Anas bin Malik berkata, Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- sering menengok Ummu Aiman. Ummu Aiman suka memberi beliau susu, kadang beliau sedang berpuasa dan kadang beliau mengatakan,”Aku tidak mau”. Kemudian Ummu Aiman mencandai beliau. Setelah Nabi wafat, Abu Bakar berkata kepada Umar, “Mari kita mengunjungi Ummu Aiman, sebagaimana Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- dahulu mengunjunginya.” Ketika mereka berdua masuk ke rumahnya, Ummu Aiman menangis. Mereka berdua bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis ? Sungguh, apa yang di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya.” Dia menjawab,”Aku menangis karena wahyu dari langit telah terputus.” Jawabannya membuat mereka berdua ikut manangis, dia menangis dan mereka berdua pun menangis.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/212; Ibnu Abi Syaibah, 7/428; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, 2/68; dan al-Ishabah, 4/433. Ibnu Hajar berkata, “ (Hadis ini) diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Ya’la.)
Kisah yang menyentuh hati ini, menunjukkan kepada kita kedudukan agung yang dimiliki seorang shahabiyah yang mulia ini, Ummu Aiman, pengasuh Nabi dan kerabat dekatnya (lihat, Faidhul Qadir, 6/152; dan al-Ishabah, 4/432)
Dengan ucapannya tadi, beliau telah membuat menangis dua orang-mereka berdua adalah orang yang paling beriman dan banyak amalnya di antara umat ini setelah Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- yaitu Abu Abakar ash-Shiddiq dan Ummar al-Faruq. Hal inilah yang menunjukkan kepada kita tentang kedudukannya yang agung dan terhormat.
Yang menambah keagungan dan kemuliaan kedudukannya adalah hal yang membuat dirinya dan orang lain menangis. Dia menangis bukan karena kematian sang suami, anak, atau kerabatnya. Dia merasa sangat sedih, bukan karena perdagangannya yang merugi, di mana sebelumnya ia meraih keuntungan. Dia bersedih bukan karena seseorang telah melukainya atau memukulnya. Hatinya sakit dan pedih bukan karena sakit yang dialaminya, bukan karena pusing yang dideritanya atau karena darah bercucuran dari tubuhnya.
Bukan karena itu semua ! Akan tetapi, dia menangis karena disebabkan yang lain dari itu semua, dan dia pun pantas untuk menangisinya. Dia menangis karena terputusnya wahyu yang turun dari langit dengan membawa ayat-ayat dan dalil-dalil yang meyakinkan, serta nasehat-nasehat yang menyentuh kalbu.
Wahai para mukmin dan mukminat ! Dia menangis karena tidak bisa lagi mendengar Jibril turun dengan membawa perkara yang agung, penjelasan yang menyentuh kalbu serta membuat mata menangis karena mengandung makna-makna yang indah dan memiliki pengaruh yang kuat.
Maka dari itu, karena keimanan yang telah tertancap di dalam hatinya, dan kuatnya hubungan dirinya dengan Rabbnya, serta karena tingginya keyakinannya kepada Penguasanya, perkataan dan ucapannya menyentuh hati dua orang Mukmin, Abu Bakar dan Umar, dua insan yang khusyu’, zuhud dan wara’, mereka berdua telah berlebur bersama dalam tangisan.
Sikap yang menyentuh kalbu dari Ummu Aiman bersama Abu Bakar dan Umar ini, merupakan seruan bagi muslimah secara keseluruhan, untuk kembali dengan sebenar-benarnya kepada kitab Rabbnya (al-Qur’an), dengan cara membacanya, membenarkan, dan mengamalkan isi kandungannya. Karena, siapa saja yang mau memperhatikan apa yang terjadi pada kebanyakan wanita, dia akan mengetahui bahwa sikap menjauh dari al-Qur’an adalah yang menyebabkan mereka mendapatkan sejumlah musibah dan bencana.
Terapinya adalah meneladani sikap yang telah diberikan oleh seorang wanita Mukminah lagi khusyu’ ini. Dia menyeru kalian semua, wahai kaum muslimah di seluruh penjuru dunia untuk menyatukan hati dan menerangi jiwa dan raga dengan al-Qur’an yang tidak pernah ternodai kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya.
Semoga Anda termasuk wanita yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan semoga Anda termasuk wanita yang terdapat dalam firman Allah azza wajalla,
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتٰبَ اللهِ وَأَقَامُوا۟ الصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجٰرَةً لَّن تَبُورَ
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ غَفُورٌ شَكُورٌ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Qs. Al-Fathir : 29-30)
Wallahu a’lam
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Dinukil dari “Durusun Min Hayaa-ti ash-Shahabiyaat”, Dr. Abdul Hamid as-Suhaibani. (E,id.hal. 88-90).