Para ulama, telah sepakat bahwa wajib mengembalikan segala masalah yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Ibadah apa pun yang tidak disebutkan oleh keduanya adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya.
Berikut ini akan kami sampaikan kepada para pembaca pendapat para ahli ilmu dalam hal ini, sehingga masalahnya menjadi jelas. Al-‘Allamah Asy-Syaukani Rahimahullaah dalam kitab Al-Fawa’id Al-Majmu’ah menyatakan bahwa hadits, “Wahai Ali, barangsiapa melakukan shalat pada malam Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, pada setiap rakaat ia membaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlash sebanyak 10 kali, pasti Allah memenuhi segala hajatnya …dst.”
Hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Lafazh-nya yang menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelaku-nya, tidak diragukan lagi kelemahan-nya, bagi orang yang berakal. Sanadnya pun majhul (tidak dikenal). Telah diriwayatkan dari jalan ke dua dan ke tiga, tetapi kesemuanya maudhu’ dan para periwayatnya adalah orang-orang yang tidak dikenal.” Di dalam kitab Al-Mukhtashar, Asy-Syaukani menyatakan, “Hadits yang menerangkan shalat Nisfu Sya’ban adalah bathil. Sedangkan hadits, “Jika datang malam Nisfu Sya’ban, maka bershalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya”. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ali adalah dha’if.”
Di dalam kitab Al-La’ali, dinyatakan bahwa hadits “Seratus rakaat pada malam Nisfu Sya’ban dengan ikhlas pahalanya sepuluh kali lipat”, yang diriwayatkan Ad-Dailami, adalah maudhu’ dan mayoritas perawinya pada ketiga jalan hadits ini adalah orang-orang yang majhul dan dha’if. Kata Imam Asy-Syaukani, “Hadits yang menerang-kan bahwa dua belas rakaat dengan ikhlas pahalanya tiga puluh kali lipat, dan hadits empat belas rakaat…dst adalah maudhu’.”
Shalat pada malam Nisfu Sya’ban ini telah diriwayatkan dengan berbagai cara dan banyak jalan, kesemuanya bathil dan maudhu’. Al-Hafizh Al-Iraqi mengatakan, “Hadits yang menerang-kan tentang Nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) dan pendustaan atas diri Rasulullah.”
Di dalam kitab Al-Majmu’, Imam An-Nawawi Asy Syafi’i menyatakan, “Shalat yang dikenal dengan Ragha’ib yang berjumlah dua belas rakaat dan dikerjakan antara Maghrib dan Isya’ pada Malam Jum’at pertama Bulan Rajab, serta shalat malam Nisfu Sya’ban yang berjumlah seratus rakaat, adalah bid’ah yang mungkar, tak boleh seseorang terperdaya hanya karena kedua shalat ini disebutkan dalam kitab Quutul Qulub dan Ihya’ Ulumiddin, atau karena berdasarkan hadits yang disebutkan dalam kedua kitab ini.
Kesimpulan :
Kesimpulannya adalah bahwa “tidak disyariatkan memperingati malam nisfu say’aban dengan shalat ataupun yang lainnya” karena tidak adanya dalil yang absah yang melandasinya. Oleh karena itu, Cukuplah bagi pencari kebenaran dalam masalah ini, juga masalah lainnya, firman Allah Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya, “Pada hari ini tlah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukup-kan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu.”(Al-Ma’idah: 3)
Dan ayat-ayat lain serta hadits-hadits yang senada maknanya, seperti sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ,“Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajaran-nya, maka akan ditolak.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Barangsiapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka (perbuatan) itu tertolak”. Andaikata malam Nisfu Sya’ban diperintahkan untuk dikhususkan dengan cara atau ibadah tertentu, pastilah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam memberikan petunjuk kepada umatnya atau beliau sendiri mengerjakannya. Dan jika hal itu memang pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita, mereka tidak akan menyembunyi-kannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling tulus setelah para nabi.
Kepada Allah jualah kita memohon, semoga melimpahkan taufik-Nya kepada kita dan kaum muslimin semua untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menetapinya, serta mewaspadai hal-hal yang bertentangan dengannya. Sungguh, Dia Maha Mulia dan Maha Pemberi. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada hamba dan rasul-Nya, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Sumber :
Diringakas dari “At-Tahdzir Minal Bida”, karya : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,