Meminta maaf setelah melakukan kesalahan termasuk perkara yang dianjurkan oleh Islam. Seyogyanya suami istri mempraktikkan akhlak mulia ini dalam kehidupan mereka serta mendidik anak-anak dengannya. Tatkala salah seorang pasangan jatuh dalam kesalahan, hendaknya ia bersegera meminta maaf dan jangan menunda, supaya hati menjadi lunak, pintu setan tertutup, dan jurang pertikaian tidak meluas.
Meminta maaf jika diiringi hadiah, tamasya, makan malam di luar, atau hal lain yang menetralisir masalah tentu lebih baik. Kemudian satu pihak juga harus menerima permintaan maaf dan tidak meneruskan ngambek. Hendaknya mengambil pelajaran dari kesalahan dan kekeliruan yang ada demi memperbaiki kehidupan rumah tangga. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِيَّاكَ وَكُلَّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ
Jauhilah perkara yang kamu perlu meminta maaf darinya (Shahih al-Jami’)
Dalam hadis ini terdapat peringatan bagi siapa yang sengaja melakukan perbuatan atau ucapan yang pada akhirnya ia harus meminta maaf kerenanya.
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap bani Adam banyak salah, dan sebaik-baik yang salah adalah yang banyak bertaubat.” (Hasan, Shahih al-Jami’)
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا وَيَصُدُّ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ.
Tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari, keduanya bertemu ini berpaling dan ini berpaling, yang terbaik adalah yang pertama memulai salam.” (Shahih al-Bukhari)
Berdasarkan hadis ini pula suami istri dilarang mendiamkan pasangannya atau anaknya melebihi tiga hari. Sebab apabila mendiamkan diulur-ulur, maka akan berdampak negatif yang berujung tidak baik.
Seorang penyair berkata :
Apabila suatu hari kawan meminta maaf kepada engkau
Dari suatu kesalahan maka itu udzur bagi saudara sejati
Jagalah ia dari sifat kasarmu dan maafkanlah ia
Karena maaf adalah watak setiap orang merdeka
Wallahu A’lam
Sumber :
Dinukil dari “ Tis’un Wa Tis’una Fikrah li Hayah Zaujiyah Sa’idah”, karya : Dr. Musyabbab bin Fahd al-Ashimi (ei, hal. 110)
Amar Abdullah bin Syakir