Jika pada umumnya kaum muslimin berpuasa sunnah pada hari Asyura karena keutamaannya yang besar, yaitu dapat menggugurkan dosa setahun yang telah lewat, namun tidak dengan Kaum Syiah, sebuah aliran yang menyimpang dari agama Islam yang lurus ini.
Di hari Asyura ini, mereka malah menyiksa diri dengan menampar-nampar diri sendiri, merobek saku pakaian, meratap, meraung bahkan sebagian sampai ada melukai tubuh sendiri dengan benda-benda tajam, semua perkara yang dilarang oleh Islam itu menurut mereka dilakukan atas dasar memperingati hari kematian Sayyidina Husain Radhiyallahu’Anhu yang tragis.
Berikut kami nukilkan pernyataan mereka:
“Peringatan Karbala Asyura Syiah
“Peristiwa Karbala (bahasa Arab:واقعة كربلا) atau Peristiwa Asyura ( واقعة عاشوراء) adalah perang dan kesyahidan Imam Husain as bersama sahabat-sahabatnya melawan pasukan dari Kufah yang terjadi pada 10 Muharram 61 H/680 di bumi Karbala, dimana mereka berperang melawan Yazid khalifah kedua bani Umayyah. Tragedi Karbala merupakan peristiwa sejarah Islam yang paling menyayat hati kaum muslimin terkhusus orang-orang Syiah. Mereka setiap tahun pada peringatan haulnya mengadakan acara duka begitu besar dan menyeluruh.” ( http://id.wikishia.net/view/Tragedi_Karbala)
Sekilas memang benar bahwasanya peristiwa memilukan itu memang terjadi menimpa cucu kesayangan Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam, namun peristiwa itu mereka jadikan suatu hari peringatan yang mereka anggap bagian daripada agama, padahal jika ditinjau maka didapatkan bahwa rangkaian acara peringatan itu melanggar aturan Islam, seperti yang telah kita sebutkan diatas contoh-contohnya, yang mana yang demikian itu berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam:
(لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ). رواه البخاري ومسلم
“Bukan dari golongan kita, siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek saku dan menyeru dengan seruan jahiliyah”.
Dan Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan titik kekeliruan Syiah yaitu:
قال الحافظ ابن كثير رحمه الله : ” فكل مسلم ينبغي له أن يحزنه قتله – أي الحسين- رضي الله عنه ، فإنه من سادات المسلمين، وعلماء الصحابة وابن بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم التي هي أفضل بناته ، وقد كان عابدا وشجاعا وسخيا ، ولكن لا يحسن ما يفعله الشيعة من إظهار الجزع والحزن الذي لعل أكثره تصنعٌ ورياءٌ ، وقد كان أبوه أفضل منه ، فقتل وهم لا يتخذون مقتله مأتما كيوم مقتل الحسين. “البداية والنهاية” (8/221).
“Setiap muslim memang seyogianya untuk bersedih atas kematian Husein Radhiyallahu ‘Anhu, karena beliau adalah salah satu pemimpim kaum muslimin, alimnya para sahabat, cucu Rasulullah dari anak terbaiknya (Fathimah), dan beliau juga seorang ahli ibadah pemberani lagi murah hati, akan tetapi (tidak benar juga) apa yang dilakukan Syi’ah seperti meronta-ronta dan menangis-nangis yang kebanyaknnya terlalu dibuat-buat, karena bapak dari Husain (Ali), lebih baik darinya, dan juga mati terbunuh, namun nyatanya mereka tidak memperingati hari kematinnya (Ali) seperti mereka meratapi hari kematian Husain”. Al Bidayah Wan Nihayah 221/8).
Di negeri ini, Syiah memang tidak memiliki banyak pengaruh seperti di negeri asalnya yaitu Iran, namun ternyata ada satu-dua tradisi yang turun temurun dilakukan oleh sebagian masyarakat yang ternyata banyak tidak disadari orang-orang adalah tradisi turunan Syiah, seperti Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman.
Bagaimana sejarahnya tradisi ini bisa ada di Indonesia?
Berikut:
“Upacara Ritual Tabot sampai di Bengkulu dibawa oleh para penyebar agama Islam dari Punjab. Para penyebar agama Islam dari Punjab yang datang ke Bengkulu pada waktu itu adalah para pelaut ulung di bawah pimpinan Imam Maulana Irsyad. Rombongan Imam Maulana Irsyad yang datang ke Bengkulu berjumlah 13 orang, antara lain terdapat : Imam Sobari, Imam Bahar, Imam Suandari dan Imam Syahbuddin. Mereka tiba di Bengkulu pada tahun 1336 Masehi (756/757 Hijriah). Setibanya di Bengkulu kaum Syiah penyayang Amir Hussain ini langsung melaksanakan rangkaian Upacara Ritual Tabot yang diselenggarakan selama 10 hari, yakni dari akhir bulan Dzulhijjah 756 H sampai dengan tanggal 10 Muharram 757 H.” (http://www.syiahindonesia.com/2014/04/perayaan-tabot-di-bengkulu.html)
Dan begitu juga sama persis dengan tradisi Tabuik di Pariaman, yang diwarisi dari anak ke cucu tanpa disadari kekeliruannya.
Padahal sebagai Ahlussunah wal Jamaah tentu kita harus memegang teguh sunnah Rasulullah dan menjauhi hal-hal yang menyalahi risalah beliau dari perkara bid’ah dan sesat, dan inilah yang dipraktekkan oleh Imam Empat, tidak ada satupun orang yang dapat meragukan kecintaan para imam empat madzhab kepada Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam dan Ahli Baitnya, namun nyatanya mereka tidak pernah melakukan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh kaum Syiah, padahal jika hal tersebut baik tentu kesemua imam tersebut telah terlebih dahulu mengamalkannya.
Maka, di hari yang utama ini, hendaklah setiap muslim mencukupkan diri dengan amalan-amalan yang telah sah dari Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam, bukan dengan melakukan amalan-amalan yang tidak ada dasarnya dari agama Islam.