Beliau Sendiri yang Membersihkannya

Abu Sa’id al-Khudriy meriwayatkan bahwa Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wasallam- melihat dahak di arah kiblat masjid, maka beliau menghilangkannya dengan menggunakan batu yang berukuran kecil dan beliau melarang seseorang meludah ke arah depan dan ke arah kanannya. Dan beliau bersabda : hendaknya seseorang meludah (jika ingin meludah) ke arah kirinya atau ke bagian bawah kakinya yang kiri (HR. Ibnu Khuzaemah. Diriwayatkan pula oleh Imam al-Bukhari, 1/609, hadis no. 414, Muslim, 5/41, hadis no. 1225)

Dari Abu Sa’id al-Khudriy, ia berkata, “Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- melihat dahak di arah kiblat masjid, maka beliaupun menghilangkannya dengan menggunakan ranting pohon yang tengah dipegangnya, kemudian beliau menghadapkan dirinya kepada sekelompok orang yang tengah ada di dalam masjid-merekapun tahu bias kemarahan yang terpancar pada wajah beliau-, lalu beliau bersabda, “ siapakah di antara kalian pemilik dahak ini” ? namun mereka diam saja. Lalu beliau melanjutkan sabdanya, “adakah diantara kalian yang senang kala ia tengah berdiri shalat lalu ada seseorang yang meludah ke arah wajahnya? merekapun menjawab, “ tidak “ . Beliau bersabda, “sesungguhnya Allah di hadapan kalian kala kalian melaksanakan shalat, maka janganlah salah seorang di antara kalian melontarkan kotoran ke arah depannya, akan tetapi hendknaya membuangnya ke arah kiri kalian atau ke bawah telapak kaki kalian (HR. Ibnu Khuzaemah. Diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la, 2/27, hadis No. 1076. Hadis ini, isnadnya dishahihkan oleh al-Albani di dalam ta’liqnya terhadap shahih Ibnu Khuzaemah, 2/63)

 Ihtisab di dalam Hadis

Dalam kedua hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam  empat poin berikut ini :

1- Ihtisab terhadap orang yang meludah ke arah kiblat masjid

2- Di antara gaya dalam pengingkaran adalah “at-Ta’ridh

3- Kesemangatan seorang muhtasib untuk memperbanyak melakukan kebaikan

4- Termasuk sifat seorang muhtasib adalah “menjaga kebersihan”.

Penjelasan :

Kedua hadis di atas menunjukkan wajibnya memuliakan dan menghormati masjid, membersihkannya dari segala bentuk kotoran, semisal dahak dan lain sebagainya, dan beramar ma’ruf nahi munkar terhadap orang yang meludah ke arah kiblat.

Sungguh, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- telah mengingkari tindakan orang yang meludah ke arah kiblat masjid dan beliau juga berusaha menghilangkan apa yang beliau lihat berupa kotoran tersebut. Beliau melakukan pengingkaran dengan lisan dan tindakan. Dengan lisannya, beliau mengingkari sahabatnya yang melakukan tindakan mungkar tersebut, beliau juga menjelaskan kemuliaan dan kedudukan arah kiblat. Beliau juga mengajari mereka cara yang benar, jika seseorang harus meludah. Adapun pengingkaran beliau dengan tindakannya adalah dengan cara beliau menghilangkan kotoran yang beliau lihat dengan tangan beliau sendiri.

Maka dari itu, seorang muhtasib hendaknya melakukan pengingkaran terhadap orang yang dilihatnya menyepelekan perkara menghormati masjid, terkhusus orang yang membuang kotoran baik berupa dahak atau ludah dan yang lainnya ke arah kiblat. Hendaknya pula seorang muhtasib mengajari manusia tata cara meludah (saat shalat di masjid), agar tidak meludah ke arah depannya akan tetapi hendaknya meludah ke arah kirinya atau ke bawah telapak kakinya.

Uslub Ta’ridh

Sesungguhnya di antara gaya yang diteladankan oleh Rasulullah dalam melakukan pengingkaran adalah uslub at-Ta’ridh, yaitu tanpa menyebutkan secara jelas si pelaku kemungkaran. Caranya yaitu, dengan mengatakan dengan ungkapan umum. Perhatikanlah sabda beliau, “  hendaknya seseorang…”  dan seterusnya. Manfaatnya sangat besar, di antaranya adalah mengingatkan semua orang yang ada bahwa tindakan seperti yang dilakukan tersebut berupa meludah ke arah kiblat saat shalat merupakan kemungkaran yang tidak layak untuk dilakukan oleh siapa pun yang tengah beribadah kepada Allah azza wajalla.

Semangat Memperbanyak Kebaikan

Dalam kedua hadis di atas juga menggambarkan betapa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- sedemikian bersemangat untuk memperbanyak melakukan kebaikan (padahal beliau adalah orang yang telah mendapkan jaminan pengampunan dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang).  Hal ini terlihat pada tindakan beliau menghilangkan kotoran dengan menggunakan tangannya yang mulia, beliau menghilangkan kemungkaran tersebut dengan tangannya. Dan ini menunjukkan pula besarnya ketawadhuan beliau dan kebagusan akhlaknya. Ibnu Hajar mengatakan, “di dalamnya terdapat dorongan untuk memperbanyak melakukan kebaikan, meskipun pelakunya adalah orang yang telah banyak melakukan kebaikan, karena Nabi secara langsung menghilangkan kotoran itu, dan ini juga menunjukkan kepada besarnya ketawadhuan beliau, semoga Allah menambahkan kepada beliau kemuliaan dan keagungan (Fathul Baariy, 1/612). Tentunya, seorang muhtasib lebih harus bersemangat untuk banyak melakukan kebaikan-kebaikan selagi memungkinnya untuk melakukannya, hendaknya mengambil petunjuk pada tindakan Nabi tersebut dan menjadikannya sebagai petunjuk yang diteladaninya, hendaknya dirinya tidak merasa risih atau malu untuk mengubah kemungkaran semisal ini, karena Nabi-seorang yang mulia saja- membersihkan kotoran secara langsung dengan menggunakan tangan beliau sendiri, baik dengan menggunakan tongkat atau pun batu. Hal demikian itu dilakukan untuk menjaga dan mengagungkan syiar-syiar Allah azza wajalla.

Menjaga Kebersihan

Kedua hadis di atas juga menunjukkan bahwa seorang muslim wajib menjaga kebersihan dirinya dan hendaknya pula bersemangat untuk menjaga kebersihan tempat-tempat umum, terkhusus adalah tempat-tempat ibadah. Hendaknya tidak membuang kotoran atau hal lain yang akan mengganggu kenyamanan orang lain. “dan agama Islam mengajak kepada kebersihan dan kesucian, lari dari kotoran; maka ada baiknya bila seorang muslim membawa serta tissu atau sejenisnya untuk digunakan menyingkirkan kotoran dan hal lain yang mengganggu kenyamanan dan membungnya pada tempat-tempat pembuang sampah yang tersedia” (Taudhihu al-Ahkam, Abdullah al-Bassam, 1/507). Maka, seorang muhtasib tentunya lebih harus untuk menjaga kebersihan, karena ia adalah sosok teladan untuk orang lain. Oleh karena itulah maka hendaknya ia menyeru manusia kepada kebersihan dan kesucian, terkhusus di tempat-tempat ibadah, hendaknya pula ia menghilangkan atau menyingkirkan kotoran atau hal lain yang akan mengganggu kenyamanan yang terdapat di masjid, dengan demikian ia telah meneladani suri tauladan seluruh manusia, yaitu Nabi Muhammad-shallallahu ‘alaihi wasallam.

Wallahu a’lam

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

Sumber :

al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaemah”, karya : Abdul Wahab bin Muhammad bin Fayi’ ‘Usairiy, hal. 70-73 dengan ringkasan

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Instagram @hisbahnet,
Chanel Youtube Hisbah Tv

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *