Al-‘Ala bin Abdirrahman[1] meriwayatkan bahwa ia pernah masuk menemui Anas bin Malik di rumahnya di Bashrah, setelah beberapa lama beliau usai menunaikan shalat Zhuhur. Al-‘Ala berkata: rumah beliau (yakni, Anas bin Malik) berada di samping Masjid. Maka ketika kami masuk menemui beliau, beliau berkata: apakah kalian telah melaksanakan shalat Asar? kami katakan kepada beliau: sesungguhnya kami baru beberapa saat usai dari melaksanakan shalat zhuhur. Beliau pun berkata lagi: kalau begitu segeralah kalian mengerjakan shalat Asar! maka kami pun bangkit lalu mengerjakan shalat (Asar). Selesai kami shalat, beliau berkata (kepada kami): Aku pernah mendengar Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “itu adalah shalatnya orang Munafiq, di mana ia duduk mengamati Matahari, sehingga apabila Matahari tersebut telah berada di atara dua tanduk setan [2] , ia bangkit (melaksanakan shalat) dengan gerakan yang cepat (seperti burung yang mematuk) sebanyak 4 (rakaat), di dalam shalatnya tersebut ia tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit sekali.
(HR. Ibnu Khuzaemah. Diriwayatkan juga oleh imam Muslim, 5/125, hadis no. 1411)
Dari Martsad bin Abdillah al-Yazaniy [3], ia berkata : datang kepada kami Abu Ayyub dengan maksud untuk menyerang (musuh), sedangkan ‘Uqbah bin ‘Amir [4] pada hari itu berada di Mesir, beliau kala itu mengakhirkan pelaksanaan shalat Maghrib. Abu Ayub pun menemui beliau dan berkata (kepada ‘Uqbah),’ shalat apa ini wahai ‘Uqbah ? maka Uqbah pun menjawab, “ kami telah disibukkan “. Maka, Abu Ayyub pun berkata lagi : Demi Allah, tidak ada yang terbetik dalam diriku melainkan aku beranggapan bahwa orang-orang menyangka bahwa engkau pernah melihat Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti itu. Aku pernah mendengar Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “ummatku akan senantiasa dalam kebaikan –atau berada di atas fithrah[5]– selagi mereka tidak mengakhirkan pelaksanaan shalat Maghrib hingga Tasytabiku an-Nujuum [6]
Ihtisab di dalam Hadis
Dalam hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam poin berikut ini :
Pertama, Ihtisab Amar Ma’ruf Nahi Munkar terhadap orang yang mengakhirkan waktu pelaksanaan shalat tanpa ada uzur.
Kedua, Kesemangatan seorang muhtasib untuk melaksanakan shalat-shalat pada awal waktunya.
Penjelasan :
Kedua hadis di atas menunjukkan disukainya tindakan bersegera mengerjakan shalat Asar dan Maghrib pada awal waktu, di dalam hadis yang pertama terdapat celaan Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap orang yang mengakhirkan pelaksanaan shalat Asar tanpa uzur, orang yang mengerjakan shalat tersebut di akhir-akhir waktunya cenderung melakukannya tanpa ada kekhusyuan dan thuma’ninah, ia bergerak dengan cepat, tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit saja. [7] dan Anas bin Malik telah memerintahkan kaum itu yang masuk menemui beliau agar mengerjakan shalat Asar pada awal waktunya.
Di dalam hadis yang lainnya terdapat ungkapan yang cukup keras terhadap orang yang mengakhirkan waktu pelaksanaan shalat Maghrib hingga tasytabika an-Nujuum [8] demikian pula Abu Ayyub mengingkari tindakan ‘Uqbah bin ‘Amir ketika beliau melihat ia mengakhirkan waktu pelaksanaan shalat Maghrib.
Seorang Muhtasib hendaknya bersemangat untuk melaksanakan shalat-shalat (lima waktu) di awal waktunya. [9] karena sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat yang dilakukan pada waktunya. Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, amal apakah yang paling utama ? beliau menjawab :
اَلصَّلَاةُ فِي أَوَّلِ وَقْتِهَا
Shalat yang dikerjakan di awal waktunya [10] . Oleh karena itu, seorang muhtasib hendaknya bersegera memenuhi panggilan Allah subhanahu wa ta’ala dan melaksanakan perintah-Nya, dan memperhatikan perkara wajib yang agung ini. Selagi amal tersebut lebih dicintai Allah niscaya pahalanya lebih besar.
