Orang-orang pasti banyak bertanya-tanya mengapa transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam secara riba atau konvesional haram hukumnya, padahal secara zahir sah-sah saja seseorang menerima lebih dari jumlah yang dipinjamkannya sebagai timbal balik dari jasanya dalam memberi pinjaman, bukankah begitu?
Jawabannya tentu tidak sesederhana itu, karena masalah pengharaman atau penghalalan itu dari dari Allah Ta’ala, maka seorang yang mengaku muslim tentu paham sikap yang seyogyanya ia ambil terhadap perintah penciptanya, apalagi hakikatnya kita adalah hamba-hamba Allah Ta’ala, jadi wajib bagi kita untuk mematuhi setiap perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Baiklah, untuk menjawab pertanyaan diatas, berikut setidaknya ada lima sebab mengapa riba diharamkan menurut Imam Al Fakhrur Razi dalam tafsirnya (At Tafsir Al Kabir) pada surat Al Baqarah Ayat 275, simak penjelasannya:
Pertama: “Riba itu mengambil harta orang lain tanpa timbal balik”.
Maksudnya bagaimana? Yaitu selisih jumlah sebab bunga ketika pengembalian pinjaman hakikatnya adalah harta milik si peminjam, maka menerimanya sama saja mengambil harta orang lain tanpa hak.
Kedua: “Praktek Riba dapat menghalangi orang-orang dari mencari uang dengan bekerja”.
Nah yang ini adalah yang paling banyak merugikan perekonomian, maksudnya? Begini, mencari uang dengan riba ini sebenarnya membuat orang-orang merasa tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan uang jika ingin membeli sesuatu, ia cukup meminjam uang ke Bank atau membeli dengan kredit konvensional yang ber DP murah, dan sekejap apa yang ia ingin beli ia dapatkan tanpa harus susah payah menabung uang hasil bekerja, dan begitu juga bagi orang-orang yang memiliki kekayaan, jika mereka ingin menambah kekayaan mereka, mereka merasa tidak perlu untuk mempertaruhkan harta mereka dengan berinvestasi, mereka merasa cukup dengan menaruh uang mereka di bank maka akan bertambah, atau memberi pinjaman kepada orang dengan bunga, sehingga kembali dengan jumlah lebih banyak, dan begitu seterusnya.
Ketiga: “Bermuamalah secara riba dengan sesama dapat menghilangkan sikap saling tolong-menolong”.
Tolong-menolong antar sesama merupakan perkara yang sangat dianjurkan Islam, bahkan setiap agama, bahkan secara kemanusiaan. Dan pinjam-meminjam dengan bunga ini tidak mencerminkan sifat terpuji tersebut, karena pinjaman tersebut tidak gratis, bahkan harus mematuhi syarat-syarat tertentu yang seringkali sangat keterlaluan, seperti denda telat bayar, hingga menyita paksa aset yang dijaminkan tanpa rasa belas kasih, dan Agama apapun jelas tidak merestui tindakan semacam itu, karena seharusnya setiap orang saling tolong-menolong tanpa pamrih, karena secara moral memang sepantasnya si kaya membantu si miskin dalam kehidupan sosial.
Keempat: “Umumnya yang memberikan hutang itu orang kaya, dan peminjam adalah orang tidak mampu,sehingga yang terjadi adalah si kaya semakin memeras si miskin dengan adanya bunga pinjaman”.
Point ini adalah hasil dari terjadinya point ketiga, sehingga kita dapati orang tidak mampu semakin kesusahan dengan cicilan berbunga yang menjerat lehernya sekian tahun kedepan, dan kepalanya terus dibuat was-was dan pusing karena aset yang dijaminkannya bisa saja tersita cepat atau lambat.
Kelima: “Riba diharamkan secara tegas dengan dalilnya, sehingga wajib bagi kita mentaatinya, meskipun seandainya kita tidak mengetahui sebab pengharamannya”.
Jadi, pada dasarnya sikap Muslim adalah sami’naa wa atha’naa pada setiap perkara perintah dan larangan, tidak mesti harus mengetahui sebabnya baru mentaatinya, karena terkadang memang syariat mendatangkan perintah atau larangan dalam bentuk tidak dijelaskan secara rinci sebab dan tujuannya dalam rangka menguji keimanan si muslim tersebut, apakah ia tunduk patuh atau enggan karena merasa akalnya tidak mampu mencernanya.
Terakhir, cukuplah bagi kita hadits berikut yang menunjukkan betapa tercelanya riba, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه” رواه الحاكم وصححه.
“Riba memiliki 73 pintu, dan pintu yang paling ringan (bagi barangsiapa yang memasukinya) bagaikan seseorang yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri”. (HR Hakim)
Tidak sampai disitu, bukan hanya pemakan riba saja yang tercela, bahkan juga menimpa orang-orang yang berada di pusaran sebuah transaksi riba, sebagaimana sabdanya:
“لعن الله آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه. وقال: هم سواء” رواه مسلم.
“Allah melaknat pemakan riba, wakilnya, pencatatnya, dan kedua orang saksinya”, beliau menambahkan: “Mereka semua sama!”. (HR Muslim)
Diterjemahkan secara singkat dari artikel berbahasa arab:
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=11446