Tidak diragukan bahwa tindakan “sihir” merupakan dosa besar dan kezhaliman; kezhaliman terhadap Allah karena menyekutukan Allah, memalingkan hak-Nya berupa “ibadah” kepada selain-Nya, di mana si tukang sihir melakukan penyembahan kepada setan, dengan cara berkurban kepadanya dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dimintanya. Juga merupakan bentuk kezhaliman kepada manusia, yakni, pihak yang disihir atau pihak yang meminta disihirkan. Pihak yang disihir terzhalimi karena ia terkena bahaya akibat sihir yang ditujukan kepadanya, seperti mengalami rasa sakit, gangguan jiwa dan mental, dan lain sebagainya. Pihak yang mememinta disihirkan juga terzhaimi dari sisi bahwa hartanya diambil dengan cara yang tidak benar, karena biasanya tukang sihir meminta bayaran kepada pihak yang meminta untuk disihirkan baginya sebagai jasa sihir yang dilakukannya.
Oleh karena itu, nampaknya tidak mengherankan jika kemudian hukuman bagi tukang sihir itu –menurut pendapat sebagian ulama- adalah “dibunuh”. Namun, tentunya, yang menegakkan hukuman “bunuh” bagi tukang sihir tersebut adalah pihak yang berwenang atau penguasa.
Sahabat Jundub meriwayatkan hadis yang marfu’
حَدُّ السَّاحِرُ ضَرْبُهُ بِالسَّيْفِ
Hukuman tukang sihir adalah dipenggal kepalanya dengan pedang (dibunuh) (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan ia berkata : yang benar hadis ini mauquf (yakni,perkataan Jundub sendiri)
Hadis ini tidak membedakan tukang sihir antara satu dengan yang lainnya, sehingga menunjukkan bahwa setiap tukang sihir, apa pun jenis sihirnya, maka hukumannya adalah dibunuh. Dan yang benar bahwa hal itu merupakan hukuman atas kemurtadannya karena sihir pada hakikatnya pasti mengandung unsur kesyirikan kepada Allah azza wajalla, dan barangsiapa yang berbuat kesyirikan, maka ia telah murtad, serta halal darah dan hartanya.
Dan dalam shahih al-Bukhari dari sahabat Bajalah bin Abadah, ia menuturkan,
كَتَبَ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنْ اقْتُلُوْا كُلَّ سَاحِرٍ وَسَاحِرَةٍ, قَالَ : فَقَتَلْنَا ثَلَاثَ سَوَاحِرَ
Umar bin Khaththab memerintahkan kepada kami : “bunuhlah setiap tukang sihir laki-laki dan perempuan.
Perkataan Umar ini sangat jelas, bahwa ada perintah untuk membunuh setiap tukang sihir laki-laki dan perempuan, tanpa ada perincian.
Dan telah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari sahabat Hafshah, bahwasanya ia memerintahkan supaya dibunuh seorang budak perempuan miliknya yang telah menyihirnya, maka budak tersebut lalu dibunuh. Demikian juga diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari sahabat Jundub. Imam Ahmad berkata : sungguh telah diriwayatkan hal yang serupa dari tiga orang shabat.”
Maksudnya : setiap tukang sihir harus dibunuh, karena para sahabat telah menfatwakan bolehnya membunuh mereka (para kurang sihir itu), dan juga memerintahkan untuk membunuh mereka, tanpa dibedakan. Dan inilah seharusnya yang diterapkan, tidak ada perbedaan antara mereka.
Dan merupakan kewajiban atas setiap muslim untuk berhati-hati dari ilmu sihir dengan berbagai jenisnya, dan bekerja sama dalam melaporkan kepada pemerintah tentang keberadaan tukang sihir –dalam rangka melepaskan tanggung jawab dan mengingkari kemungkaran-, karena tukang sihir –sebagaimana dinyatakan oleh para ulama-tidaklah masuk ke suatu negeri, kecuali akan tersebar kerusakan, kezhaliman dan kelaliman.
Wallahu a’lam
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Banyak mengambil faedah dari “ Mukhtashar Syarh Kitab at-Tauhid, Muhammad bin Husain al-Qahthoni, (pensyarah : Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alu Syaikh), hal.135-136