Mengambil hati orang yang akan kita ajak bicara adalah salah satu seni yang sangat penting untuk kita kuasai. Hati yang belum terbuka dan siap untuk menerima pembicaraan akan sulit ditembus oleh nasehat dan dakwah, sama halnya seperti gelas yang tertelungkup kebawah sebanyak apapun kita menyiramnya dengan air tak akan ada satu tetespun yang masuk kedalam karena ia tertutup. Orang yang sekedar melaksanakan kewajiban dalam menyampaikan nasehat tanpa memperhatikan seni dalam menasehati akan mudah tertolak, baik ditolak secara langsung atau diterima secara dzahir dan ditolak secara batin.
Maka dari itu, mengambil hati orang lain itu penting demi lancarnya dakwah. Janganlah kita melakukan hal-hal yg akan menimbulkan penolakan dari sisi orang yang kita nasehati agar tidak terjadi penghalang antara kita dengan dia pada awal pertemuan. Cukup Nabi shalallallahu alahi wa sallam menjadi maha guru bagi kita dalam berdakwah, beliau berhasil mengambil hati jutaan manusia dengan kemahiran beliau memainkan seni berinteraksi dengan orang lain.
Seni mengambil hati ini dapat kami simpulkan menjadi poin-poin berikut.
1. Hindarilah kesan menggurui.
Tabiat manusia siapapun dia ingin selalu dihormati dan didengarkan, bukan disalahkan dan digurui. Disaat menyampaikan nasehat sebaiknya kita menghindar dari kesan menggurui apalagi dengan orang yang setara dengan kita atau lebih tua, karena itu dapat menimbulkan kesan bahwa kita lebih baik dari dia dan berada diatas dia sehingga kita mengguruinya. Hal ini dapat membersitkan rasa gengsi di hati orang tersebut dan menjadi awal pemicu penolakan terhadap nasehat yang kita sampaikan. Sikap tawadhu’ dan rendah hati lebih baik untuk kita gunakan daripada mengajari dan menggurui.
Alangkah indahnya akhlaq Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain radhiyallahu’anhuma tatkala melihat seorang kakek yang kurang benar dalam berwudhu’ kemudian salah satu dari keduanya berkata kepadanya, “kek, kami ingin berlomba berwudhu’, tolong kakek nilai siapakah diantara kami yang lebih benar wudhu’nya,” kemudian mereka berwudhu’ sebagaimana yang mereka ketahui dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Setelah keduanya selesai berwudhu’ sang kakek mengatakan, “wudhu’ kalian berdua adalah yang benar, dan cara wudhu’ku yang salah.” Ini adalah salah satu contoh menegur tanpa berkesan menggurui.
2. Membela orang yang dinasehati
Orang yang terkenal dengan perbuatan dosa dan bejat seringkali dikucilkan dan dicela oleh orang-orang sekitarnya, mereka mengecapnya sebagai orang yang buruk dan bejat dan tak bisa diharapkan kebaikannya. Hal ini seringkali menyebabkan si pelaku kehilangan jati dirinya untuk menjadi orang baik, ia merasa tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari orang-orang sekitar, sehingga ia memilih untuk terus dalam dunia maksiatnya dan putus asa untuk memperbaiki diri dikarenakan tak mudah untuk merubah pandangan orang lain kepadanya. Orang-orang seperti mereka memerlukan pembelaan dari orang yang tulus untuk menuntunnya kepada kebenaran, ingatlah bahwa seburuk apapun seseorang berbuat, lubuk hatinya tidak akan terima dirinya dikatakan orang yang buruk, hatinya akan menjerit bahwasanya dirinya tidak seburuk yang mereka bayangkan. Oleh Karena itu dia sangat perlu orang yang mendekatinya, menuntunnya, membelanya untuk menuju kebenaran, dan menginginkan kebaikan untuknya.
3. Dengarkanlah keluh kesahnya
Memberikan kesempatan kepada orang yang akan kita nasehati untuk berbicara dan mendengarkan apa yang ia katakan adalah salah satu seni untuk mengambil hati orang tersebut. Ia akan merasa dihargai dan kemudian akan balik menghargai dan mendengarkan kita. Dengan memberinya kesempatan untuk berbicara adalah salah satu upaya untuk membuatnya perasaanya lega dan nyaman, sehingga menjadi peluang bagi kita kemudian untuk menyampaikan nasehat yang ingin kita sampaikan.
Cukuplah nabi shallalahu alaihi wa sallam sebagai teladan bagi kita tatkala beliau didatangi oleh ‘Utbah bin Rabi’ah menawarkan harta, tahta, dan wanita dengan syarat beliau meninggalkan dakwah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyimak dan membiarkannya berbicara sampai selesai, setelah Utbah berhenti berbicara nabi bertanya, “Apakah kamu sudah selesai?” Utbah menjawab “iya” kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam membacakan baginya awal surah Fusshilat sampai pada ayat 13 yang membuat Utbah lompat terperanjat mendengar firman Allah yang artinya: “jika mereka berpaling maka katakanlah ‘aku memperingatkanmu dengan petir seperti petir yang menimpa kaum Aad dan Tsamud.”
Kesimpulannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan kesempatan kepada Utbah bin Rabiah untuk meluapkan dan mengutarakan apa yang ada di benaknya sehingga ia merasa lega, baru setelah itu Nabi menyampaikan apa yang ingin Nabi sampaikan sehingga benak Utbah sudah kosong dan siap menerima apa yang diutarakan oleh Nabi kepadanya.
Ini adalah beberapa metode pendekatan dalam berdakwah secara pribadi yang kami serap dari kitab-kitab ataupun pengalaman orang-orang yang kami percaya. Semoga menjadi masukan yang bermanfaat bagi saudara-saudara seiman dalam berdakwah ataupun berinteraksi secara umum kepada orang lain.
Bersambung…….
Penulis : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,