Orang yang berbuat maksiat adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena maksiat adalah suatu bentuk perbuatan keluar dari aturan Allah ta’ala baik berupa meninggalkan suatu kewajiban atau melakukan sesuatu yang diharamkan. Maksiat memiliki dampak buruk yang banyak sekali baik didunia ataupun di akhirat yang sudah banyak kami sebutkan pada artikel-artikel sebelumnya yang dipetik dari kitab ‘Al-Jawabul Kafi’ karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
Diantara dampak buruk maksiat adalah menjatuhkan seorang hamba ke derajat yang rendah dan hina disisi Allah ta’ala sesuai kadar maksiat yang ia perbuat, semakin besar maksiat yang ia lakukan maka semakin hina ia di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, sebaliknya semakin taat dan bertakwa ia kepada Rabbnya yang telah menciptakannya maka semakin mulia kedudukannya disisi Allah ta’alla, Allah berfirman:
إِنَّ أَكرَمَكُم عِندَ ٱللَّهِ أَتقَىٰكُم
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu…” (QS. Al-Hujurat: 13).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “setiap kali seorang hamba berbuat maksiat, maka derajatnya akan turun, dan ia akan senantiasa turun dengan maksiatnya tersebut sampai ia tergolong bersama orang-orang yang paling rendah derajatnya. Dan setiap ia melakukan ketaatan, derajatnya akan naik dengan ketaatan tersebut, dan ia akan senantiasa naik sampai ia tergolong diantara orang-orang yang paling tinggi derajatnya.
Bisa jadi derajat seorang hamba naik dalam satu sisi dan turun dalam sisi yang lain di waktu yang sama, dan ia akan tergolong bersama sisi yang lebih mendominan. Sehingga mereka yang naik satu derajat dan turun satu derajat tidak sama dengan mereka yang naik satu derajat dan turun seratus derajat.”
Kemudian Imam Ibnul Qayyim berkata, “setiap orang derajatnya pasti pernah turun disebabkan oleh maksiat yang dibuatnya (karena memang tak ada orang yang terlepas dari maksiat selain para nabi-red), namun sebagian orang derajatnya turun karena kelalaiannya, dan ketika ia sadar ia kembali lagi kepada derajat yang sama seperti semula atau lebih tinggi tergantung kepada kadar kesadarannya. Dan sebagian yang lain derajatnya turun karena kesibukannya kepada hal-hal mubah yang diperbolehkan, maka ketika ia kembali kepada ketaatan derajatnya kembali pula seperti semula atau bisa jadi tidak sampai kepada kedudukannya semula atau lebih. Sedangkan sebagian yang lain adalah mereka yang derajatnya turun disebabkan oleh perbuatan dosa, baik dosa kecil atau dosa besar, maka jika orang seperti ini ingin kembali kepada derajatnya semula ia harus bertaubat dengan taubat nasuha, dan kembali taat kepada Allah dengan hati yang tulus.”
Maka demikianlah posisi seseorang disisi Allah subhanahu wa ta’ala tergantung kepada ketakwaannya kepadaNya. Alangkah indahnya jika seseorang dalam hidupnya berusaha untuk selalu berada pada derajat yang tinggi disisi Allah subhanahu wa ta’ala, ia mengerahkan hati beserta anggota tubuhnya untuk menghambakan dirinya kepada Sang pencipta sebagaimana mestinya dalam setiap hembus nafasnya, dan ia berusaha untuk bertahan dalam ketaatan kepadaNya hingga maut menjemputnya sehingga ia menutup usianya dengan derajat yang tinggi disisi Allah ta’ala dan meninggal dengan husnul khotimah.
Dan sungguh disayangkan seseorang yang tidak peduli terhadap perintah dan larangan Allah ta’ala, ia hanya melayang-layang dengan angan-angannya yang menginginkan kesenangan dunia akhirat tanpa berusaha mencari ridha dzat yang maha memberi kesenangan. Ia buta dengan gemerlapnya dunia, ia turun dengan maksiatnya tersebut ke derajat yang rendah, dan ia terus dalam keadaan seperti itu sampai maut menjemputnya dan ia terkejut dengan apa yang ia lihat, ia baru sadar atas kelalaiannya selama ini, ia berangan-angan untuk kembali kepada kehidupan dunia untuk berbuat taat kepada sang pencipta, dan itu semua tak lain adalah angan-angan sia-sia yang tak akan pernah terkabulkan, disaat itu ia akan menyesal dimana penyesalan sudah tidak lagi berguna. Na’udzubillahi min dzalik.
Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa diberi hidayah oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga hati kita tergerak untuk selalu mencari ridha Allah dengan melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi segala larangan-larangannya.
Penulis: Arinal Haq