(Cermin Kesungguhan Mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah)
Agama Islam sangat menjaga dan melindungi kehormatan wanita. Maka dari itu Islam memerintahkan kepadanya untuk selalu menetap di rumahnya, Allah berfirman, (artinya),
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian (Qs. Al-Ahzab : 33)
Islam juga menganjurkan kepadanya agar melaksanakan shalat di rumahnya dan menjelaskan bahwasanya hal tersebut lebih baik baginya daripada shalat di masjid, demi menjaga kehormatan, kesucian diri, dan kemuliaannya.
Sikap berikut ini menggambarkan kepada kita sebuah akhlak yang mulia dari seorang shahabiyah di dalam melaksanakan petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– untuknya, yaitu menunaikan shalat di rumah karena hal ini adalah yang lebih afdhal baginya.
Ath-Thabari dan lainnya meriwayatkan dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid as-Sa’idi, Ummu Humaid berkata, “Saya berkata (kepada Rasulullah), “Wahai Rasulullah! Para suami kami melarang kami shalat bersamamu ( di masjid). Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– berkata, “ Shalat kalian di tempat tidur kalian lebih baik daripada shalat kalian di kamar kalian, shalat kalian di kamar kalian lebih baik daripada shalat kalian di rumah kalian, dan shalat kalian di rumah kalian lebih baik daripada shalat kalian berjama’ah (di masjid) (al-Mu’jam al-Kabir ath-Thabrani, 25/148)
Hadis ini juga diriwayatkan dengan lafazh mufrad (kata tunggal, bukan jama’),seperti yang terdapat di dalam riwayat Ahmad dan lainnya. Ummu Humaid menuturkan bahwasanya ia pernah datang kepada Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam– dan berkata,”wahai Rasulullah ! Sesungguhnya aku senang shalat (berjama’ah) bersamamu. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-berkata, “ Aku tahu kamu senang shalat bersamaku, akan tetapi shalatmu di tempat tidurmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku. “
Perawi mengatakan, “Setelah itu dia (Ummu Humaid) meminta untuk dibangunkan tempat shalat pada bagian paling dalam dari rumahnya dan paling gelap. Dia senantiasa melakukan shalat di situ hingga wafat. “
Peristiwa ini menjelaskan kepada setiap muslimah betapa bersungguh-sungguhnya seorang shahabiyat yang mulia ini untuk selalu mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah- shallallahu ‘alaihi wasallam-. Sebab saat Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-menjelaskan kepadanya bahwa shalatnya di dalam rumah lebih baik baginya, dia tidak membantahnya, tidak mengajukan protes dan juga tidak mengeluh. Dia telah mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– tidak memerintahkan sesuatu kepadanya, kecuali apa yang terbaik baginya untuk dunia dan agamanya.
Maka dari itu, kita dapat mengetahui kepatuhannya yang luar biasa kepada perintah Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- ketika dia menutup pintu rumahnya dan menjadikan tempat salah satu pojoknya yang gelap pada bagian yang paling dalam dari rumahnya, kemudian di situ dia melaksanakan shalat sampai dia menemui ajalnya menghadap Allah azza wajalla.
Nasehat Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– bagi seorang shahabiyah yang mulia ini, yaitu agar dia menetap di rumahnya hingga dalam melaksanakan shalat, adalah nasehat yang sungguh sangat mulia.
Begitulah Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– dalam memberikan bimbingan pada ummatnya, beliau tidak menyuruh kecuali menyuruh kebaikan, dan beliau tidak melarang kecuali melarang perbuatan yang tidak baik dan bisa menimbulkan fitnah.
Ath-Thabrani, dengan sanad hasan telah meriwayatkan, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Perempuan itu aurat. Sungguh seorang perempuan keluar rumah dari rumahnya dengan keadaan biasa saja, kemudian setan menyambutnya, setan berkata kepadanya, “Kamu tidak akan melewati seorang, kecuali dia akan terpesona dengan dirimu.’ Dan sungguh seorang perempuan memakai pakaiannya, kemudian dikatakan kepadanya, ‘Ingin ke mana kamu ?’ Dia menjawab, ‘Aku ingin menjenguk orang sakit, melayat orang yang meninggal dunia, atau shalat di masjid.’ Tidak seorang perempuan pun yang beribadah kepada tuhannya yang sebanding dengan ibadahnya kepadaNya di rumah.”
Dengan demikian, melalui kisah Ummu Humaid di atas jelaslah bagi kita bahwa shalat seorang perempuan pada tempat yang tersembunyi itu lebih afdhal, karena dengan begitu dia akan aman dari fitnah. Apalagi pada zaman kita sekarang ini ini, tidak diragukan lagi hal itu merupakan keniscayaan, karena kaum perempuan sekarang telah banyak memperlihatkan keindahan mereka. Semoga Allah ta’ala tetap menjaga wanita kaum Muslimin dari segala fitnah. Amin
Sumber :
Duruusun Min Hayati ash-Shahabiyaat, Dr. Abdul Hamid as-Suhaibani (E.id, 21-24)