Puasa di bulan sya’ban memiliki banyak hikmah, tiga di antaranya adalah:

  1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Haram) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Allah.
  1. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban.  Jadi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.
  1. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan.

Itulah 3 di antara hikmah di balik puasa di bulan sya’ban yang disampaikan oleh para ulama. Sangat boleh jadi, ada hikmah lainnya yang tidak kita ketuhui. Wallahu a’lam. Meski demikian, mudah-mudahan pengetahuan kita tentang hikmah di balik sesuatu, menjadikan kita semakin bersemangat untuk melakukannya. Meskipun sesungguhnya, kita tidak dituntuk untuk mencari hikmah di balik sesuatu.

Karena, yang terpenting bagi kita adalah sepanjang hal tersebut disyariatkan baik oleh Allah maupun rasul-Nya, maka selayaknya kita berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menunaikannya. Dan, tentu saja kita sangat berharap untuk mendapatkan kemudahan dalam melaksanakannya. Semoga Allah memberikan taufiq. Aamiin.

Referensi :

  1. Fathul Qowil Matin, Abdul Muhsin bin Hamd AlAbad.
  1. Lathaif Al Ma’arif, Ibnu rajab al-Hambali.

Penyusun : Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah
Twitter @hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *