Segala puji bagi Allah, Pemilik semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Ada beberapa jenis nasehat yang dikatakan sebagai “penerang hati dan pencerah pikiran”. Jika memang demikian adanya, maka ajakan kepada para pemeluk Syiah untuk kembali kepada kebenaran sangatlah layak untuk dimasukkan ke dalam kategori jenis nasehat.
Saya persembahkan tulisan ini kepada siapa saja yang memiliki rasa peduli atas agama, akidah, dan umatnya. Kepada siapa yang ingin melihat kekerabatan, persaudaraan, dan rasa cinta, kesatuan kata, serta kekompakan barisan dalam tubuh umat islam. Tulisan yang meneteskan darah’, menerangi kegelapan, dan menunjuki manusia ke jalan yang lurus.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap pemberi nasehat kepada umat, yang menginginkan adanya persatuan di antara mereka, untuk berupaya semampunya guna menyatukan kembali perceraian yang berlangsung selama ini mengembalikannya kepada keadaan semula, yaitu keadaan generasi awal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah-subhanahu wa ta’ala :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا [آل عمران : 103]
Artinya, “ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (Qs. Ali Imran : 103)
Di antara hal terpenting yang mesti dimulai oleh seorang yang ingin memberikan kontribusi kepada umat Islam (dalam rangka menyatukan barisan) adalah memberikan nasehat kepada orang-orang yang menyelisihi ajaran al-Qur’an dan As-Sunnah. Ia juga mesti memperingatkan ummat agar tidak terpengaruh oleh tindakan-tindakan melampui batas dan penyimpangan-penyimpangan mereka yang bisa menghalangi umat dari petunjuk dan jalan yang lurus.
Oleh karena itu, tulisan ini adalah untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan para tokoh madzhab Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (Syi’ah 12 Imam; kaum Rafidhah) dalam masalah aqidah, agar seorang muslim mengetahui hakikat mereka yang sebenarnya. Yang dengannya, tidak ada alasan lagi bagi orang yang tidak tahu untuk membenarkan madzhab mereka yang sesat tersebut.
Pertama : Akidah kaum Syiah Rafidhah mengenai al-Qur’an
Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah), dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan jaminan untuk menjaganya dari segala penyelewengan dan campur tangan manusia sampai Hari Kiamat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ [الحجر : 9]
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (Qs. Al-Hijr : 9)
Dalam surat yang lain, Allah subhanahu Wa ta’ala juga berfirman,
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ [فصلت : 42]
(al-Qur’an) yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Terpuji (Qs. Fushshilat : 42)
Jadi siapa saja yang berusaha menyentuh al-Qur’an (dengan maksud jahat), dan berusaha ‘mencabik-cabik’ kesuciannya, maka sesungguhnya ia telah berada jauh dari Agama islam meskipun tetap mengaku sebagai muslim. Jati dirinya wajib disingkap, supaya Umat mengetahui permusuhannya terhadap Islam, terutama terhadap pedoman utama umat ini, yaitu al-Qur’an.
Kaum Rafidhah telah enggan untuk mengimani kesakralan dan kesucian al-Qur’an sebagai kalamullah yang terjaga dari segala macam campur tangan manusia. Bahkan mereka memandang bahwa al-Qur’an telah mengalami perubahan dan penyelewengan yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Menurut mereka, al-Qur’an yang masih utuh dan terjaga dari penyelewengan adalah al-Qur’an yang berada di tangan Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu-, yang kemudian diwariskan kepada para imam keturunannya. Dan menurut sangkaan mereka lagi, al-Qur’an itu sekarang berada di tangan al-Mahdi al-Muntazhar (imam kedua belas mereka yang menghilang tahun 260 H dan dianggap akan muncul lagi di akhir zaman).
Klaim tersebut telah dikeluarkan oleh para pembesar dan ulama madzhab Syi’ah, dan selanjutnya mereka nisbatkan kepada para imam mereka (keturunan Ali bin Abi Thalib) secara bohong dan mengada-ada, karena sesungguhnya para imam itu tidaklah meyakini demikian. Salah satu di antara pembesar syi’ah yang menyatakan klaim tersebut adalah al-Kulaini-yang diberi gelar Tsiqatul Islam (orang terpercaya islam) oleh kalangan syi’ah. Dalam bukunya, al-Kafi, al-Kulaini telah meriwayatkan hal-hal khurafat (tahayul) yang tidak benar, padahal ia mengatakan bahwa semua riwayat dalam buku itu adalah shahih. Dan anehnya lagi, al-Kulaini tidak pernah memberikan komentar apapun mengenai ketidak absahan riwayat-riwayat tersebut. Padahal kitabnya itu dikalangan ulama Rafidhah dianggap sebagai kitab yang paling shahih (layaknya shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim menurut Ahlus-Sunnah). Berikut ini beberapa riwayat-riwayat tersebut :
“Dari Ja’far as-Shidiq-semoga Allah merahmatinya,(ia telah berkata) : ‘sesungguhnya al-Qur’an yang dibawa oleh Malaikat Jibril (untuk disampaikan) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu aslinya berjumlah 17.000 ayat. (2/634)
Kita telah mengetahui bahwa jumlah ayat-ayat al-Qur’an hanya 6.000 lebih sedikit. Pernyataan ini jelas mengisyaratkan adanya klaim penghapusan 1/3 ayat-ayat al-Qur’an dengan sengaja. Betapa kejinya tuduhan ini !
Malaikat jibril turun kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam membawa ayat yang berbunyi : “ Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang ayat al-Qur’an yang telah Kami wahyukan kepada hamba Kami (mengenai Ali bin Abi Thalib), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu. (1/417)
Dan masih banyak lagi contoh-contoh serupa di dalam karya-kara para ulama syi’ah. Mayoritas buku-buku Rafidhah memang telah terjerembab ke dalam kubangan yang menjijikkan dan jurang yang sangat berbahaya ini (yakni, mengklaim bahwa al-Qur’an telah dipalsukan). Riwayat-riwayat mengenai hal tersebut di buku-buku mereka bukanlah sekedar riwayat-riwayat syadzdzah mundassah (janggal dan asing) yang tidak diakui oleh para cendikiawan dan peneliti mereka (akan tetapi riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat-riwayat yang benar-benar mereka akui dan yakini). Seorang ulama syi’ah bernama al-Mufid mengatakan dalam bukunya, Awa ilul Maqaalaat, hal. 54, sebagai berikut,
Sesungguhnya hadis-hadis telah datang secara sangat populer dari para imam pembawa petunjuk dari kalangan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah dari keturunan Ali radhiyallahu ‘anhu) yang menerangkan mengenai perbedaan (naskah-naskah) al-Qur’an dan apa yang dilakukan oleh para musuh (maksudnya : para sahabat radhiyallahu ‘anhum) dari penghapusan dan pengurangan (isi al-Qur’an)
Di akhir abad ke-13, terbongkarlah borok Syi’ah yang sebenarnya dalam masalah ini. Salah satu ulama kenamaan mereka yang bernama an-Nuri ath-Thabrisi telah menuliskan statemen kufur ini. Di dalam kitabnya yang diberi judul “ Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Robbil ‘Arbaab (Kata akhir mengenai pembuktian akan pemalsuan kitab Tuhan), ia mengumpulkan segala hikayat yang mereka miliki untuk membuktikan keyakinan mereka tentang ketidak-otentikan al-Qur’an. Kitab at-Thabrasi itu akhirnya menjadi sebab cercaan bagi kaum Rafidhah sepanjang masa. Ath-Thabrisi telah mengumpulkan riwayat-riwayat para pendahulu dan guru-gurunya yang bertebaran untuk membuktikan keyakinan kaum Rafidhah berdasarkan riwayat dan perkataan ulama-ulama mereka, bahwa mereka telah mengatakan keyakinan kufur tersebut.
