4 Renungan “Dalam Hukuman Bunuh Terdapat Kehidupan”

Orang yang dengan sengaja membunuh orang lain yang terlindungi darahnya boleh dibunuh sebagai hukuman qishash atasnya.

Menariknya, dalam hukuman ini  yang ditetapkan oleh Allah -subhanahu wa ta’ala sang pencipta alam semesta, Dzat yang menghidupkan dan yang mematikan-, terdapat jaminan kelangsungan hidup bagi manusia. Allah-subhanahu wa’ala berfirman,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu..”(Al-Baqarah: 179)

Kaidah al-Qur`an yang agung ini datang setelah FirmanNya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (178)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (Al-Baqarah: 178).

Kemudian Allah ta’ala berfirman menjelaskan kaidah yang agung dalam masalah jinayah ini,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 179).

Kami memiliki beberapa renungan bersama kaidah al-Qur`an yang muhkam (bermakna jelas) ini:

Renungan Pertama :

Sesungguhnya barangsiapa yang mencermati realita negara-negara yang ada di dunia secara umum –baik negara Muslim maupun kafir– niscaya dia akan menemukan sedikitnya pembunuhan di negara-negara yang di sana pembunuh dihukum bunuh –sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh al-Allamah asy-Syinqithi, dan beliau menjelaskan penyebabnya dengan perkataan beliau–, “Karena qishash mencegah kejahatan pembunuhan; sebagaimana disebutkan oleh Allah di ayat yang disebutkan tadi. Sedangkan klaim musuh-musuh Islam bahwa qishash tidak sesuai dengan hikmah, karena dalam qishash terdapat pengurangan jumlah anggota masyarakat dengan membunuh orang kedua setelah matinya orang pertama, dan bahwa si pembunuh seharusnya dihukum dengan selain hukuman bunuh dengan dipenjara (misalnya), dan mungkin saja dia memiliki anak dalam (masa) keberadaannya di penjara itu, maka semua itu adalah perkataan yang tidak benar yang tidak memiliki hikmah; karena penjara tidak membuat manusia jera dari membunuh, dan ketika hukuman tidak bisa membuat jera, maka orang-orang bodoh akan banyak membunuh, sehingga hal itu akan mengakibatkan makin berkurangnya anggota masyarakat karena banyaknya pembunuhan.” (Adhwa` al-Bayan, 3/32.)

Renungan Kedua :

Bersama FirmanNya ta’ala dalam kaidah al-Qur`an yang muhkam ini,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.” (Al-Baqarah: 179).

Hal itu karena kehidupan adalah sesuatu yang paling berharga bagi manusia secara naluriah, sehingga ia tidak sebanding dengan hukuman bunuh dari sisi membuat jera dan kapok, dan di antara hikmahnya adalah: untuk menenangkan keluarga yang terbunuh karena keputusan hakim membalaskan dendam mereka terhadap orang yang menzhalimi orang yang terbunuh dari (keluarga) mereka. Allah berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا (33)

“Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Al-Isra`: 33).

Yakni, agar para ahli waris orang yang terbunuh tidak membalas dendam sendiri terhadap orang yang membunuh keluarga mereka, karena hal itu menyebabkan peperangan antara dua kelompok sehingga banyak terjadi penghilangan nyawa.” (At-Tahrir wa at-Tanwir, 2/192.)

Renungan Ketiga :

Dengan disebutkannya secara nakirah kata حَيَاةٌ “kehidupan” dalam kaidah al-Qur`an ini, وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu”, adalah mengagungkan. Yakni, dalam qishash terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagi jiwa kalian; karena ia mengakibatkan kejeraan manusia dari membunuh jiwa. Kalau hukum qishash disingkirkan, niscaya manusia tidak akan jera (dari membunuh), karena kecelakaan yang paling ditakuti oleh jiwa manusia adalah kematian. Maka apabila si pembunuh mengetahui bahwa dirinya akan selamat dari kematian, maka dia akan berani melakukan pembunuhan karena meremehkan hukuman yang diterimanya.

Dan apabila dibiarkan untuk membalas dendam, sebagaimana yang diterapkan dalam masa jahiliyah, niscaya mereka akan berlebihan dalam membunuh sehingga urusannya akan terus berlanjut sebagaimana yang telah lalu. Maka dalam syariat qishash terdapat (jaminan kelangsungan) hidup yang besar bagi kedua pihak.

Renungan Keempat :

Adalah diakhirinya kaidah ini dengan Firman Allah ta’ala, يَا أُولِي الْأَلْبَابِ “hai orang-orang yang berakal.”

Dalam hal ini terdapat peringatan agar merenungkan hikmah qishash, karena dalam diarahkannya panggilan kepada orang-orang yang memiliki akal terdapat isyarat bahwa hikmah qishash tidak dapat dijangkau kecuali oleh orang yang memiliki pemikiran yang benar, karena kalau dilihat secara sepintas, seakan-akan qishash itu adalah hukuman dengan kejahatan yang sama, karena dalam qishash terjadi musibah kedua (dengan dihukumnya si pelaku). Akan tetapi ketika (kita) merenungkannya, bahkan ia merupakan kehidupan, dan bukan musibah; berdasarkan dua aspek yang telah disebutkan.

Kemudian Allah berfirman, لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “supaya kamu bertakwa,” untuk menggenapi illatnya, yakni, agar kalian menjadi bertakwa, maka janganlah kalian melampaui batas keadilan dan obyektifitas dalam perkara membalas. (At-Tahrir wa at-Tanwir, 2/200, dengan perubahan redaksi dan diringkas.)

Wallahu A’lam

Sumber :

Qawaid Qur’aniyyah, 50 Qaidah Qur’aniyah Fi an-Nafsi Wal Hayah, al-Qaidah at-Tasi’ah ‘Asyara, Dr. Umar bin Abdullah Al-Muqbil. hal, 121-123. Dengan ringkasan dan sedikit gubahan

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *