Fiqih Birrul Walidain

FIKIH BIRRUL WALIDAIN

Oleh : Fariq Gasim Anuz

“Termasuk salah satu dari fikih birrul walidain, yaitu janganlah anda memberitahu kedua orang tuamu tentang sakitmu atau problem-problemmu dalam keadaan kedua orang tuamu tidak memiliki kemampuan untuk membantumu karena yang demikian itu membuat keduanya bersedih.
Maka anda berusaha membahagiakan keduanya dengan menampakkan kepada keduanya seolah-olah anda dalam keadaan sehat, bahagia dan berkecukupan, meskipun kenyataannya tidak demikian.” (Prof. Dr. Fahd Arrumi)

Bentuk lain dari fikih birrul walidain adalah dengan berbuat baik kepada kerabat, sahabat orang tua kita dan berbuat baik kepada keluarga mereka.

Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan, Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian Abdullah bin Umar memberi salam dan menaikannya ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya.

Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar,
“Semoga Allah memberikan perbaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.”

Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah orang yang dekat dengan Umar bin Khathab (ayah Ibnu Umar). Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari orang dekat ayahnya.”
(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain masih dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Dinar juga (beliau mantan budak dari Ibnu Umar) bahwa Ibnu Umar memberi kepada orang Badui itu keledainya.
Ibnu Umar ditegur atas pemberiannya yang dianggap berlebihan dengan ucapan, “Semoga Allah mengampunimu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.”

Allah Akbar, Ibnu Umar radhiallahu anhuma menghadiahkan keledainya yang merupakan hewan tunggangannya saat itu. Beliau juga memberikan sorbannya kepada orang Arab badui tersebut sehingga Ibnu Umar berjalan kaki tanpa hewan tunggangan di tengah terik panas tanpa sorban. Padahal orang Arab Badui itu akan merasa senang sekali jika diberi sesuatu yang murah seperti makanan atau sedikit uang.

Beliau memuliakan anak sahabat ayahnya dalam rangka bakti kepada ayahnya yaitu Umar bin Khathab. Padahal Umar bin Khathab radhiallahu anhu sendiri mungkin tidak kenal dengan anak sahabatnya tersebut.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata dalam salah satu ceramahnya,
“Jika Ibnu Umar telah berbuat baik kepada anak sahabat Umar bin Khathab, maka bagaimana jika beliau berjumpa dengan ayah orang Badui tersebut? Tentu akan lebih memuliakannya lagi.”

Syaikh Muhammad juga menyebutkan faidah lainnya dari hadits Ibnu Umar di atas yaitu “Bersegeranya sahabat dalam melaksanakan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Faidah lainnya dari hadits tersebut menunjukkan keluasan rahmat Allah kepada hambaNya dimana kebaikan dan berbakti kepada kedua orang tua itu banyak caranya.”

Menyambung persaudaraan dan berbuat baik kepada sahabat kedua orang tua dan keluarganya bukan saja setelah wafat kedua orang tua kita. Saat mereka berdua masih hidup tetap dianjurkan dan termasuk berbakti kepada kedua orang tua kita.

Kita juga harus berhati-hati agar tidak berlaku kurang ajar atau menyakiti hati sahabat, kerabat dari kedua orang tua kita.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk memuliakan, menghormati dan berbuat baik kepada sahabat, kerabat, orang-orang dekat orang tua kita dan keluarga mereka sebagai bentuk bakti kita kepada orang tua kita baik mereka masih hidup atau setelah wafat.

Sabtu, 24 Muharram 1442 H/ 12 September 2020 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *