Bulan Ramadhan bulan ampunan, begitu semua orang mengetahuinya, yang mana padanya pahala dilipatgandakan, pintu surga dibukakan, dan setan-setan dibelenggu di neraka.
Kaum muslimin berlomba-lomba memperbanyak ibadah padanya, semangat bangun pagi untuk sahur, siang mengisinya dengan tilawah dan malamnya semangat berbondong-bondong ke masjid untuk menghidupkan hari-hari bulan puasa, demi meraih janji yang disebut oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
“Barang siapa berpuasa ramadhan dan mendirikan shalat (dimalamnya) atas dasar iman dan mengharap (ridha Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR Muttafaq’Alaihi)
Namun, juga sudah menjadi rahasia umum, bahwa ramainya masjid dan penuhnya shaff dibulan ramadhan sering hanya sebuah euforia sesaat oleh sebagian orang, mereka begitu antusias dan semangat hanya karena momen ramadhan yang sekali dalam setahun, selebihnya mereka mulai jenuh untuk rutin rajin tilawah dan teraweh setiap hari nonstop sebulan penuh. Namun di sisi lain, sebuah masjid tidak akan pernah kehilangan seluruh jamaahnya, disana akan tetap ada walaupun hanya hitungan jari yang tetap semangat menghidupkan ramadhan, lantas apa bedanya? bahkan terkadang yang konsisten adalah orang-orang tua, dan yang hanya semangat diawal adalah anak-anak muda, padahal jika dilihat siapakah yang paling bertenaga diantara dua golongan tersebut?
Ada banyak alasan untuk menjawabnya, namun salah satunya yang akan kita ulas kali ini adalah “Rasa Nikmat Ketika Beribadah”.
Banyak orang yang memiliki jasmani sehat namun tidak diberikan taufik oleh Allah Ta’ala sehingga tergerak hatinya untuk melangkahkan kaki ke masjid, lihat saja sebagai contohnya, masjid-masjid kini hanya diisi oleh anak-anak dan orang-orang tua, kemana para pemuda yang kuat mendaki gunung pencakar langit itu?
Namun diantara sedikit orang-orang yang beribadah itu, tidak semuanya mendapatkan kekhusyukan didalam shalatnya, tidak merasa kelezatan, sehingga ibadah masih terasa sebagai beban dan pengganggu waktu kerja dan istirahat olehnya, hal yang demikian mengapa terjadi?
Karena ia tak menikmati lezatnya beribadah dan bermunajat, dan rasa itu tak akan pernah ia rasakan selama yang ia nikmati adalah maksiat, hayati kisah berikut yang diriwayatkan oleh Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah dalam kitabnya Shaidul Khathir:
Ada sebuah kisah dari umat sebelum kita, yang menceritakan dialog antara Allah Ta’ala dengan salah seorang hamba-Nya, si hamba berkata:
“Wahai Rabbku, betapa banyak aku bermaksiat kepada-Mu, tapi sama sekali engkau tidak pernah menghukumku?”.
Allah menjawab: “Hai hambaku, betapa sering aku menghukummu tapi engkau tidak menyadarinya!”.
Maka si hamba kembali bertanya dengan keheranan:
“Wahai Rabbku, bagaimana mungkin engkau menghukumku sedangkan aku tidak merasakannya?”.
Allah Ta’ala menjawab:
“Tidakkah engkau merasa bahwa Aku tidak memberimu rasa nikmat dalam bermunajat kepada-Ku?!”.
Maka oleh sebab itu, Ramadhan sudah didepan mata, yang dalam sekejap dapat pergi lagi jika engkau tidak menikmati kedatangannya dengan menghidupkan siang dan malamnya dengan beribadah sebab maksiat-maksiatmu yang hingga kini belum engkau minta ampunan darinya?
Bertaubatlah, untuk ramadhan yang nikmat dan bermakna.
Penulis : Muhammad Hadrami