Wallahu a’lam
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
“ al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaemah”, karya : Abdul Wahab bin Muhammad bin Fayi’ ‘Usairiy, hal. 91-93
[1] Dia adalah Abu Syabl al-‘Ala bin Abdurrahman bin Ya’qub al-Huraqiy al-Madaniy. Mantan budak al-Huraqah dari Juhainah. Seorang imam di bidang Hadis. Imam an-Nasai berkata : Laisa Bihi Ba’sun. Beliau meninggal dunia di awal-awal kekhilafahan Abu Ja’far, tahun 138 H. Lihat, Tahdziibul Kamaal, 5/526-527; Siyar A’lam an-Nubala, 6/186-187
[2] Kedua tanduk Setan, yakni, dua sisi kepala dan kedua bagian sampingnya. Ada yang mengatakan bahwa al-Qorn (Tanduk) maknanya adalah al-Quwwah (kekuatan), yakni, ketika Matahari akan tenggelam setan bergerak dan menguasai, sehingga setan itu seperti pembantu bagi Matahari tersebut. Kesemua ini merupakan permisalan bagi orang yang sujud kepada Matahari ketika terbit atau ketika tenggelam; karena orang-orang kafir mereka sujud kepada matahari kala itu…Lihat, an-Nihayah, 4/25, Syarh Muslim, 5/126)
[3] Beliau adalah Abul Khair Martsad bin Abdillah al-Yazaniy al-Mishriy, seorang imam, Abu Sa’id bin Yunus berkata (tentang beliau) “beliau adalah seorang mufti bagi penduduk Mesir pada zamannya.” Beliau meninggal dunia pada thun 70 H. Lihat, Tahdziib al-Kamal, 7/65, Siyar A’lam an-Nubala, 4/284-285
[4] Beliau adalah Abu Hammad-ada juga yang mengatakan selain itu- Uqbah bin ‘Amir bin Abs bin ‘Amr bin ‘Adiy al-Juhaniy, seorang imam, ahli Qiro’ah, sahabat Nabi, beliau adalah seorang Alim, ahli qiroat, seorang yang pandai berbicara, ahli di bidang ilmu waris, seorang pujangga, memiliki kedudukan yang terpandang. Beliau meninggal pada tahun 58 H. Lihat, Tahdziibu al-Kamal, 5/196-197, Siyar A’lam an-Nubala, 2/467-469
[5] Di atas fithrah, yakni, di atas Sunnah. ‘Aunul Ma’buud, 1/2/63. Dan lihat juga, an-Nihayah, 3/457
[6] Tasytabiku an-Nujuum, yakni, muncul semuanya, dan bercampur satu sama lainnya karena saking banyaknya yang muncul. Ungkapan ini merupakan kinayah tentang kondisi yang gelap. An-Nihayah, 2/44, ‘Aunul Ma’bud, 1/632. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, 1/210, hadis no. 418; Ahmad,4/147; al-Baihaqi, 1/370. Hadis ini dihasankan isnadnya oleh syaikh al-Albaniy, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Ibnu Khuzaemah, 1/174
[7] Lihat, Syarh Muslim, an-Nawawi,5/126, al-Mufhim, al-Qurthubiy, 2/250, Nailul Authar, asy-Syaukaniy,1/310
[8] Shahih Ibnu Khuzaemah, 1/174. Dan lihat juga, Nailul Authar, asy-Syaukaniy,2/3
[9] Selain Shalat Isa. Karena yang utama untuk shalat Isa adalah takhir (mengakhirkan waktu pelaksanaannya, sebagaimana hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa hadis yang shahih. Kecuali dalam keadaan khawatir akan memberatkan orang-orang yang shalat. Demikian pula mengkahirkan waktu pelaksanaan shalat zhuhur ketika cuaca sedemikian panas hingga berkurang kadar panasnya.
[10] HR. Ibnu Khuzaemah, 1/169, hadis no. 327. Al-Bukhari,2/12, hadis no. 527