Siapa yang tidak mencari kelapangan dalam hidup ini, semua orang mendambakannya, namun tiap-tiap orang berbeda persepsi mengenainya, ada orang yang memandang hidup lapang itu adalah hidup yang berkelebihan, yakni mampu mendapatkan apa yang diinginkan. Namun tidak bagi para hamba Allah yang solihin, bagi mereka hidup yang lapang bukan berarti demikian, namun ia adalah hidup yang berkah, hidup yang susah atau bahagianya berada diantara sabar dan syukur. Karena bagi mereka, bisa jadi keberkahan itu ada pada yang sedikit, dan ujian ada apa harta melimpah yang melebihi kadar untuk hidup berkecukupan.
Bagi orang yang tidak dapat memandang hakikat kehidupan dalam menyikapi harta akan berusaha untuk dapat memenuhi semua yang ia inginkan dan perlukan, bagaimanapun caranya, bahkan sampai tidak memandang perkara halal dan haram padanya, misalnya Riba, yang bisa dikatakan keharamannya diketahui oleh rata-rata orang muslim, namun yang terjadi dilapangan justru rata-rata orang muslim terjerumus padanya, entah itu sebagai pegawai bank konvensional, nasabah bank, dan yang terbanyak itu dari kalangan menengah ke bawah sebagai peminjam. dan diantara banyak orang tersebut hanya sedikit yang mampu keluar dari lingkaran haram itu.
Saudara-saudara kita yang masih terjerat riba sesungguhnya ibarat orang haus yang terbuai dengan fatamorgana oase di tengah gurun pasir, mereka sedang butuh dana dan didepan mereka seperti terdapat lembah uang yang dapat meringankan beban mereka, namun walhasil air yang diteguk dari lembah tersebut bukan melepas dahaga, namun malah menjadai penyakit, karena sejatinya ia adalah air kotor nan tercemar, terakhir lepas dahaga tidak, namun malah mendapatkan penyakit baru. Tidak semua keperluan mereka terpenuhi dengan meminjam ala riba, namun yang ada malah harus menanggung cicilan sekian tahun dengan bunga tinggi dan sederet kesepakatan yang merugikan, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Dan untuk fenomena ini, ada satu ayat yang dapat menjelaskannya, yaitu firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” . Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”.(QS Thaha: 124-126)
Ya, hidup semakin sempit sebab riba karena berpaling dari peringatan Allah Ta’ala dalam banyak ayat dan melalui lisan Nabi-Nya bahwa telah diperingatkan akan haramnya bertransaksi dengan riba, salah satunya adalah firman-Nya:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS Al Baqarah: 175)
Dan sabda nabi-Nya:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
dari Jabir dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.” (HR. Muslim)
Dan hasilnya, ketidakberkahan hidup dengan segala macam permasalahannya itu adalah sebab uang haram riba, dan bagaimana mungkin dapat kesuksesan dalam pekerjaan jika bekerja ditempat yang haram, bagaimana mungkin dapat ketenangan dalam rumah tanggah jika uang yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga itu hasil uang haram, dan bagaimana dapat berharap memiliki anak-anak yang saleh-salehah jika mereka disuapi dengan uang haram.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى: ياأيها الرسول كلوا من الطيّبات واعملوا صالحاً.
وَقاَلَ تَعَالَى: ياأيها الذين ءامنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم.
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ : ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ.[رواه مسلم]
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firman-Nya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah.
Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia mengangkatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim).
Terakhir, bagi mereka yang merasa kehidupannya aman dan tentram saja padahal tetap berurusan dengan riba, renungilah ayat berikut:
سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
وَأُمْلِى لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِى مَتِينٌ
“(Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur) Kami akan mengambil mereka secara berangsur-angsur (dari arah yang tidak mereka ketahui.). (Dan Aku memberi tangguh kepada mereka) Aku menangguhkan mereka. (Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh) amat kuat dan tak dapat ditinggalkan.” (QS Al Qalam: 44-45)
Muhammad Hadrami, LC.
Alumni Fakultas Syariah LIPIA Jakarta