Bagaimana Muslim Menyikapi Corona: Panik, Pasrah atau Masa Bodo?

Akhirnya Virus Corona masuk ke Indonesia, setelah sekian waktu kita bertahan. Virus berbahaya yang mematikan ini sangat mengkhawatirkan di seluruh dunia, bukan hanya kesehatan, virus ini juga mengganggu jalannya perputaran ekonomi Negara, bahkan ke hubungan antar Negara dengan pelarangan masuk atau bepergian ke Negara yang terdapat kasus Corona ini.

Jadi, bagaimana kita bersikap? Apakah ikut panik berlebihan hingga memborong makanan pokok dan menyebabkan terganggunya keseimbangan pasar, atau pasrah saja seperti menunggu kematian? atau malah masa bodo, tidak peduli dengan himbauan pemerintah terkait menjaga kesehatan dan lain sebagainya?

Berikut beberapa hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai panduan dalam menyikapi penyakit menular:

1 – Jangan Panik! Tidak Ada Penyakit Menular

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berabda:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا بَالُ إِبِلِي تَكُونُ فِي الرَّمْلِ كَأَنَّهَا الظِّبَاءُ فَيَأْتِي الْبَعِيرُ الْأَجْرَبُ فَيَدْخُلُ بَيْنَهَا فَيُجْرِبُهَا فَقَالَ فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada ‘adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada shafar (menjadikan bulan shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (rengkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).” Lalu seorang arab Badui berkata; “Wahai Rasulullah, lalu bagimana dengan unta yang ada dipasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang kemudian datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapakah yang menulari yang pertama.” (HR Bukhari)

Bagaimana maksudnya? Sedangkan dunia kesehatan mengklasifikasikan adanya yang disebut sebagai penyakit menular?

Berikut keterangannya dari Lajnah Daimah, Lembaga Fatwa Arab Saudi:

العدوى المنفية في الحديث هي: ما كان يعتقده أهل الجاهلية من أن العدوى تؤثر بنفسها

Wabah yang dinafikan dari hadits tersebut yaitu apa yang diyakini oleh masyarakat jahiliyah bahwa wabah itu menular dengan sendirinya (tanpa kaitannya dengan takdir dan kekuasaan Allah). (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 16453)

Jadi, seorang muslim tidak boleh menyangka bahwa penyakit itu menular dengan sendirinya, namun ia menular dengan ijin allah Ta’ala, sehingga seseorang tidak akan terkena penyakit tersebut jika Allah Ta’ala melindunginya.

2 – Jangan Pasrah! Tetap Awas!

Bukan berarti ketika penyakit tidak menular kecuali dengan ijin Allah Ta’ala maka seseorang pasrah dan santai tidak menjaga kebersihannya dengan nama tawakkal! Justru tawakkal setelah berusaha, yaitu menjaga kebersihan dan tidak kontak fisik dengan orang-orang yang terindikasi terdampak virus ini.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ

Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa” (HR Muslim)

Yaitu hendaklah seseorang juga berusaha menjaga diri dan menjaga jarak dengan sumber penyakit tersebut, seperti menggunakan masker, mencuci tangan dan tidak berinteraksi dengan korban tanpa pelindung khusus.

3 – Jangan Masa Bodo! Tawakkal Bukan Nekat

Apabila virus sudah tersebar disuatu tempat, dan hampir dikatakan merata menjangkiti penduduk daerah tersebut, maka daerah itu harus diisolasi, tidak boleh keluar darinya, dan orang lain tidak boleh masuk ke daerah tersebut. Dan isolasi ini merupakan solusi dan sunnah Nabi untuk menghentikan penyebaran penyakit, beliau bersabda:

«إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا» [صحيح البخاري ومسلم]

“Jika kalian mendengar ada wabah penyakit menular di suatu daerah maka jangan kalian memasukinya, dan jika terjadi di suatu daerah dan kamu ada di dalamnya maka jangan kamu keluar dari daerah itu”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Maka seorang muslim harus mengerti keadaan, jangan memaksakan bepergian ke daerah yang sudah positif terjangkiti virus tersebut. Dan seseorang yang terinfeksi tidak boleh bepergian sehingga menularkan penyakitnya ke orang lain.

Pesan Terakhir

Tawakkal bukan berarti pasrah tanpa usaha, dan begitu juga dengan menerima takdir.

Maka seorang muslim harus meyakini bahwa apa yang terjadi itu atas izin Allah Ta’ala, seperti sehat dan sakitnya, namun Allah Ta’ala juga mewajibkan tawakkal, maka ia bertawakkal dengan sembari beikhtiyar dengan menjaga kesehatan, kebersihan dan mengikuti anjuran kesehatan lainnya, tidak boleh masa bodo dengan menganggap sepele hal yang penting ini, karena hal tersebut dapat merugikan dirinya sendiri jika ia yang tertimpa penyakit, dan merugikan orang lain jika sampai ia menularkannya, wal iyadzu billah.

Terakhir, salah satu bentuk ikhtiyar selain factor eksternal, juga da factor internal, yaitu membentengi diri dengan dzikir dan doa, sehingga Allah Ta’ala melindungi kita dan tidak mentakdirkan kita termasuk orang-orang yang tertimpa penyakit itu.

Jaga dzikir pagi dan petang, doa keluar dan masuk rumah, perbanyak tasbih dan doa berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ

“Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari penyakit belang-belang, gila dan kusta, dan penyakit buruk lainnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)

Semoga Allah Ta’ala menjaga negeri kita dan seluruh negeri kaum muslimin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *