasarkan prinsip ini (yaitu prinsip yang disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 130). Ini berarti bahwa praktek-praktek riba tidak hanya praktek personal saja dan bukan pula praktek yang sederhana. Lebih dari itu, di satu sisi riba adalah praktek yang berulang-ulang, dan di sisi yang lain riba adalah praktek yang kompleks. Praktek tersebut muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, selalu berulang.
Sistem riba secara natural selalu merealisasikan karakteristik ini. Sedangkan karakteristik riba tidak terbatas pada praktek-praktek yang terjadi dan berlaku di jazirah Arab saja. Akan tetapi, lebih pada karakter yang melekat pada sistem riba itu sendiri di setiap zaman.
Tujuan utama sistem ini adalah untuk merusak kehidupan spiritual dan moral. Sistem tersebut juga bertujuan untuk merusak kehidupan ekonomi dan politik. Dari itu semua menjadi jelas keterkaitan sistem riba dengan kehidupan ummat manusia dan dampaknya, yaitu membuat sengsara mereka semua.
Pelarangan ini sejalan dengan perintah untuk bertakwa kepada Allah dan mengharapkan kesuksesan dunia dan akkhirat, serta menjauhkan diri dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir.
Manusia yang bertakwa kepada Allah dan takut akan neraka yang telah disiapkan untuk orang-orang kafir, mereka tidak akan memakan harta riba. Begitu juga manusia yang beriman kepada Allah, mereka tidak akan memakan harta riba dan ia tidak akan masuk ke dalam barisan orang-orang kafir.
Penggabungan di dalam ayat-ayat ini, antara pelarangan memakan harta riba dan seruan untuk bertakwa kepada Allah serta menjauhi api neraka yang telah disiapkan untuk orang-orang kafir tidaklah main-main atau kebetulan saja. Akan tetapi, hal tersebut untuk memantapkan hakikat dari perkara ini dan memperdalam pandangan kaum muslimin terhadap hakikat tersebut.
Begitu juga harapan hidup bahagia di dunia dan akhirat, yaitu dengan meninggalkan riba dan bertakwa kepada Allah. Falaah (sukses dunia dan akhirat) adalah hasil yang pasti dari takwa dan hasil dari merealisasikan aturan Allah di dalam kehidupan manusia.
Kemudian, datang pengaut yang terakhir. Allah ta’ala berfirman,
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat”.
Parintah dalam ayat ini adalah perintah umum untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mengaitkan rahmat dengan ketaatan umum ini. Akan tetapi, ulasan tentang pelarangan riba merupakan petunjuk khusus, yaitu menunjukkan tidak adanya ketaatan sama sekali kepada Allah dan Rasul-Nya di dalam masyarakat yang berdiri di atas sistem riba. Tidak ada pula ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya jika di hati seseorang muncul niat untuk makan harta riba dalam bentuk apa pun. Seperti inilah penjelasan tersebut menjadi penegas setelah penegasan sebelumnya.
Wallahu A’lam
Sumber :
Tafsiir Aayaat ar-Riba, Sayyid Quthb Ibrahim Husayn asy-Syadzili, (ei, hal.110-116). Dengan ringkasan
Amar Abdullah bin Syakir