Sebagian mereka bahkan telah menuduh secara dusta dan keji bahwa Ahlus Sunnah juga mengatakan hal yang sama tentang ketidak-otentikan al-Qur’an.
Kita katakan : “ dengan lidah kalian sendirilah, kami akan membantahnya !”. Lihatlah salah satu syekh kalian sendiri, al-Mufid, yang telah berkata dalam bukunya, Awa ‘ilul Maqaalaat, hal. 13, “Syi’ah imamiyah telah bersepakat bahwa para pemimpin sesat (selain Syi’ah) telah banyak menyalahi mereka (Syi’ah) dalam hal pembukuan al-Qur’an. Mereka juga telah meninggalkan keotentikan wahyu dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam. Kalangan Mu’tazilah, Khawarij, Zaidiyah, Murji’ah, dan para Ahli Hadits telah bersepakat untuk berselisih pendapat (mengenai al-Qur’an) dengan kalangan Imamiyah.”
Terbebasnya Ahlu Sunnah dari tuduhan sesat tersebut sebetulnya memang tidak membutuhkan pengakuan di atas. Akan tetapi, pengakuan itu perlu sekali disebutkan karena memang diucapkan sendiri oleh pihak penentang. Dan tentunya pernyataan objektif dari seorang penentang akan lebih mudah diterima ketimbang pernyataan yang muncul dari seorang pendukung.
Adapun pengingkaran beberapa ulama Syi’ah sendiri terhadap klaim adanya perubahan isi al-Qur’an, mereka menggunakan alasan salah satu rukun agama mereka, yaitu “ Taqiyyah” (berdusta demi tujuan keamanan). Ulama mereka yang bernama Ni’matullah al-Jaza-iri, mengatakan dalam bukunya, al-Anwar an-Nu’maniyah, jilid 2, hal. 358,” Nampaknya perkataan mereka tentang adanya perubahan al-Qur’an adalah demi beberapa kemaslahatan, antara lain agar tertutup pintu kecaman terhadap mereka. Sebab andaikan al-Qur’an dikatakan telah dirubah, bagaimana mungkin kita boleh mengamalkan kaidah-kaidah dan hukum-hukumnya, kalau memang al-Qur’an itu bisa dirubah ?”
Kemudian ia mengutarakan bukti klaimnya, bahwa pengingkaran mengenai keotentikan al-Qur’an tersebut hanyalah sebagai bentuk taqiyah semata : “Bagaimana mungkin hal itu bukan taqiyah, sementara para tokoh syi’ah tersebut telah menuliskan banyak sekali riwayat dan karya-karya mereka tentang adanya penyimpangan/perubahan dalam al-Qur’an. Mereka menuliskan dalam karya-karya itu bahwa ayat ini turun dengan bunyi demikian, kemudian mengalami perubahan seperti demikian” (al-Anwar an-Nu’maniyah, jilid 2, hal. 358-359).
Di samping itu, hukum orang yang meyakini adanya perubahan al-Qur’an adalah kafir. Lantas bagaimanah pendapat para ulama Rafidhah (Syi’ah) sekarang terhadap al-Kulaini penulis buku al-Kafi, dan Ath-Thabrasi penulis Fashlul Khithab, serta para ulama semisal mereka yang secara terang-terangan mengatakan kekafiran ini ?! apakah mereka akan mengkafirkannya ? ataukah mereka tidak akan lagi mengakui para ulama Rafidhah tersebut ? ataukah justru mereka akan tetap menyebut tokoh-tokoh itu sebagai ulama besar dan imam madzhab mereka ?!
Wallahu a’lam
Sumber :
Dinukil dari “Mereka Adalah Musuh Islam Maka Waspadalah !”, al-Haiah al-Alamiyah Lissunnah an-Nabawiyah, hal 1-11.
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,